Tampilkan postingan dengan label komunis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label komunis. Tampilkan semua postingan

Dasar Negara RI: Pancasila, Islam, atau Sosial Ekonomi?



Ciloteh Tanpa Suara-152 | Sejak kemarin tanggal 1 Oktober saya membaca sebuah buku . Buku yang terdiri dari 500 halaman ini sangat menarik untuk dibaca karena dihalaman pertamanya tertulis “Bahagialah Orang Yang Banyak Membaca”
Buku Dasar Negara Republik Indonesia berisikan pendapat pribadi tidak kurang dari 100 orang anggota Konstituante[1] yang berbicara tentang dasar negara pada sidang konstituante pada 11 November hingga 6 Desember 1957. Saking sengitnya, kritik terkadang dilancarkan bukan pada gagasan, tetapi pribadi.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 dilantik pada 10 Nopember 1956 pada tahun 1957 berjumlah 514 orang. Umur mereka kurang dari tiga tahun, hanya sampai 2 Juni 1959 dan bubar setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Persoalan tentang dasar negara tertumpu kepada yang telah dirumuskan oleh Komisi I dari Panitia Persiapan Konstituante, yaitu mengerucut pada tiga pilihan:
1. Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dengan kemerdekaan beragama
2. Negara Republik Indonesia Berdasarkan Islam; dan
3. Negara Republik Indonesia Berdasarkan Sosial Ekonomi;

Kisah Komunis di Ranah Minangkabau

 

dari kiri ke kanan, adalah: Arif Fadillah (baju putih), Natar Zainuddin, Ahmad Khatib Dt. Batuah (tanda x) dan A.Wahab (baju putih). (Foto: Suryadi)

Abdullah Kamil, Komunis yang Disadarkan Menantu Haji Rasul

Red: Muhammad Subarkah | Oleh: Fikrul Hanif Sufyan (Periset, Pemerhati, & Pengajar Sejarah)

Nama Abdullah Kamil, memang tidak familiar dalam lembaran sejarah Minangkabau. Namun, ia dikenang menjadi bagian dari historiografi–terutama yang ditulis oleh sejarawan luar. Sebut saja Schrieke (1929), Harry J. Benda (1960), Akira Oki (1985), dan Joel S.Khan .

Nama lainnya yang kerap mengabadikan namanya adalah Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka), dalam dua karyanya, Muhammadiyah di Minangkabau, Tafsir Al-Azhar, dan Kenang-kenangan Hidup. Kisah laki-laki kelahiran 1907 di Padang Panjang itu, memang menarik untuk disimak.

Padang Panjang dalam tulisan Audrey Kahin (1996), selalu ditulis sebagai pintu penghubung antara Pesisir Pantai Barat Sumatra, dan pedalaman Minangkabau. Sejak kalahnya Padri pada 1821, basis pertahanan mereka beralih tangan ke Kumpeni.

Memperingati G30S/PKI - 2023


 

Sejarah G30S PKI Secara Singkat

Baca Juga Tarikh PKI atau klik DISINI

Liputan6.Com - G30S PKI[1] atau Gerakan 30 September merupakan suatu gerakan dimana sekelompok personel militer menangkap dan membunuh enam jenderal pada tahun 1965, yang mana hal ini dilakukan untuk menandai dimulainya kudeta yang bertujuan untuk menjatuhkan kekuasaan Soekarno yang merupakan presiden pertama Indonesia. Untungnya upaya menggulingkan pemerintahan ini berhasil digagalkan.

Mengutip dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1975, G30S PKI adalah peristiwa pengkhianatan atau pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan atau kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.

G30S ini dilancarkan oleh PKI yang saat itu dipimpin oleh Dipa Nusantara (DN) Aidit,[2] dan terjadi di dua kota yaitu Jakarta dan Yogyakarta, dengan melibatkan Pasukan Cakrabirawa yang saat itu berada di bawah kendali Letnan Kolonel Untung Syamsuri.

Awalnya gerakan ini hanya mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal dengan menculik mereka untuk dibawa dan disekap di Lubang Buaya. Namun dalam pelaksanaanya, tiga orang langsung dibunuh di tempat. Mereka yang menjadi korban adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen R Soeprapto, Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono, Mayjen S Parman, Brigjen DI Panjaitan dan Brigjen Soetojo Siswomihardjo.

Pada peristiwa ini Jenderal AH Nasution berhasil lolos dari usaha penculikan. Namun putrinya yang bernama Ade Irma Suryani yang berusia 5 tahun serta ajudannya yang bernama Lettu Pierre Andreas Tendean meninggal dunia dalam peristiwa tersebut.

Kekejaman Komunis Di Malaya 1945

Ilustrasi Gambar: Ibnu Hasyim

Darah berkocak ditikam komunis

FB Modh Hakimi - “SAYA melihat sendiri darah ibu dan adik bongsu berusia dua tahun berkocak di dalam kolam ikan ketika mereka ditikam bertubi-tubi oleh komunis.
“Ketika itu, saya yang berusia 14 tahun terbaring hanya dua kaki dari ibu, Temun Manang dan adik sambil menunggu giliran ditikam lembing komunis,” kata Tik Sulong.
Tik, 89, adalah adik kepada pengarah filem veteran, Allahyarham Datuk Jamil Sulong iaitu anak Sulong Mohammmad yang dilantik sebagai Naib Penghulu Parit Sulong, Johor menggantikan mentuanya Sulong Gantang yang meninggal dunia pada 1935.
Tidak sekadar melihat ibunya dibunuh, wanita itu turut melihat empat lagi ahli keluarganya dibunuh kejam komunis dalam kejadian sekitar 6 pagi, 10 Jun 1945.
“Walaupun 74 tahun sudah berlalu, peristiwa berdarah itu masih segar dalam ingatan. Rumah kami dibakar dan selain ibu dan adik, saya turut kehilangan dua anak saudara yang masih kecil serta abang ipar yang mati terbakar.
“Bayangkan ketakutan yang dirasai apabila melihat anak saudara yang masih kecil menjerit meminta tolong sambil isi perutnya terburai, tetapi apalah daya saya ketika itu,” katanya ketika ditemui media di rumahnya di Sungai Udang di sini, semalam.
Mengimbau kembali peristiwa hitam itu, ibu kepada lapan anak itu berkata, pagi itu dia yang mempunyai 12 beradik bangun awal sekitar jam 6 pagi untuk membantu ibu menyédiakan sarapan.

PKM, MPAJA DAN TANAH MELAYU..

Pict: wikipedia


Sumber:Polis Hutan

FB Nurul Kejora Muhammad - APAKAH MPAJA (Malayan People’s Anti-Japanese Army) adalah sebahagian daripada sejarah pasukan keselamatan negara membebaskan Tanah Melayu daripada penjajahan? Riwayat MPAJA bersalasilah daripada PKM (Parti Komunis Malaya). MPAJA adalah sebuah gerakan bersenjata yang ditubuhkan BUKAN bertujuan untuk mempertahankan Tanah Melayu sebagai tanah air, tetapi kerana sentimen anti Jepun kaum Cina yang berakar umbi sejak konflik China-Jepun dan kerana layanan buruk tentera Jepun terhadap kaum Cina.
Anggota MPAJA merupakan alat PKM untuk menentang Jepun bagi menubuhkan sebuah negara Komunis di Tanah Melayu ketika itu yang bekerjasama dengan British. Sentimen penentangan orang Cina terhadap penaklukan Jepun ke atas Manchuria dan Peristiwa Nanking 1937 yang mengorbankan 300 ribu orang Cina itu telah dibawa ke Tanah Melayu. Perjuangan MPAJA bukan perjuangan mempertahan Tanah Melayu, sebaliknya adalah perjuangan membalas dendam terhadap kekejaman tentera Jepun terhadap orang Cina di China dan di Tanah Melayu.

"KECIK" - ALGOJO MELAYU KALIMANTAN & PAHLAWAN BAGI REPUBLIK

Gambar: Republika

"KECIK" - ALGOJO MELAYU KALIMANTAN & PAHLAWAN BAGI REPUBLIK

_________________________
FB Avicenna Albiruni - Hampir 100 orang tewas dibunuh di dalam peristiwa 'Bultiken' - Bulungan, Tidung, Kenyah di Kalimantan ( 3 - 24 juli 1964 ). Sultan, bangsawan, perempuan & bahkan anak - anak dihabisi tanpa belas kasihan. Dan ini terjadi pada saat adzan subuh mengumandang yang jatuh pada Hari Jumat. Istana & rumah - rumah adat dibakar. Harta benda berharga istana dirampas.
Pada hari Jumat juga, pada tanggal 24 Juli 1964, Brigjen Soeharjo memerintahkan tentara menangkap seluruh bangsawan Bulungan. Mereka dibagi ke dalam beberapa grup. Seluruh bangsawan laki-laki disatukan dalam satu kelompok lalu dimasukkan ke dalam perahu, sedangkan anak-anak dan perempuan ditempatkan di perahu yang lain. Rencananya mereka akan dibawa ke Tarakan, dari sana berlanjut ke Balikpapan. Rencana itu tak dijalankan. Ada 30 orang yang akhirnya dieksekusi tim pengawal yang berasal dari Kodim Bulungan. Mayat mereka dilempar begitu saja ke lautan (Burhan Djabier Magenda, East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy, hal. 91).
Siapa Brigjen Suharyo / Soeharjo Padmodiwiryo alias Harjo Kecik ?

Kolonel Dahlan Djambek

Gambar: Wikipedia

 Disalin dari kiriman FB Dan Nano

Kolonel Dahlan Djambek adalah putra ulama besar Minangkabau, Syekh Muhammad Djamil Djambek yang berasal dari Bukittinggi, Sumatra Barat. Beliau merupakan kakek aktor sinetron/model Adrian Maulana Djambek yang aktif bermain sinetron di akhir 90an hingga awal 2000 an.

Pernah menjabat atase militer Indonesia di London, Inggris. Beliau bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang meletus karena ketidak puasan beberapa daerah di Sumatra dan Sulawesi karna kebijakan dan arah politik Soekarno saat itu.
Beliau terkenal berwatak keras dan pemberani. Dimasa PRRI, beliau dengan gagah berani memimpin pasukannya bergerilya melawan APRI[1] yang sebagian besar anggotanya berfaham Komunis, yang jumlah personelnya jauh lebih banyak dengan persenjataan jauh lebih lengkap.
Akhirnya beliau gugur saat pasukannya dikepung oleh APRI, yakni pasukan pemerintah pusat yang di boncengi OPR[2], sebuah organisasi underbow PKI yang ikut disertakan oleh Jendral Pranoto pada Operasi 17 Agustus yang dipimpin Kolonel Ahmad Yani (pahlawan revolusi) di Desa Laring, Palupuh Agam Sumatra Barat pada tahun 1961.

10 BENTUK KEKEJAMAN KOMUNIS KE ATAS ETNIK MELAYU CHAMPA

Gambar Ilustrasi: mozaik minang

Disalin dari kiriman FB Ibnu Kamal Alif 

PERANG MELAWAN KOMUNIS:
10 BENTUK KEKEJAMAN KOMUNIS KE ATAS ETNIK MELAYU CHAMPA
Sejarah yang sukar dilupakan oleh umat Islam khususnya di alam Melayu. Kekejaman rejim Komunis Khmer Rouge pimpinan Pol Pot di Kemboja di era 1970an menyaksikan etnik Melayu Champa yang beragama Islam hilang 30 % populasi akibat dasar penghapusan etnik yang dijalankan.
10 polisi kekejaman ke atas etnik Melayu Champa :
1:Sebarang bentuk ritual agama tidak dibenarkan seperti solat, puasa, menutup aurat.
2:Agama Islam menjadi sasaran utama kekejaman kerana menonjol amalannya. Daripada 113 ulama yang selamat hanya 20 orang sahaja, yang lain dibunuh dengan kejam termasuk mufti Kemboja.
3:Sebanyak 132 masjid dijadikan kandang khinzir. Al-Quran dan kitab-kitab agama dirampas dan dibakar. Sesiapa yang menyimpannya akan dibunuh.

Beberapa kesaksian masa PRRI tatkala Soekarno menginvasi Sumbar


Keterangan foto: Operasi penumpasan PRRI di Sumatera Barat Thn. 1958. Dari kiri kekanan; Letkol Sabirin Mochtar, Komandan Resimen Team Pertempuran dua Brawijaya (RTP 2 Brawijaya), ditengah; Kolonel Achmad Yani (Komandan Operasi 17 Agustus, kemudian jd MenPangad) dan dibelakang yg memakai topi baret, Mayor Sarwo Edhie Wibowo (kemudian jd Dan RPKAD) - FB Buyuang Palala

Sebuah foto dapat bercerita banyak hal, demikianlah nan kami dapati tatkala foto seorang jenderal bersama anak buahnya dikirim pada sebuah grup fecebook yang berlatar penumpasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Foto tersebut akhirnya memancing beragam tanggapan, dan bagi orang tua-tua yang menjalani masa-masa pahit tersebut, kembali mengemuka kenangan lama mereka.

Seperti engku Man Muharisman "Sepertinya A. Yani tidak serius ikut operasi dan kemudian diganti. Yani tahu.." sebuah pendapat yang sengaja digantung dan kemudian ditanggapi oleh engku Man Muharisman "Mungkin sekali karena ia segera diganti dengan Kolnel Pranoto Reksosamudro yang ketahuan bermadalah dalam peristiwa Gerakan 30 September. Diangkat Bung Karno menjadi care taker Pangdad tetapi ditolak oleh Perwira Tinggi (Pati) Angkatan Darat"

Kemudian engku Muchsin ikut berpendapat "Entah mengapa disaat operasi badai, Siliwangi memandang rakyat Sumatera Barat itu saudara. Sehingga mendapat hati rakyat"[1] Yang mendapat tanggapan dari engku Zulhasril Nasril "Siliwangi masuk sebagai finishing touch, dianggap lebih friendly kepada rakyat Minang. Mereka datang pada akhir PRRI (1960)"

Kemudian engku Mohamad Sadikin ikut membalas tanggapan engku Muchsin "Seingat saya dia pernah menjadi Pangdam di Pontianak zaman awal Orde Baru (Orba)[2]. Dia tokoh senior [Kodam] Brawijaya, tetapi orang Sunda. Dia berperan penting dalam mengajak 2 (dua) Batalyon Brawijaya yang mulanya ikut Untung[3] dan berjaga di Lapangan Monas untuk bergabung ke Kostrad tanggal 1 September 1965. Dengan demikian kekuatan Untung susut dari 3 (tiga) bataliyon tempur menjadi 1 (satu) batalyon saja, yakni [batalyon] 454 dari [Kodam] Diponegoro yang terkenal sebagai Banteng Raider yang mengganas di Sumatera Barat [pada masa PRRI]"

Komunisme di Minangkabau

Gambar: Suryadi Sunuri

Orang Minang merupakan yang paling benci dengan komunis dan menurut salah satu survey, orang Minang paling percaya dengan kabar kebangkitan Komunis di Indonesia. Kenapa demikian? 

Salah satu pertanyaan mencemooh yang diberikan ialah "Bukankah beberapa orang pendiri bangsa penganut komunis berasal dari Minangkabau?"

Ya, sebut sahaja Ibrahim Dt. Tan Malaka atau dikenal dengan nama Tan Malaka. Beliau merupakan salah satu orang penting di Partai Komunis Indonesia pada masa kolonial, tepatnya sebelum Pemberontakan Komunis 1926. Kita tak dapat pungkiri itu memang benar, namun tahukah tuan kalau Tan Malaka pernah berujar:

Di hadapan Tuhan saya Islam se Islam Islamnya - Di hadapan Kapitalis saya Marxis Marxisnya.

Salah SatuTanda Pemerintahan Komunis

Foto: Soearamoe Aceh


"Kalau kuasa telah jatuh ke tangan kaum komunis, yang lebih dahulu dicukur (musnahkan) habis ialah segala pengaruh rasa percaya kepada Tuhan, dan agama dilumpuhkan. Manusia hanya menjadi alat yang tidak boleh mempunyai kepribadian sendiri. Agama itu ditukar dengan memuja-muja manusia, mengarak-arak gambar pemimpin di jalan raya, bahwa pemimpin itulah yang selalu benar, sabdanya (ucapan) sama dengan sabda Tuhan dalam pandangan kita yang memeluk agama."
-------

𝗦O𝗘𝗞𝗔𝗥𝗡𝗢, 𝗣𝗘𝗡𝗚𝗛𝗜𝗔𝗡𝗔𝗧𝗔𝗡, & 𝗥𝗔𝗡𝗔𝗛 𝗠𝗜𝗡𝗔𝗡𝗚

Foto: https://kelasonlinepelajar.web.app/

𝗦O𝗘𝗞𝗔𝗥𝗡𝗢, 𝗣𝗘𝗡𝗚𝗛𝗜𝗔𝗡𝗔𝗧𝗔𝗡, & 𝗥𝗔𝗡𝗔𝗛 𝗠𝗜𝗡𝗔𝗡𝗚

𝘏𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘛𝘦𝘳𝘵𝘶𝘵𝘶𝘱𝘯𝘺𝘢 𝘏𝘢𝘵𝘪 𝘔𝘢𝘴𝘺𝘢𝘳𝘢𝘬𝘢𝘵 𝘔𝘐𝘕𝘈𝘕𝘎 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘚𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘏𝘢𝘭 𝘉𝘦𝘳𝘣𝘢𝘶 𝘚𝘖𝘌𝘒𝘈𝘙𝘕𝘖.

➖➖➖➖


Soekarno memang sempat populer dan memikat hati masyarakat Minang pada masa pergerakan kemerdekaan. Barangkali karena banyak sahabat seperjuangannya Bangsa  yang berasal dari RANAH MINANG. Seperti: Buya Hamka, Tan Malaka, Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir, Agus Salim, Muhammad Yamin, Muhammad Natsir dan masih banyak lagi. Ketika khabar Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Ranah Minang rakyat dan pemuka masyarakat Minang lansung menyatakan diri bergabung dengan Republik Indonesia yang baru lahir ini, tanpa pikir panjang.

Seperti yang terjadi di Sumatera Timur, sempat terjadi pergolakan sosial akibat beberapa Kesultanan masih enggan bergabung dengan Republik yang baru berdiri. Hal ini karena akan menggangu kekuasaan para bangsawan sebagai penguasa Tanah Melayu selama ini, sedangkan rakyat gegap gempita ingin bergabung dengan Republik yang baru lahir. Penyair Amir Hamzah yang merupakan penerus Kesultanan Deli terbunuh pada konflik sosial ini.[1] 

Jadi anak biologis dan ideologis Bung Karno tak perlulah meragukan kesetiaan Ranah Minang terhadap NKRI.[2]

Posisi Ketujuh Jenderal di Lubang Buaya 1965

 


“Sumur itu dalamnya 12 meter, lebarnya 75 sentimeter. Setelah tubuh mereka masuk semua, untuk meyakinkan mayat meninggal, mereka langsung ditembak lagi. Lalu jasad ditutup dengan sampah pohon karet, dan ditutup tanah serta ditanah pohon pisang utuh di atasnya seakan-akan di bawah itu tak ada mayat.” Saat jasad para jenderal itu terkubur di sumur Lubang Buaya itu, hari telah berganti. Satu Oktober 1965.

Sepandai-pandainya sesuatu disembunyikan, kata Yutharyani, pasti ketahuan juga. Akhirnya, ujar dia, sumur dapat ditemukan pada sore, 3 Oktober. Sumur lalu digali pakai tangan. Keesokannya, 4 Oktober, mayat diangkat.

REVOLUSI SOSIAL DI SUMATERA TIMUR & KETERLIBATAN PKI 3 MARET 1946



REVOLUSI SOSIAL DI SUMATERA TIMUR & KETERLIBATAN PKI 3 MARET 1946

Deklarasi kemerdekaan di Sumatera Timur baru diumumkan pada tanggal 30 September 1945 dalam suatu pawai para pemuda nasionalis di Medan ibukota keresidenan Sumatera Timur. Menurut keterangan Tengku Luckman Sinar, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan di Jakarta, berita itu masih desas-desus di Sumatera dan berusaha ditutupi oleh kantor-kantor berita pemerintah fasis Jepang. Muncul desas-desus bahwa tentara Sekutu (Belanda, Inggris, Amerika) akan masuk ke Sumatera mengurus tawanan perang Jepang setelah kekalahan Jepang terhadap Sekutu. Atas inisiatif Tengku Mansyur (kerabat Sultan Asahan) selaku Ketua Shu Sangi Kai Sumatera Timur pada tanggal 25 Agustus 1945 mengundang para tokoh pergerakan dan penguasa tradisional di Sumatera Timur berkumpul di kediamannya di Jl Raja/Jl. Amaliun Medan untuk berunding dan membentuk kepanitian untuk menghadapi kedatangan tentara sekutu. Panitia ini kemudian oleh kaum kiri diisukan sebagai Comite van Onvangst, panitia yang akan menangkap para tokoh kemerdekaan.
Pada tanggal 3 Februari 1946 raja-raja dan sultan seluruh Sumatera Timur, termasuk Sultan Siak Sri Indrapura dari Riau sudah menyatakan tekad mendukung dan berdiri di belakang pemerintah Republik Indonesia di hadapan wakil pemerintah Gubernur Mr. Teuku Mohammad Hasan yang disaksikan oleh dr. Mohammad Amir, Tengku Hafaz, Mr. Luat Siregar, Abdul Xarim MS, dan pejabat republik lainnya. Dari Simalungun hadir Raja Panei Tuan Bosar Sumalam Purba Dasuha, Raja Purba Tuan Mogang Purba Pakpak, Raja Silimakuta Tuan Padiraja Purba Girsang yang sudah aktif di Markas Agung, Raja Siantar Tuan Sawadim Damanik, Raja Raya diwakili Tuan Jan Kaduk Saragih Garingging, dan Raja Tanoh Jawa Mr. Tuan Kaliamsyah Sinaga. Dalam rapat Komite Nasional Indonesia (KNI) di Medan, Sultan Langkat mewakili seluruh pemerintah swapraja Sumatera Timur menyampaikan pidato yang berbunyi:
“Kami sultan-sultan dan raja-raja telah mengambil keputusan bersama untuk melahirkan sekali lagi itikad kami bersama untuk berdiri teguh di belakang presiden dan pemerintah Republik Indonesia dan turut menegakkan dan memperkokoh Republik Indonesia”.

Ahmad Karim: Pahlawan Ampera Bukittinggi dari Pasaman

 


Dari zaman tritura 1966. siswa STM sudah berjuang untuk demokrasi dan menolak komunis di indonesia.

............................................
YA.. DIA ADALAH AHMAD KARIM..
🇮🇩
Ahmad karim lahir pada tahun 1947 di Kampung Landu, Jorong Parit Lubang, Nagari Ladang Panjang, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten pasaman.
Ahmad Karim merupakan pelaku sejarah Angkatan 66, yang merupakan salah seorang Pahlawan Ampera, dikenal menjadi salah satu bagian dari angkatan pelajar dan mahasiswa yang mengusung Tiga Tuntutan Rakyat (Tri Tura) pada masa itu.
“Ahmad Karim saat itu merupakan salah seorang siswa kelas dua STM Negeri Bukittinggi, dinyatakan sebagai Pahlawan Ampera, setelah gugur di Kampung Cina, Bukittinggi, ditembak oleh tentara saat memperjuangkan hak rakyat pada pemerintah..
Berdasarkan catatan sejarah, 51 tahun lalu, tepatnya 10 Januari 1966, terjadi aksi besar pelajar dan mahasiswa.

Awal masuknya komunis di Aceh


 Awal masuk nya komunis di Aceh


Awal mula Aceh bersentuhan dengan gagasan gagasan Komunisme di mulai di Sabang pada awal tahun 1921. Sejumlah pemuda di Sabang yang kebanyakan bukan etnis Aceh mulai mengenal komunisme, yang kemudian pada tahun 1939 partai politik pertama di Aceh didirikan yaitu partai Parindra.(Partai Indonesia Raya)

Sebelum berdirinya Parindra, para pemuda-pemuda sabang itu sudah menjalin hubungan dengan seorang anggota polisi Belanda kelahiran Rusia. Kegiatan mareka tidak diketahui oleh Belanda. Kegiatan komunis juga masuk ke Sabang melalui awak kapal Rusia yang berlabuh di sana dan mengajarkan faham komunis secara rahasia di Sabang.

Kader-kader muda komunis yg berjumlah 40 orang pada tahun 1926 menyusun sebuah rencana untuk melakukan pemberontakan komunis di Sabang. Akan tetapi pemberontakan ini tidak pernah terwujud karena rencana mareka tercium oleh pemerintah Belanda.

JIKA PKI BANGKIT, MEMANGNYA KENAPA?


Oleh: Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Pertanyaan yang tampak sederhana, sesederhana cara berpikir orang yang mengungkapkannya.

Untuk menjawab, mungkin kita perlu menelaah lagi sejarah dan fakta yang ada di lapangan. Saya tidak akan bercerita tentang peristiwa bulan Oktober di tahun 1945, ketika kelompok pemuda PKI  membantai pejabat pemerintahan di Kota Tegal, menguliti  serta membunuh sang bupati. Tak cukup di situ, mereka menghinakan keluarganya. Kardinah, adik kandung  RA Kartini yang menikah dengan bupati Tegal periode sebelumnya, termasuk salah satu korban. Pakaian wanita sepuh itu dilucuti, kemudian diarak dengan mengenakan karung goni.

SOEKARNO MURKA PADA BRIGJEN HASSAN BASRI


SOEKARNO MURKA PADA BRIGJEN HASSAN BASRI...

Karena pada 22 Agustus 1960, Komandan Penguasa Perang Daerah (Peperda) Kalsel itu, membekukan seluruh aktivitas PKI dan ormas2 binaan PKI di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Langkah ini lalu diikuti Sulawesin Selatan dan Sumatera Selatan sehingga dikenal dengan "Tiga Selatan Pembangkang."

TAK BERGEMING...
Ketika berlangsung Rapat Ketua Peperda se Indonesia pada November 1960, Hassan Basri diminta Presiden untuk menjelaskan penolakannya, mencabut pembekuan kegiatan-kegiatan PKI di Kalsel. Alex Dinuth 1997 dalam Dokumentasi Terpilih Sekitar G.30S.PKI menyebut sempat terjadi perdebatan antara kedua tokoh tersebut. Tapi, Hassan Basri tetap pada keputusannya. Dan, Soekarno kembali meminta Hassan Basyri untuk patuh (diminta sampai dua kali), tapi Hassan Basri tetap tak bergeming.

Salah Satu Kisah menjelang Pemberontakan Komunis '65


Salah satu kisah menjelang Pemberontakan PKI meletus di tahun 1965. Kisah-kisah seperti ini perlu didokumentasikan lebih lanjut. Hampir seluruh wilayah Indonesia, terutama yang kuat Islamnya mengalami kekejian dari simpatisan ataupun kader partai Komunis. 

Di lain pihak, para Neo Komumis amatlah gigih hati mereka dalam merekam cerita-cerita selepas tahun 1965. Para Neo Komunis menjadikannya alat propaganda dalam kampanye mereka yang diberi judul "Genosida '65'.

Ini salah satu cerita ketika menjelang G30S PKI meletus :

Dibalik PKI tidak Menculik Jenderal H.M. Soeharto

 


Copas

Dibalik PKI tidak Menculik Jenderal H.M. Soeharto
Sebelum meneliti siapa Soeharto saat itu, kita musti lihat literatur dan kenali dulu siapa-siapa Jenderal yang menjadi korban PKI, literatur yang akurat berdasarkan fakta bisa dilihat di ANRI. Semua yang diculik PKI adalah satu gerbong dengan Nasution dan Yani. Kesemuanya Deputy dan Assisten Menpangad plus satu (1) Brigjen pimpinan Oditur Militer (Mayjen Anm Sutoyo). Rombongan inilah yang sering berhadapan dengan PKI, saat pertemuan satu meja di kabinet ataupun pada pertemuan/rapat kenegaraan lainnya.
Bisa dibayangkan betapa benci dan dendamnya PKI kepada kelompok petinggi militer ini. Bersama Pak Nas, pak Yani dan para Deputy serta asisten ini secara kompak sering bersitegang dan menentang apa-apa yang diusulkan PKI. Hingga kadang PKI tidak berkutik dibuatnya.