Kodak klasik ini mengabadikan pelajar Kweekshool Fort de Kock tahun 1908. Jadi, foto ini dibuat setahun setelah dua orang muridnya yang kemudian menjadi terkenal karena menjadi aktivis pergerakan politik memasuki sekolah ini. Mereka adalah Ibrahim Tan Malaka dan Baginda Dahlan Abdoellah. Sangat besar kemungkinan Ibrahim dan Dahlan Abdoellah ada di antara rombongan murid-murid yang terlihat dalam foto ini.
Di halaman 71 buku yang menjadi sumber foto ini, nama Ibrahim tercatat bersama kawan-kawan sekelasnya sebagai murid yang mendaftar di Kweekschool Fort de Kock tahun ajaran 1907 (lihat gambar di bawah). Mereka adalah: Ibrahim [Tan Malaka], Djalin, Dahlan [Abdoellah], Bermawi (dari Gouvernement S.W.L. [Sumatra’s Westkust]), Padjar, Ma’az (dari Tapian-na-oeli/Tapanuli), T. Oesman, Nja Oemar (dari Atjeh), Djamal, Doeng (dari Lampong), Abd. Gani (dari Palembang), Moh. Daoed, Moestafa (dari Bengkoelen), Ahmad (dari W[est] Borneo), Marah Kamin (dari Tapian-na-oeli), dan Sjarifah (dari Gouvernement S.W.K.). Semuanya 16 orang. Sjarifah adalah satu-satunya murid perempuan di sekolah itu. Ia adalah gadis Minang pertama yang mengecap pendidikan sekuler. Sjarifah adalah anak dari guru pribumi yang kharismatik Nawawi Soetan Makmoer yang mengajar di sekolah itu.
Kweekschool Fort de Kock didirikan tahun 1856 atas nasehat seorang penasehat pendidikan kolonial Belanda, Pendeta S.A. Buddingh. Pada mulanya sekolah itu dikepalai oleh asisten-resident J. A. W. van Ophuijsen, dibantu oleh seorang guru pribumi bernama Abdoellatif, anak Toeankoe-Imam di-Kota Gedang ([St. Makmoer dan Kramer], 1908:10). Namun, sejak 1873 sekolah ini dikembangkan lagi dengan kurikulum yang lebih baik.
Tiga orang dari grup pelajar Kweekschool Fort de Kock angkatan 1907 itu kemudian mendapat kesempatan bersekolah ke Belanda. Madjalah Merdeka, No. 9, Th. III, 4 Maret 1950:5 yang mengulas Dahlan Abdoellah mencatat: “Berkat otaknja jang entjer untuk beladjar, maka setamat sekolah ini ditahun 1913, dia [Dahlan Abdoellah] bersama dengan Tan Malaka dan seorang lagi diberi kesempatan untuk beladjar terus di Nederland. Pada tahun itu djuga dia pergi ke Den Haag masuk “kweekschool voor onderwijzer” sampai tammat ditahun 1915.” Cukup jelas bahwa ketiga murid itu dapat berangkat melanjutkan sekolah ke Belanda berkat rekomendasi sang guru, G.H. Horensma.
Sejarah telah mencatat, dua dari tiga sekawan yang dikirim ke Belanda itu akhirnya menjadi terkenal: Ibrahim Tan Malaka menjadi tokoh pergerakan penting (lihat Harry A. Poeze, Verguisd en vergeten: Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische revolutie, 1945-1949. Leiden: KITLV Uitgeverij, 2007, [3 vols]. Sementara Dahlan Abdoellah menjadi aktivis terkemuka Indische Vereeniging, kemudian ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Duta RIS pertama untuk pos Bagdad. Ia wafat ketika sedang bertugas di Irak pada 12 Mei 1950. Saya sedang menyiapkan biografi putra Pariaman kelahiran tahun 1895 itu, yang tahun ini diajukan menjadi pahlawan nasional.
Suryadi – Leiden, Belanda / Singgalang, Minggu, 19 Maret 2017 (Sumber foto: [Nawawi St. Makmoer dan T. Kramer], Gedenkboek Kweekschool Fort de Kock / Kitab Peringatan Sekolah-Radja Boekit-Tinggi, 1873-1908. Arnhem: G. J. Thieme, 1908: 33).
______________________
Dicopas dari blog Engku Suryadi Sunuri: https://niadilova.wordpress.com