Tampilkan postingan dengan label ahmad husein. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ahmad husein. Tampilkan semua postingan

Beberapa kesaksian masa PRRI tatkala Soekarno menginvasi Sumbar


Keterangan foto: Operasi penumpasan PRRI di Sumatera Barat Thn. 1958. Dari kiri kekanan; Letkol Sabirin Mochtar, Komandan Resimen Team Pertempuran dua Brawijaya (RTP 2 Brawijaya), ditengah; Kolonel Achmad Yani (Komandan Operasi 17 Agustus, kemudian jd MenPangad) dan dibelakang yg memakai topi baret, Mayor Sarwo Edhie Wibowo (kemudian jd Dan RPKAD) - FB Buyuang Palala

Sebuah foto dapat bercerita banyak hal, demikianlah nan kami dapati tatkala foto seorang jenderal bersama anak buahnya dikirim pada sebuah grup fecebook yang berlatar penumpasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Foto tersebut akhirnya memancing beragam tanggapan, dan bagi orang tua-tua yang menjalani masa-masa pahit tersebut, kembali mengemuka kenangan lama mereka.

Seperti engku Man Muharisman "Sepertinya A. Yani tidak serius ikut operasi dan kemudian diganti. Yani tahu.." sebuah pendapat yang sengaja digantung dan kemudian ditanggapi oleh engku Man Muharisman "Mungkin sekali karena ia segera diganti dengan Kolnel Pranoto Reksosamudro yang ketahuan bermadalah dalam peristiwa Gerakan 30 September. Diangkat Bung Karno menjadi care taker Pangdad tetapi ditolak oleh Perwira Tinggi (Pati) Angkatan Darat"

Kemudian engku Muchsin ikut berpendapat "Entah mengapa disaat operasi badai, Siliwangi memandang rakyat Sumatera Barat itu saudara. Sehingga mendapat hati rakyat"[1] Yang mendapat tanggapan dari engku Zulhasril Nasril "Siliwangi masuk sebagai finishing touch, dianggap lebih friendly kepada rakyat Minang. Mereka datang pada akhir PRRI (1960)"

Kemudian engku Mohamad Sadikin ikut membalas tanggapan engku Muchsin "Seingat saya dia pernah menjadi Pangdam di Pontianak zaman awal Orde Baru (Orba)[2]. Dia tokoh senior [Kodam] Brawijaya, tetapi orang Sunda. Dia berperan penting dalam mengajak 2 (dua) Batalyon Brawijaya yang mulanya ikut Untung[3] dan berjaga di Lapangan Monas untuk bergabung ke Kostrad tanggal 1 September 1965. Dengan demikian kekuatan Untung susut dari 3 (tiga) bataliyon tempur menjadi 1 (satu) batalyon saja, yakni [batalyon] 454 dari [Kodam] Diponegoro yang terkenal sebagai Banteng Raider yang mengganas di Sumatera Barat [pada masa PRRI]"

Yani & Hussein

Gambar: https://www.facebook.com
Diskusi Tokoh PRRI dengan Letjend Ahmad Yani 1 bulan sebelum dibunuh G30S PKI [Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia]

Tahun 1965 JENDRAL AHMAD YANI MEMGUNDANG ex PRRI [Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia] LETKOL AHMAD HUSEIN KERUMAHNYA (status Tahanan Rumah)

Perbincangan Kolonel Ahmad Yani dg Letkol Ahmad Husein sebelum detik-detik Kematian Pahlawan Revolusi

Jendral Ahmad Yani ; ketika saya tak sungguh sungguh berperang bila persoalan bisa diselesaikan dengan jalan perundingan, selama 3 bulan bertugas di Padang saya dua kali memgirimkan Kurir untuk menyampaikan pesan pribadi kepada husein agar saya bertemu dan mencari penyelesaian tanpa harus berperang tetapi kedua kurir itu hilang dan tak kembali, barangkali ditembak sama anak-anak saudara husein ?

Ahmad Husein: Sang Kolonel Pembangkang

ahusein

Dari latar belakang pun sudah dapat ditebak siapa lelaki yang sedang berpidato di depan massa yang diabadikan oleh foto ini. Beliau adalah Kolonel Ahmad Husein. Lelaki ganteng inilah, lebih-lebih lagi dalam seragam militernya, yang telah mendeklarasikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) bersama kawan-kawannya di padang pada tahun 1958. Tindakannya itu telah menimbulkan perang saudara berdarah-darah di Sumatera Barat. Sebagian orang mungkin memandang peristiwa PRRI sebagai refleksi penunjukan harga diri orang Minang, tapi sebagian lain mungkin beranggapan itu adalah lembaran hitam dalam sejarah Minangkabau.