![]() |
Foto: Tirto |
Pidato Ratu Wilhelmina & Belanda yang Tak Rela Indonesia Merdeka
![]() |
Foto: Jejak Islam untuk bangsa |
![]() |
Foto: wikipedia |
Ilustrasi gambar: republika |
![]() |
Ilustrasi gambar: liputan6 |
![]() |
Ilustrasi Gambar: tirto |
Disalin dari FB Suduik Minang
Disalin dari kiriman FB Alam Melayu Merindu

Oleh : Mestika Zed*
BULAN-bulan terakhir tahun 1948 adalah saat terberat dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Bukan saja karena Republik yang masih usia balita itu harus menghadapi musuh di depan Belanda-tetapi juga ditusuk dari belakang oleh anak-bangsa sendiri, yaitu kelompok komunis (PKI) pimpinan Muso yang mendalangi peristiwa (kudeta) Madiun pada pertengahan September 1948. Klimaksnya ialah terjadinya serangan (agresi) militer Belanda kedua pada 19 Desember 1948. Akibatnya nyaris fatal. Ibu kota Republik, Yogyakarta, diduduki Belanda, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta sejumlah menteri yang berada di ibu kota ditangkap. Sejak itu Belanda menganggap Republik sudah tamat riwayatnya.Akan tetapi, kemenangan militernya itu hanya bersifat sementara. Walaupun ibu kota Yogya jatuh ke tangan Belanda dan Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Hatta dengan sejumlah menteri dapat ditawannya, nyatanya Republik tidak pernah bubar seperti yang dibayangkan Belanda. Suatu titik balik yang tak terduga oleh Belanda datang secara hampir serentak dari dua jurusan. Pertama, dari Yogya dan kedua dari Bukittinggi di Sumatera. Beberapa jam sebelum kejatuhan Yogya, sebuah sidang darurat kabinet berhasil mengambil keputusan historis yang amat penting: Presiden dan Wakil Presiden memberikan mandat (dalam sumber “menguasakan”) kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI di Sumatera. Jika ikhtiar ini gagal, mandat diserahkan kepada Dr Soedarsono, Mr Maramis dan Palar untuk membentuk exile-government di New Delhi, India. Surat mandat tersebut kabarnya tidak sempat “dikawatkan” karena hubungan telekomunikasi keburu jatuh ke tangan Belanda. Namun, naskahnya dalam bentuk ketikan sempat beredar di kalangan orang Republieken.
Ilustrasi: pinterest
SEKILIM SEJARAH TENTANG BUMI PUTERA
![]() |
Sumber Gambar: https://www.facebook.com |
__________________________
Teror Pao An Tui di Medan.
Di zaman revolusi, kebencian rasial melanda rakyat Sumatra Utara ketika sebagian orang Cina memutuskan berpihak kepada Belanda:
Oleh: Martin Sitompul
Teror Pao An Tui di Medan
Lim Seng (tengah bertopi pet) komandan Pao An Tui di Medan berbincang dengan Kapten V Been dari Tentara NICA Belanda. (Arsip Nasional Republik Indonesia).
Sumber Gambar: https://steemit.com |