Sumber Gambar: https://www.facebook.com |
__________________________
Teror Pao An Tui di Medan.
Di zaman revolusi, kebencian rasial melanda rakyat Sumatra Utara ketika sebagian orang Cina memutuskan berpihak kepada Belanda:
Oleh: Martin Sitompul
Teror Pao An Tui di Medan
Lim Seng (tengah bertopi pet) komandan Pao An Tui di Medan berbincang dengan Kapten V Been dari Tentara NICA Belanda. (Arsip Nasional Republik Indonesia).
Kalender baru saja memasuki tahun 1946. Pejuang Republik di kota Medan mendapat kejutan tahun baru: orang-orang Tionghoa mendirikan barisan milisi bersenjata. Pao An Tui namannya.
“Para pejuang Indonesia kini mendapat musuh tambahan justru bukan orang yang asing dengan daerah Sumatra, melainkan mereka yang sudah mengenal lorong-lorong dengan segala gang-gang tikus termasuk liku-liku persembunyiannya,” kata Amran Zamzami, mantan veteran di front pertempuran Medan Area, dalam Jihad Akbar di Medan Area.
Pembentukan Pao An Tui diizinkan oleh tentara Inggris yang bertugas di Medan untuk melucuti tentara Jepang. Nama resminya adalah Chinese Security Corps (CSC). Orang-orang Cina yang tergabung di dalamnya lebih suka menamai diri Pao An Tui (PAT) yang berarti Pasukan Penjaga Keamanan Cina (äæå®).
Beberapa catatan menguak sepak terjang PAT. Sebagaimana disebutkan Edisaputra dalam Bedjo Harimau Sumatera, tentara Inggris melatih sekompi Pao An Tui. Mereka dibekali dengan senjata modern otomatis. Kawasan utama yang diamankan PAT adalah Medan dan Belawan.
Dalam Etnis Cina dalam Potret Pembaruan di Indonesia, Abdul Baqir Zein menulis PAT dibentuk oleh komandan pasukan Inggris, Brigjen Ted Kelly. Dia melatih dan mempersenjatai 110 pemuda Cina. Seorang tokoh Cina bernama Lim Seng ditunjuk sebagai komandan PAT.
Baca juga: Riwayat pembentukan milisi Tionghoa Pao An Tui
Selain pasukan yang solid, pasokan logistik untuk kebutuhan PAT juga terbilang royal. Untuk biaya operasional, PAT mendapat sokongan iuran dari tiap keluarga Cina sebesar 5-7 gulden sebulan. Konsulat China juga turut menyumbang dana untuk kebutuhan sekira seribu personel PAT di Sumatra Timur, yang setiap bulannya menghabiskan 80.000 gulden. PAT tersebar di 14 daerah dengan konsentrasi utama di wilayah Medan, Labuhan, Titi Papan, dan Binjai.
Sejarawan LIPI Nasrul Hamdani menguraikan lebih gamblang lagi bagaimana peta kekuatan PAT. Menurut Nasrul, personel PAT pimpinan Lim Seng sudah dilengkapi dengan perlengkapan dan persenjataan tempur yang memadai. Persenjataan otomatis berlaras panjang dari jenis tommyguns, owenguns, brenguns serta senjata tangan jenis pistol revolver untuk tiap pemimpin unit atau regu. Selain senjata sisa milik Inggris, PAT mendapat senjata yang diberikan Belanda atas perintah Mayjen D.C. Buurman van Vreeden, staf umum AD Belanda di Medan.
Karena dipersenjatai, pemuda-pemuda Cina PAT jadi suka bertingkah. Mereka doyan pamer kekuatan dengan senapan di tangan. Di tengah kota, PAT berlalu-lalang mengadakan patroli dan menjadi penjaga keamanan bagi kelompok etnisnya.
“Banyaknya jumlah personel PAT yang menumpuk di Medan membuat patroli PAT terlihat sangat berlebihan. Dalam satu hari, ada dua sampai lima kali patroli dan kadang menggeledah. Tindakan ini kerap menuai protes warga Cina sendiri,” tulis Nasrul Hamdani dalam Komunitas Cina di Medan dalam Lintasan Tiga Kekuasaan 1930-1960.
Baca juga: Preman Medan dari zaman ke zaman
Di hari-hari selanjutnya, PAT dipergunakan Belanda sebagai kaki tangan dan mata-mata. Dalam beberapa pertempuran, PAT menjadi alat ampuh untuk mengacaukan gerakan pejuang Republik. Bagi Tentara Republik ataupun kelompok laskar, keberadaan PAT jelas bikin resah. Mereka acapkali muncul dan memukul di luar dugaan.
Tak jarang misalnya, ketika berlangsung kontak senjata dengan Sekutu atau Belanda, tiba-tiba sebuah peluru menerjang pasukan Indonesia. Jatuhlah korban. Biasanya tembakan kejutan ini sumbernya datang dari bangunan atau toko-toko dan di saat pasukan Republik dalam keadaan terdesak. Menurut Teuku Alibasyah Talsya, veteran staf penerangan Divisi X, tembakan itu berasal dari senapan serdadu PAT.
“Mereka berlindung di loteng-loteng rumah. Apabila pasukan Republik sedang bertempur berhadapan dengan tentera Belanda, mereka menembak dari belakang,” ujar Talsya dalam Modal Perjuangan Kemerdekaan: Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1947--1948.
__________________________
banyaknya kematian dari kalangan pejuang-pejuang dari pribumi bukanlah dari senjata para penjajah asing tapi letusan senjata dari ruko/kedai Cina yang membuat mati pejuang pribumi berasal dari letusan senjata dari para pembelot tentara Cina (Pao an tui) dari arah toko-toko Cina di sepanjang jalan.
_____________________________
Disalin dari kiriman facebook Rizal Jaenk di halaman Sejarah Sumatera (BhumiMelayu)
Diterbitkan pada 16 Mei 2020