![]() |
Pict: makassar.kompas |
Gambar Ilustrasi: IAIN Tuban
FB: Al Fatah - Yang membuat hati ini bertanya, apa iya di Minang itu "Adat Bersendi Syara' - Syara' Bersendi Kitabullah"??
Ada orang meninggal, dibuat acara makan-makan untuk mengingat kalau dia telah meninggal sekian hari, sekian bulan, atau sekian tahun. Kalau tidak ada uang untuk menyelenggarakan acara tersebut, maka digadaikanlah harta, atau meminjam uang kepada jiran kiri dan kanan. Biarlah susah, asal yang meninggal tidak disebut mati hewan.[1] Padahal membuat acara memperingati kematian, termasuk kategori meratap. Siapa yang meratap maka jenazah kerabat yang meratap akan di azab dalam kubur kata hadis dari Imam Bukhari. Bisa diazab dalam makna sebenarnya, bisa pula azab dalam makna bahasa.[2]
Mencoba berdalih dengan mengatakan "Kami membaca tahlil, shalawat dan mengaji, selepas itu berniat bersedakah, menghidangkan makanan ke orang datang"
Kaka Syantik kita rupanya telah mendapatkan pelipur lara,
Tak perlu menunggu waktu lama,
kini ia telah kembali ke singasana
Sungguh dahsyat itu berita
tak sedahsyat jaringan yang ia punya
atau mungkin juga koneksi keluarga
Sungguh hebat Kaka Syantik kita
Menyalahkan para ulama
demikian juga para pembuat berita
ikut pula nyanyian Si Kaka
![]() |
Gambar: umma |
Sang camat yang terlihat masih muda ini memiliki aku IG dengan nama @dewi.centong sedangkan nama aslinya ialah Dewi Novita. Ia membuat video dengan dirinya sebagai model, berkacamata, dan fashionable, serta pengambilan dan pengeditan gambar yang menarik membuat videonya tak kalah dengan video-video 'kaka syantik & babang tamvan' dari Jakarta.
Berikut postingannya:
Disalin dari kiriman FB Sutan Bandaro Sati
![]() |
Ilustrasi: wikwand |
Keris orang Minangkabau itu di depan, bukan di samping atau di belakang, ada falsafah yang tersembunyi disana mengapa keris orang Minang itu di depan.
“Patah lidah bakeh kalah, patah karih bakeh mati”
[Patah lidah tanda kalah, patah keris tanda mati]
Begitu bunyi pepatah, orang Minang hanya mengangguk pantang untuk membungkuk,[1] jika disuruh atau di paksa membungkuk keris mesti dicabut dahulu, patah karih bakeh mati. Sukar bagi orang lain (bukan orang Minang) untuk memahami falsafah ini, hanya orang Minang yang mengerti itu pun bagi mereka yang arif dan bijak dalam memahami kiasan.
Setiap “kieh” atau kiasan memerlukan kejelian dan ketangkasan dalam berfikir[2] kadang kiasan itu tidak bisa di artikan dengan logika. Falsafah atau kiasan-kiasan inilah yang telah membentuk kepribadian anak Minang baik di kampung maupun di rantau orang.
"sudah melawan, tetap juga diberi".
"agiah bapanokok, unjuak palatiang kecek"
![]() |
Ilustrasi Gambar: Kompas |
Nan ditanya diam tak dapat menjawab, dijawab sendiri oleh Si Angku "Orang Minang mengambil segala sesuatu dari alam, alam takambang jadi guru. Demikian bunyinya.." curai beliau kemudian "Adat nan tak lekang oleh panas, lapuk oleh hujan itu diambil dari perumpamaan yang terdapat di alam. Tahukah engkau apa itu?" tanya beliau lagi
![]() |
Sumber Gambar: https://www.facebook.com |
Kita jawab,
Pertama, ini hanya produk akal-akalan, beragama tidak pakai akal-akalan seperti ini. Namun dengan timbangan dalil dan kaidah-kaidah syar'iyyah. Makanya kata Ibnul Qayyim, "Kebanyakan kesesatan manusia disebabkan karena analogi akal yang rusak".
Kedua, yang mengatakan seperti ini atau yang nge-share, jika menyebabkan orang-orang terkena wabah hingga meninggal, maka ia menanggung dosa membunuh orang lain.
Ketiga, orang yang mengatakan ini, kalau ingin konsisten menggunakan kaidah di atas, berarti ketika ada orang positif terkena Covid-19 atau terduga, maka tidak boleh dilarang ke masjid dan jama'ah masjid tidak boleh menghindar. Yang penting berani dan tawakal! Apakah bisa konsisten menerapkan kaidahnya?
![]() |
Sumber Gambar: http://aimaginer.blogspot.com |
Oleh: Dr. Emeraldy Chatra
Disalin dari: bakaba.co
Orang Minangkabau yang mengkhianati orang kampungnya sendiri tidak terhitung jumlahnya. Mereka adalah orang yang ingin agar budaya Minangkabau dihilangkan dan diganti dengan budaya lain, tanpa menimbang sisi negatif dan bahaya dari sikap dan keinginannya itu.
Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi ka Kitabullah atau ABS-SBK merupakan brand dari sebuah konsepsi filosofis yang menjadi landasan bagi budaya Minangkabau atau budaya Melayu pada umumnya (Takari, 2015). Meskipun brand yang sama juga digunakan oleh orang Melayu Riau (Darussamin, 2014), Melayu Jambi (Rahima, 2014), Kerinci (Tago, 2013), Melayu Asahan (Mailin, 2017) dan Rejang (Devi, 2016) dari penelusuran saya orang Minangkabau yang paling setia dan sering menyebutnya baik dalam tulisan maupun pernyataan verbal. Agaknya yang paling risau ABS-SBK menghilang dari kebudayaannya juga orang Minangkabau. Wallahu’alam.
![]() |
Sumber Gambar: https://wendiahmadwahyudi.wordpress.com |
Oleh Dr. Gamawan Fauzi
TERHAMPAR di sepanjang bibir Samudera Hindia nan biru. Dihiasi sejuta nyiur melambai. Di jajaran Bukit Barisan yang rimbun menghijau, dengan puncak-puncak gunung menjulang ke angkasa, dengan air jernih jatuh di bebatuan, memercik ke udara, bersinar ditimpa matahari, laksana intan bertaburan. Sawah berjenjang-jenjang bak tangga istana, menguning dimusim panen.
Di perkampungan nagari yang bersuku dan beradat, gonjong-gonjong rumah gadang, seperti busur-busur panah berlomba menggapai langit, menjadi spirit kehidupan untuk selalu menjadi terdepan.
Di tengah-tengah komunitas adat yang beradat itu, selalu ada masjid dan surau, menjaga jiwa nagari yang saleh dan tunduk patuh kepada sang khalik.