Ilustrasi: wikwand |
Keris orang Minangkabau itu di depan, bukan di samping atau di belakang, ada falsafah yang tersembunyi disana mengapa keris orang Minang itu di depan.
“Patah lidah bakeh kalah, patah karih bakeh mati”
[Patah lidah tanda kalah, patah keris tanda mati]
Begitu bunyi pepatah, orang Minang hanya mengangguk pantang untuk membungkuk,[1] jika disuruh atau di paksa membungkuk keris mesti dicabut dahulu, patah karih bakeh mati. Sukar bagi orang lain (bukan orang Minang) untuk memahami falsafah ini, hanya orang Minang yang mengerti itu pun bagi mereka yang arif dan bijak dalam memahami kiasan.
Setiap “kieh” atau kiasan memerlukan kejelian dan ketangkasan dalam berfikir[2] kadang kiasan itu tidak bisa di artikan dengan logika. Falsafah atau kiasan-kiasan inilah yang telah membentuk kepribadian anak Minang baik di kampung maupun di rantau orang.
Ada satu lagi kiasan yang sudah jarang di sebut orang:
“Anak Minang tidak merantau kalau tidak berisi”
Makna atau arti secara mendatar orang beranggapan berisi yang di maksud tentulah isi dalam ilmu kebatinan, kalau di artikan dengan mendalam berisi yang di maksud adalah kiasan-kiasan atau falsafah yang membimbing atau menuntun diri si anak Minang dalam menjalani kehidupan di rantau orang.[3]
Secara tidak langsung falsafah ini juga sebagai penasehat dan juga pelindung diri bagi anak Minang dimanapun berada.
Dan banyak lagi kiasan-kiasan yang jadi bekal untuk anak Minang merantau di negeri orang.
Bagi orang Minang Adat dan Syarak sudah sehati tidak dapat di pisahkan lagi dengan orang Minang.[4] Namun hal itu terjadi setelah perang paderi bergulir sehingga dicarilah jalan tengah supaya perang tidak berlanjut. Artinya perselisihan antara adat dan agama sudah pernah terjadi di Minangkabau dan itulah yang harus di hindari.[5]
Memakai makna “sempit” dari [falsafah] "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” harus di hindari. Agar perselisihan di zaman dahulu tidak terjadi lagi dan dimanfaatkan oleh pihak lain dalam kepentingan politiknya.[6] Tidak ada gunanya berfikiran sempit kalau orang Minangkabau harus beragama Islam seperti yang diganyang-gayang oleh sebagian tokoh di Sumatera Barat di tengah kemajuan zaman yang semakin cepat.[7]
Justru ketika orang Minangkabau bangga dengan budayanya maka tunjukkan lah budaya itu mampu menjawab tantangan zaman dengan melestarikan budaya itu bukan menjadikan budaya sebagai bahan berpolitik dan berpolemik. Sehingga keris tidak perlu dicabut dari perut atau di pindahkan ke belakang.[8]
__________
Disalin dari kiriman @Reinja di WAG Rumpun Bahasa Melayu. Untuk melihat asli, scroll ke bawah.
=======
Catatan kaki oleh admin:
[1] Salah satu wasiat orang tua-tua di Minangkabau "Tulang punggung orang Minangkabau itu lurus tiada bungkuk, kepalanya tegak. Tubuh membungkuk dan kepala menunduk hanya kepada Khalik bukan Makhluk" hal ini bersesuaian (diperkuat) oleh salah satu falsafah orang Minangkabau (dan juga Melayu) "Raja Adil Raja Disembah, Raja Lalim Raja Disanggah". Orang Minangkabau bukan penjilat, tukang ambil muka atau suka mengangkat telur. Orang Minangkabau mesti berjalan di atas Syari'at, katakanlah yang Haq itu Haq dan Bathil itu Bathil. Kalau ada yang berlaku sebaliknya maka ia bukan lagi orang Minangkabau. Karena Minangkabau (dan Juga Melayu) bukanlah garis darah ataupun kode genetik (Baca INI)
[2] Maksudnya ketajaman fikiran serta kearifan dalam memaknai sebuah kias. Tentunya untuk dapat memaknai sebuah kias, seseorang harus memiliki dasar-dasar pengetahuan Syari'at dan Adat.
[3] Tidak hanya Ilmu Bathin, orang-orang juga memaknainya dengan Ilmu Silat. Sebanarnya tidak salah, karena sesungguhnya yang dimaksudkan dengan 'Isi" tersebut tidak hanya keduanya. Yang utama ialah ilmu dan pemahaman beragama agar tidak sesat dalam berjalan (hidup) di rantau orang. Kemudian ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan kehidupan, salah satunya ialah keahlian atau orang sekarang kata 'skill' atau 'kompetensi'. Kalau tidak demikian maka alamat ia akan gagal di rantau, salah satu wasiat orang tua-tua di Minangkabau "Dunia ini lapang bagi orang yang banyak ilmunya"
[4] Zaman sekarang berkat hasutan atau terpengaruh dengan orang-orang Pulau Seberang yang mempropagandakan "Budaya Nusantara" dan "Islam Nusantara" sebagian orang Minang dungu tak berakal ikut-ikutan mempertentangkan antara Islam dengan Adat di Minangkabau. Dengan mengagung-agungkan Adat dan mengecilkan Syari'at mereka berusaha mengembalikan orang Minangkabau ke masa Jahiliyah.
[5] Padri merupakan salah satu yang sangat dibenci oleh para penganut "Nusantara" mereka memfitnah, mencaci, dan menghujat Padri. Mereka di Pulau Seberang baru mengalami dialektika Adat dengan Syari'at sedangkan orang Minangkabau hampir 200 tahun nan silam telah melalui dan khatam dengan dialektika tersebut. Dan dengan pongahnya, Orang Minangkabau pula yang hendak mereka ajari (Selengkapnya Baca INI) Terkait falsafah Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah, telah ada sebelum Padri, silahkan baca DISINI
[6] Silahkan baca Minang Menolak Islam Nusantara
[7] Minangkabau [harus] ialah Islam, kalau tidak maka ia bukan Orang Minangkabau. Lihat lagi INI. Terdapat beberapa orang yang mengaku atau merasa Ulama dan beberapa orang pengikut mereka yang baru 'hijrah' dari kehidupan Jahiliyah mereka mendakwah atau menuntut atau memfitnah bahwa Adat Minang itu bertentangan dengan Syari'at. Hal ini karena sistem Garis Ibu yang dipakai orang Minangkabau. Dan mereka menuntut pewarisan harta merata layaknya pada harta pribadi. Hal ini sangat mengherankan karena pendapat mereka tersebut mencerminkan kalau pengetahuan mereka akan Hukum Syari'at sangat dangkal sekali. Mereka tidak dapat membedakan antara Harta Pusaka yang merupakan Harta Waqaf dengan Harta Pribadi serta bagaimana dalam Hukum Syari'at terkait pewarisan keduanya. Demikian juga soal Nasab dengan Suku mereka tak faham, disamakan sahaja. Selengkapnya silahkan dibaca DISINI
[8] Elok kita tukar kata 'BUDAYA" dengan kata "ADAT" karena kata 'budaya' tidak ada dalam perbendaharaan bahasa kita baik di Minangkabau maupun di Alam Melayu. Dan jangan gunakan kata NUSANTARA karena kata itu juga tidak terdapat dalam perbendaharaan bahasa kita. Orang tua kita menggunakan kata Alam Minangkabau dan Alam Melayu serta Alam Islamiyah. Dan Adat Minang bukan Budaya Nusantara, silahkan baca DISINI
Baca juga:
- Hukum Waris Minangkabau di Mata Syariat
- ABS SBK Bukan Islam Nusantara
- Yang Mana Budaya Nusantara Itu?
- Keris Minang
- Keris Pusaka Minangkabau: Suatu Kajian Fungsi, Unsur Visual & Makna
- Kosmologi Minangkabau dan Keris Pusaka Minangkabau
- Permasalahan Keris
- Visualisasi Keris
- Tipologi Keris Minangkabau
- Tipologi Keris Minangkabau & Fungsinya
- Lima Keris yang Melegenda di Indonesia