Ilustrasi Gambar: Kompas |
OPERASI INTELIJEN BELANDA LEWAT ‘PREMAN ‘ UNTUK MEMPROVOKASI PERANG DI MINANGKABAU. (Bagian Ketiga)
Perang Bad’r Minangkabau 1803 - 1845
PADA postingan Bagian Kedua sebelumnya telah dijelaskan bagaimana pasukan Minangkabau di bawah komando Daulat Pagaruyung berhasil menghancurkan benteng-bentengnya Portugis di Pantai Barat Sumatera nyaris tak bersisa. Tentaranya dilibas dan diusir. Hanya sebagian kecil yang berhasil menyalamatkan diri ke wilayah pedalaman untuk bersembunyi.
Sebaliknya dalam sejumlah literasi disebutkan bahwa legitimasi dan kepercayaan masyarakat dan pemimpin Minangkabau kepada Daulat Pagaruyung semakin menguat. Apalagi setelah berita suksesnya pasukan Daulat Pagaruyung mengusir tentara Portugis, menyebar ke berbagai wilayah rantau, atau wilayah Suku Bangsa Melayu lainnya.
Seiring berjalannya waktu, ancaman gangguan keamanan dari Bangsa Penjarah Eropah juga kian meningkat. Hal ini membuat banyak para pemimpin di wilayah Alam Malayu lainnya melapor pada para pemimpin Alam Minangkabau; minta bantuan dan atau mengajak untuk bersama-sama menghadapi kafir Eropah.
Bertolak dari kesuksesan Daulat Pagaruyung menjalankan amanah sebagai Paga Nan Kokoh, maka pemimpin Alam Minangkabau (Pemimpin Luhak Nan Tigo) kemudian memperluas wewenang Daulat Pagaruyung.
Seperti tertuang dalam dokumen-dokumen Belanda, yang antara lain menjadi rujukan Gravenhage, Martinus Nijhof, 1930, untuk bukunya Adat Recthbundels Minangkabausch Gebied, bahwa pada tahun 1636 M Daulat Pagaruyung diberi perluasan kewenangan untuk mengukuhkan dan mengkoordinir Sultan Nan Salapan (Gravenhage, Martinus Nijhof, 1930).[1]
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli juga mencatat peristiwa penting ini di dalam sejumlah bukunya, Pertalian Adat dan Syara’ yang terpakai di Alam Minangkabau Lareh nan Duo Luhak nan Tigo (bukittinggi : tt.p, 1927)
Dalam hal ini jelaslah bahwa Daulat Pagaruyuang diberi wewenang yang lebih luas lagi, sepanjang sesuai ketentuan adat dan restu Pemimpin Alam Minangkabau atau Pemimpin Luhak Nan Tigo.
Adapun 8 (delapan) sultan yang dinobatkan pertama kali oleh Raja Alam Pagaruyung adalah sebagai berikut :
1. Sultan Saripado (untuk Aceh sekitarnya), Kelimpahan dan Keadilan Banten dan Batawi dan sekitarnya.
2. Sultan Mahonjuk (untuk Palembang dan sekitarnya) Kelimpahan dan Keadilannya Lubuk Bolang Pucuk Jambi sembilan Lurah dan sekitarnya.
3. Sultan Muhammad Amin (Untuk Rambau Tambesi sekitarnya) Kelimpahan dan Keadilannya Rokan Kiri dan Rokan Kanan.
4. Sultan Muhisjoddin (Untuk Rao, Mandahiliang-Toba dan sekitarnya) jajarannya berbalik ke Banu Ampu.
5. Sultan Berangas (Untuk Banda Sapuluah sekitarnya) Kelimpahan dan Keadilannya Palembang, Pelangi Bayang, Muko-muko.
6. Sultan Gombak (untuk Sungai Pagu sekitarnya) Kelimpahan dan Keadilannya Gunung Kerinci dan sekitarnya.
7. Sultan Panji Alam (untuk Siak Indragiri sekitarnya) Kelimpahan dan Keadilannya Kualo Kampar dan sekitarnya
8. Sultan Lenggang Alam (untuk Rembau sekitarnya) Kelimpahan dan Keadilannya Nagari Johor, Ujung dan sekitarnya.
Dalam dokumen laporan (semacam berita acara) Pemerintah Penjajah (Belanda) yang dirujuk itu disebutkan bahwa peristiwa penobatan, pengangkatan sumpah Daulat Pagaruyung bersama Sultan Nan Salapan ini berlangsung pada 1053 Hijriah yang bertepatan pada hari Ahad, tanggal 4 Januari 1636. [2]
Acara ini selain dihadiri oleh seluruh unsur pemimpin Alam Minangkabau (Pemimpin Luhak Nan Tigo) termasuk Tuan Gadang di Batipuah dan lainnya, juga dihadiri para pangulu serta perangkatnya dari berbagai pelosok. Sejak itulah Alam Minangkabau atau Alam Malayu kembali berada dalam semacam konfederasi. Terutama karena kepentingan bersama menghadapi musuh bersama, yaitu kaum penjahat dan penjarah Eropah. Artinya, dengan letigimasi yang kuat ini, maka siapapun dari pihak luar Alam Minangkabau (Melayu), tentu akan makin sulit untuk menghancurkan dan menaklukkan posisi stretagis Daulat Pagaruyuang ini.
Pertahanan dan persatuan yang kuat inilah yang membuat Bangsa Eropah ini sangat kesulitan untuk mencengkramkan kukunya di nusantara di berbagai wilayah. Sehingga ini menjadi dendam dan pemicu kebencian mereka kepada masyarakat dan pemimpin di pusat Alam Minangkabau.
OPERASI INTELIJEN MEMANFAATKAN PREMAN
Seperti telah diungkap sebelumnya, maka berbagai upaya dilakukan pihak Bangsa Kafir Eropah untuk bisa masuk ke Pusat Alam Minangkabau, guna memata-matai seperti yang dilakukan rombongan Thomas Diaz, dll. Tujuannya tentulah dalam rangka untuk mempelajari berbagai hal tentang situasi dan kondisi yang kemudian digunakan untuk merumuskan strategi dalam menaklukkan Daulat Pagaruyung khususnya, dan Minangkabau (Wilayah Bangsa Melayu) pada umumnya.
Untuk memuluskan sisat licik ini, pihak Kafir Eropah melibatkan jaringan preman di berbagai daerah untuk menjadi kakitangan mereka. Yang paling licik adalah strategi mereka melibatkan ‘preman’ dari kalangan kerabat Daulat Pagaruyung sebagai gembong candu, pemasok minum-minuman keras, bandar perjudian, bandar sabung ayam, dll
Strategi Bangsa Kafir Eropah ini segera menunjukkan hasil. Buah dari operasi intelijen lewat siasat busuknya ini membuat terjadinya keresahan masyarakat di mana-mana. Masyarakat Minangkabau yang terekenal kuat beragama dan taat pada ajaran ABS-SBK (Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) Syarak Mangato -- Adaik Mamakai, tentu saja tak lagi hanya sekadar protes, tapi mulai terpanggil untuk berjihad dalam rangka menjalankan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
Keresahan demi keresahan meningkat jadi kerusuhan demi kerusuhan. Masyarakat Minangkabau, para niniak mamak dan para Tuanku[3] meminta kepada para preman dan kerabat Daulat Pagaruyung agar menghentikan kemungkaran dan kemaksiatan karena bertentangan dengan ajaran dan syariat Islam.
Upaya damai sempat dilakukan, sehingga terjadi perundingan antara Tuanku dan para pangulu yang memimpin masyarakat Minangkabau dengan pihak kerabat Daulat Pagaruyung yang selama ini justru didaulat atau diamanahkan masyarakat untuk menjaga keamanan Alam Minangkabau.[4]
Namun tidak ada titik terang yang menyatakan mufakat. Sebab pihak kerabat Pagaruyung terbelah antara yang mendukung dihentikannya kemungkaran dan kemaksiatan itu. Sementara yang menjadi kakitangan pihak kaum penjajah tidak mau. Mereka tak menyadari kalau mereka telah termakan umpan siasat licik Bangsa Kafir Eropah. Kenyataan ini tentu akan membuat legitimasi dan kepercayaan masyarakat di pusat Alam Minangkabau dan Kesultanan Alam Melayu[5] terhadap Daulat Pagaruyung sebagai koordinator konfederasi Alam Minangkabau (Melayu) akan terancam.
Padahal dari segi analisa stretagi perang, inilah sebenarnya yang diinginkan pihak Kafir Eropah.
BERAKHIRNYA KEBESARAN DAULAT PAGARUYUNG
Seiring kerusuhan itu provokasi pihak Bangsa Kafir Eropa yang dimotori Belanda dan Inggris juga kian menjadi-jadi. Dengan uang yang berlimpah hasil penjualan candu, para preman yang merasa dibecking oleh kerabat Daulat Pagaruyung (Preman Pagaruyung) juga tak lagi peduli pada protes yang dilakukan masyarakat dan para Tuanku (ulama mereka).
Pihak kerabat Daulat Pagaruyung yang juga menolak maksiat dan kemungkaran juga tak bisa berbuat apa-apa, karena posisi mereka menjadi serba sulit dan terpojok.
Akibatnya masyarakat di pusat Alam Minangkabau dan para Tuanku akhirnya habis kesabaran.
Pada tahun 1815 pecahlah perang antara kedua belah pihak. Puncaknya, adalah ketika pasukan di bawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerbu Pagarruyung. Perang Badr Minangkabau Jilid 1 ini dimenangkan oleh Mujahid Minangkabau, sehingga Sultan Arifin Muningsyah yang merupakan Sultan Pagaruyung terpaksa dilarikan keabatnya ke Lubuk Jambi.
Pada penyerangan itu bahkan dilakukan pembakaran Istano Basa Pagaruyuang. Namun menurut analisis sebagian sejarawan, pembakaran ini justru dilakukan atas perintah pihak Belanda sendiri menggunakan kaki tangannya, namun mereka sengaja menuduhkan bahwa pembakaran itu dilakukan oleh Mujahid Minangkabau di bawah pimpinan para Tuanku. Sehingga perang sebagai buah dari politik pecah belah dan adu domba ini terus berkobar.
Artinya dengan sangat licik Belanda menggunakan masyarakat dan pemimpin pusat Alam Minangkabau sendiri untuk menghancurkan Daulat Pagaruyuang. Sehingga dengan jatuhnya Daulat Pagaruyuang ini otomatis hancurlah dan hilanglah legitimasi Daulat Pagaruyung di mata masyarakat Minangkabau di Luhak Nan Tigo, termasuk juga tentunya di pandangan masyarakat di wilayah konfederasi kesultanan atau kerajaaan-kerajaan nusantara yang dipimpinnya.
Dengan hancurnya kepercayaan masyarakat di pusat Alam Minangkabau pada Daulat Pagaruyung, mereka sekaligus berakhirlah zaman kebesaran Daulat Pagaruyung. Sekaligus hal inilah yang otomatis menjadi penyebab putusnya hubungan konfederasi kesultanan-kesultanan Melayu.
Akhirnya Alam Minangkabau (Alam Melayu) tercabik-cabik. Akibatnya masing-masing Sultan terpaksa bergerak sendiri-sendiri, sehingga tiba waktunya akan menjadi mudah untuk ditaklukkan. Inilah yang menjadi target Belanda pada periode awal Perang Badar Minangkabau itu.
Sehingga setelah itu, mereka bisa fokus menaklukkan pusat Alam Minangkabau, dan Kesultanan Melayu lainnya satu persatu. (HABIS)
Disalin dari kiriman FB: Yulfian Azrial
Tulisan sebelumnya:
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Mungkin maksudnya INI namun kami juga menemukan Tambo yang berjudul sama (pada Tambo tersebut Sutan bukan Sultan) namun isi berbeda DISINI
[2] Mungkin maksudnya INI
[3] Panggilan kepada Ulama pada masa dahulu, dikenal juga panggilan lain yakni Syekh. Pada masa kemudian dikenal juga panggilan Buya.
[4] Dalam sistem ketatanegaraan Minangkabau, Minangkabau merupakan Federasi yang sangat longgar. Posisi Raja Alam merupakan lambang (simbol) pemersatu. Kekuasaan politik dipecah kepada para penghulu pada setiap nagari. Seperti yang disebutkan Luhak Berpenghulu-Rantau Beraja. Peranan Raja terasa di Minangkabau dikala negeri sedang rusuh dimana permasalahan yang timbul apabila tidak dapat diselesaikan ditingkat nagari maka akan dilimpahkan ke Majelis Basa Ampek Balai. Masih belum selesai dilimpahkan ke Majelis Rajo Tigo Selo. Masih belum bersua jua penyelesaian, diserahkan ke Rajo Alam.
[5] Hubungan Raja Alam dengan raja-raja di Alam Melayu lebih pada kekerabatan (pertalian darah). Belum pernah terdengar Raja di Minangkabau mengerahkan askarnya untuk menaklukan suatu negeri. Atau mungkin ada tapi sumbernya belum sampai kepada kami.