Disalin dari kiriman
FB Sutan Bandaro Sati TRADISI BALIMAU
Praktek Memahami Perbedaan Antara "Tubuh, Jiwa dan Ruh". Manusia yang hidup dan sehat tentu memiliki :
Tubuh adalah bersifat fisik. Sedang Jiwa dan Ruh bersifat ghaib dan rohani. Namun Jiwa tidak sama dengan Ruh. Tubuh berbeda sifat dengan Jiwa. Namun Jiwa dengan Tubuh merupakan kesatuan yang utuh.
Ketika seseorang meninggal, maka Jiwa akan hilang dan tubuhnya akan hancur. Namun, Ruh tetap ada, hanya saja Ruh keluar dari tubuh dan berpindah ke alam Ruh.
Karena Jiwa dengan Tubuh merupakan kesatuan yang utuh, maka ketika Jiwa mengalami kerusakan, sakit atau berpisah dengan Tubuh, maka tubuh seseorang yang hidup akan ikut sakit, bukan mati. Kondisi itu biasanya disebut "sakit jiwa" atau "kesurupan".
Penyebabnya bisa internal ataupun eksternal seperti banyak pikiran, kejenuhan, kena tenung,[1] kerasukan roh ghaib, [jin] atau setan yang berperan sebagai kotoran-kotoran yang membuat jiwa menjadi korosi dan sakit. Sakit jiwa yg dialami seseorang ada yang ringan seperti emosi yang labil, muka selalu keruh dan kusam, hilangnya semangat hidup, dan lain lain.
Sedang sakit jiwa yg berat seperti gila, kena tenung, dimasuki[2] roh halus, dan lain sebagainya. Pengobatan bisa dilakukan dari luar dengan memperbaiki jiwa, membersihkan, memurnikan kembali, menghilangkan kotoran-kotoran atau bahkan melakukan pemanggilan jiwa yg berpisah dari tubuh.
Seorang praktisi ilmu jiwa yang mumpuni biasanya akan dapat melihat dan menilai kondisi jiwa seseorang melalui penampakan terang atau redupnya aura tubuh seseorang. Selanjutnya, jika Jiwa tidak kembali baik, maka yang terjadi adalah tubuh yang sakit berkepanjangan dan akhirnya [menyebabkan] kematian.
Pembersihan jiwa dari sakit jiwa yang ringan dalam tradisi kuno Minangkabau sebelum Islam disebut ritual BALIMAU. Tradisi Balimau[3] adalah tradisi mandi menggunakan air campuran jeruk nipis, jeruk purut dan bunga rampai yang dilakukan di pancuran mandi, tepian sungai atau danau.[4]
Tradisi BALIMAU itu hakikatnya bertujuan membersih kotoran pada fisik dan jiwa, memurnikan kembali, menyegarkan dan mengharumkan [badan]. Bukan memuja [makhluk halus seperti]: jin, berbagai jenis hantu, roh-roh ghaib atau dewa-dewa bagi orang dahulu.
Tradisi Balimau adalah warisan dari ajaran
Sinaro (Surayana) yang telah ada di Minangkabau jauh sebelum jaman Hindu dan Budha.
Ajaran Sinaro (Surayana) adalah ajaran kuno dari peradaban Melayu Purba Sumatera. Sesembahan pada ajaran Sinaro disebut HYANG. Sedang para dewa seperti dewa Indra diposisikan dibawah entitas "Hyang". "Hyang" pada ajaran Sinaro adalah entitas sesembahan tertinggi sebagai pencipta alam semesta yg tidak dapat dibayangkan atau dirupakan. Jika ia dapat dirupakan maka itu bukanlah Hyang.Walau dalam ajaran Islam, hakikat Allah S.W.T tidak boleh dikatakan sama dengan Hyang dalam ajaran Sinaro, namun berdasarkan tujuannya dalam sudut pandang ajaran Sinaro, kata Hyang dapat dipadankan dengan kata Rabb atau Illah atau Allah dalam Agama Islam.
Hari ini kita Orang Melayu kerap menyebut kegiatan "shalat" dengan istilah kata "Sembahyang" yang berakar dari kata "Sembah Hyang".
Maknanya sama saja, yakni menyembah penguasa tertinggi, Tuhan Semesta Alam, bukan dewa-dewa seperti pada agama Hindu, dan sudah tentu bukan roh-roh ghaib seperti jin dan setan. Adapun para jin hanyalah makhluk hidup ciptaan Hyang yg bisa digunakan sebagai alat dan sarana untuk berbagai urusan duniawi. Namun penggunaan jin memang beresiko bila pelakunya salah jalan. Alih-alih mendapat manfaat, malahan bisa terpeleset menjadi budak dari jin dan menyembah jin.
Sudah tentu ritual Balimau dijaman dulu sebelum Islam juga dilakukan dengan membisikkan bait-bait mantera tertentu dalam bahasa Minang yang sesuai dengan kondisi jiwa seseorang. Namun seiring masuknya Islam, maka bait-bait mantera tersebut telah digantikan dengan lantunan surat Alfatihah dan ayat Kursi atau ayat-ayat Alqur'an lainnya.
Sedang air jeruk nipis, air jeruk purut dan air kembang atau parfum hanya menjadi sarana yang mendinginkan, menyegarkan dan mengharumkan. Bila tata caranya benar maka biasanya jiwa yang rusak akan kembali pulih. Muka yang keruh akan kembali cerah. Tubuh dan pikiran yang terasa berat dan suntuk akan kembali ringan dan bersemangat. Aura tubuh yang redup akan kembali terang.
Alangkah baiknya dilakukan kajian mendalam terhadap suatu perkara (kebiasaan/adat) sebelum menentukan hukumnya dalam Syari'at.
=====================
kata dalam [] ditambahkan admin
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Tenung atau Santet di Jawa
[2] Kesurupan dalam budaya Jawa atau Kerasukan
[3] Limau berarti Jeruk, kata 'balimau' juga dimaknai mandi dengan menyiram kepala "Lai balimau ang mandi?" artinya Adakah engkau siram kepala engkau ketika mandi tadi?. Dalam tradisi ini, balimau bermakna mandi menyiram kepala yang air penyiramnya merupakan campuran dari limau (jeruk), bunga rampai, dan lain sebagainya. Selengkapnya tentang Tradisi Balimau, silahkan klik DISINI
[4] Pada masa dahulu tempat mandi ialah di 'tapian'. Tapian dapat merujuk ke tepian sungai, danau, pancuran, sumur kampung, atau intinya tempat mandi umum yang jamak terdapat di kampung-kampung di Minangkabau pada masa dahulu. Pada masa kini, Balimau dapat dilakuan di kamar mandi di rumah masing-masing. Tidak mesti bersama-sama, tidak mesti berenang, tidak mesti bersenda gurau, tidak mesti berhura-hura. Hal tersebut merupakan salah kaprah atau penyelewangan nilai terhadap Tradisi Balimau.
==================
Baca juga:
- Balimau
- Ajaran Suryana dan Legenda Sejarah Kuno Bangsa Sunda