Sumber Gambar: https://www.facebook.com |
Sepuluh
bantahan untuk yang mengatakan, "Ke luar rumah berani, ke ATM berani,
ke minimarket berani, ke warung berani, giliran ke masjid, takut corona.
Situ waras?"
Kita jawab,
Pertama, ini hanya produk akal-akalan, beragama tidak pakai akal-akalan seperti ini. Namun dengan timbangan dalil dan kaidah-kaidah syar'iyyah. Makanya kata Ibnul Qayyim, "Kebanyakan kesesatan manusia disebabkan karena analogi akal yang rusak".
Kedua, yang mengatakan seperti ini atau yang nge-share, jika menyebabkan orang-orang terkena wabah hingga meninggal, maka ia menanggung dosa membunuh orang lain.
Ketiga, orang yang mengatakan ini, kalau ingin konsisten menggunakan kaidah di atas, berarti ketika ada orang positif terkena Covid-19 atau terduga, maka tidak boleh dilarang ke masjid dan jama'ah masjid tidak boleh menghindar. Yang penting berani dan tawakal! Apakah bisa konsisten menerapkan kaidahnya?
Kita jawab,
Pertama, ini hanya produk akal-akalan, beragama tidak pakai akal-akalan seperti ini. Namun dengan timbangan dalil dan kaidah-kaidah syar'iyyah. Makanya kata Ibnul Qayyim, "Kebanyakan kesesatan manusia disebabkan karena analogi akal yang rusak".
Kedua, yang mengatakan seperti ini atau yang nge-share, jika menyebabkan orang-orang terkena wabah hingga meninggal, maka ia menanggung dosa membunuh orang lain.
Ketiga, orang yang mengatakan ini, kalau ingin konsisten menggunakan kaidah di atas, berarti ketika ada orang positif terkena Covid-19 atau terduga, maka tidak boleh dilarang ke masjid dan jama'ah masjid tidak boleh menghindar. Yang penting berani dan tawakal! Apakah bisa konsisten menerapkan kaidahnya?
Keempat, Islam menjaga nyawa manusia.
Maka tidak ada dalam Syariat Islam, ajaran yang membahayakan nyawa
manusia. Maka shalat jama'ah ketika membahayakan nyawa manusia boleh
untuk tidak diadakan. Ini bagian dari Syariat Islam. Dan ini bukan
kompetisi berani-beranian, ini masalah menjaga nyawa manusia.
Kelima, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan shalat di rumah
ketika ada hujan dan juga memerintahkan orang yang makan bawang untuk
pulang, juga beliau pernah menjamak shalat padahal tidak ada hujan dan
tidak ada ketakutan. Semuanya dalam rangka mendahulukan menghindari
mafsadah daripada mencari maslahah. Apakah kita akan nyinyir kepada
beliau, “Sama hujan koq takut, sama bau bawang koq takut, tidak ada
hujan koq takut?”. Allahul musta'an.
Keenam, Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan untuk lari dari wabah
sebagaimana lari dari singa, dan memerintahkan jangan masuk ke daerah
wabah, dan memerintahkan diam di rumah ketika terjadi wabah. Apakah juga
akan nyinyir kepada beliau, “Sama wabah koq takut?”.
Ketujuh,
kaum muslimin ketika di Makkah shalat dengan sembunyi-sembunyi. Bahkan
sampai ada yang shalat di kandang kambing. Karena jika terang-terangan
shalat, apalagi di depan Ka'bah, maka akan diganggu oleh kaum [kafir] Quraisy
dan akan terancam nyawa mereka. Apakah kita juga akan nyinyir, “Ke pasar
berani, shalat ke masjid koq takut sama orang kafir?”. Dan imbauan
shalat di rumah di masa wabah ini juga alasannya sama, untuk menjaga
nyawa.
Kedelapan, perbandingan yang dilakukan tidak
apple-to-apple. Disebut juga qiyas fasid (analogi yang rusak). Karena ke
masjid untuk shalat jama'ah atau shalat jum'at ini merupakan bentuk
kumpul-kumpul, yang ini bisa jadi sebab penyebaran wabah. Sedangkan ke
ATM, ke warung, ke minimarket, ini bukan kumpul-kumpul. Maka
perbandingannya keliru.
Kesembilan, orang yang beraktifitas ke
luar rumah di masa wabah ini bermacam-macam. Ada yang memang boleh
keluar karena ada kebutuhan dan ada yang seharusnya tidak boleh keluar.
Namun intinya, kita tidak bisa memaksa semua orang untuk tetap di rumah.
Dan tidak bisa menutup semua tempat-tempat agar tidak didatangi orang.
Andaikan ada yang bisa, mungkin itulah pemerintah. Adapun kita, tidak
bisa. Maka ingat kaidah “Sesuatu yang tidak bisa diraih semuanya, jangan
tinggalkan semuanya”. Dengan kata lain, usahakan yang mampu kita
usahakan. Masjid, masih bisa kita usahakan untuk ditutup. Maka ini kita
usahakan untuk meminimalisir penyebaran wabah. Adapun tempat-tempat
lain seperti pasar, kantor, pabrik, kafe, restoran, maka kita orang
biasa tidak bisa menutupnya. Kecuali kalau kaidahnya, “Sesuatu yang
tidak bisa diraih semuanya, ya sudah tinggalkan semuanya”. Ngga bisa
tutup semua tempat, maka buka saja semuanya.
Kesepuluh, tidak
shalat di masjid bukan berarti tidak shalat dan tidak ibadah. Tetap
shalat dan beribadah di rumah. Jadi ibadahnya tidak berkurang sama
sekali. Maka tidak benar jika seolah menganggap orang yang tidak ke
masjid di masa wabah ini sebagai orang yang kurang ibadahnya.
Walhamdulillah, Allah jadikan bumi seluruhnya bisa jadi tempat ibadah,
tidak terbatas di masjid.
Semoga Allah ta'ala memberi taufik.
(Ust. Yulian Purnama)
Join channel telegram @fawaid_kangaswad
_____________________________
Disalin dari kiriman facebook Dokter Indonesia Bertauhid
Diterbitkan pada 13 April 2020