Tampilkan postingan dengan label Pasar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pasar. Tampilkan semua postingan

SEJARAH PASAR SERIKAT Tigo Baleh LAREH KOTA PAYAKUMBUH

 


Ciloteh Sejarah- Saya mendapat telpon dari Nurul JameeLa untuk dapat bertemu di Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Payakumbuh dan dia membawa temannya Bambang dari Damkar Kota Payakumbuh. Setelah saya tanyakan, apa topik ciloteh bila bertemu dengan saya ?.

Bercerita sekitar sejarah Kota Payakumbuh dan Pasar Serikat Tigo Baleh Lareh Kota Payakumbuh “ Jawab Nurul Jamela

Setelah kami bertemu di lantai 2 Kantor Arsip dan perpustakaan Kota Payakumbuh. Sayapun mulai berciloteh bahwa ibukota Limo Puluah Koto’s (Limapuluh Kota ) pada awalnya di Simalanggang – Payakumbuh (sampai sekarang masih Kecamatan Payakumbuh dari wilayah Kab. Limapuluh Kota), kemudian Payakumbuh ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 1 Desember 1888,[1] Atas perintah Gubernur Jenderal dari Hindia Belanda Nomor 1 dan dicatat pada Staatblad (Lembaran Negara) Nomor : 181 Tahun 1888), yang diterbitkan pada tanggal 7 Desember 1888, Oleh Sekretaris Jenderal, GALLOIS. Bahwa Pajakombo (Payakumbuh) ditetapkan sebagai ibukota Luhak Lima Puluh Kota wilayahnya hanya kecil sesuai dalam peta perkampungan Jawa dan Perkampungan Cina.[2]

Pada Bagian VIII dalam Lembaran Negara No.181 Tahun 1888 tersebut dituliskan batas batas Kota Payakumbuh, sebagai Berikut :

VIII. Untuk ibukota Pajakombo divisi L Kota :
ke utara: jalan pintas dari penanda A, berbatasan dengan pohon pinus tepi kiri Sungai Batang Agam, 20 meter dari tepi parit timur laut benteng militer, untuk berasosiasi dengan jalan utama menuju Sarilamak (marka B); lalu kemudian jalan menuju penanda C, ditempatkan pada arah barat laut membawa jalan setapak; selanjutnya jalur jalan itu melewati penanda D ke marka E pada jalan lingkar utama sekitar Gedung Pemerintah; lanjutkan sepanjang jalan lingkar ini ke penanda F dan akhirnya keluar kutub ini mula-mula ke arah utara, kemudian ke arah barat berjalan jalan setapak di atas penanda G, berdiri di jalan menuju Soeliki, sampai penanda H, berdiri 52 meter dari jalan tersebut;
ke Barat dan ke Selatan: yang terakhir tandai kelanjutan dari jalan setapak tersebut di atas,membentang di sepanjang tepi jalan Barat Laut Sawah Negeri Koto nan Ampek yang ditempatkan di kedua sisi jalan utama menuju Fort de Koek ditempatkan penanda batu; selanjutnya jalan setapak, melewati negri Koto nan Ampek ke pos penanda I yang letaknya 80 meter dari pos besar jauhnya; dari pos ini jalan setapak tersebut di sepanjang perbatasan selatan negeri Koto nan Ampek sampai dimana ini di tanda K yang besar jalan menuju Boea dan Lintau; dan akhirnya jalan ini menuju jembatan batu di atas sungai Agam
Tenggara: dari jembatan terakhir tepi kiri Sungai Agam sampai penanda A
Atas perintah Gubernur Jenderal
dari Hindia Belanda:
Sekretaris Jenderal,
GALLOIS.

Diterbitkan pada tanggal tujuh Desember 1888.
Sekretaris Jenderal,
GALLOIS.
Sementara untuk menjawab Sejarah Pasar Serikat 13 Lareh, Setelah Perang Kamang 1908 L.C. Westeneck di pindahkan ke Batu Sangkar dan pada tahun 1910 di angkat menjadi Asistsen Residen Limapuluh Kota kemudian L.C. Westeneck mengambil prakarsa untuk membangun pasar Payakumbuh yang direncanakan dalam pasar akan dibangun 6 buah los permanen berkerangka besi beratap seng. Letak los tersebut berhadap-hadapan, tiga sebelah kiri tanah milik orang Koto Nan Gadang dan Tiga sebelah kanan tanah milik orang Koto Nan Ampek pada jalan menuju arah Batang Agam
Dana pembangunan los tersebut di pinjam dari locale Fonda Resident Sumatera Weskuts sebesar f 36.000 ( tiga puluh enam ribu gulden) dalam jangka pinjaman 8 tahun. Bersamaan dengan pembangunan tersebut didirikan pula sebuah bangunan berlantai dua dan bergonjong lima (sekitar toko Hizra sekarang dan pada tanggal 23 Desember 1948 di Bom Belanda saat memasuki Kota Payakumbuh agresi Belanda ke-2., yang kemudiannya terkenal dengan sebutan “gonjong limo”, dan ada lagunya :

Payakumbuh sungguh indah permai,
Gonjonglimo dipingirnya balai,
Kota indah penduduknya ramai,
Pemudanya banyak rukun dan damai.

Peresmian dari 6 petak los serta Gonjong Limo tersebut adalah pada tanggal 12-12-1912 dengan dimeriahkan oleh pasar malam 7 hari. Untuk pengelolaan pasar dibentuk badan pasar (pasar Fonds) yang berada dibawah aisten residen.
Untuk keamanan pasar Payakumbuh Etnis Cina dalam Institusi Pemerintahan sebagai Polisi Keamanan Kapiten Cina . Merujuk dalam Regeerings Almanak Hindia Belanda. Tahun 1931 Luitenant der Chinezen Pajakoemboeh adalah Tjoa Kong Bie atau dipanggil Kapiten Cina. Tjoa Kong Bie adalah Kapitein Tionghoa pertama di Pajakoemboeh diangkat 12 Oktober 1918. Dan 26 Juli 1938 Tjoa Kong Bie dilantik menjadi anggota Minangkabau-Raad oleh A.J. Spits Gouverneur van Sumatera. Jabatan sebagai Kapiten Cina di Pajakoemboeh digantikan oleh Tjon Seng Lian untuk memangku jabatan Luitenant der Chinezen Pajakoemboeh sejak 19 Maret 1939. Sementara merujuk Regeering Almanaak tahun 1942) tercatat nama Tjoa Sin Soe menjadi anggota Minangkabau Raad.
Sejak tahun 1912 tersebut berkembanglah pasar dengan sangat pesat karena Asistsen Residen L.C. Westeneck mengambil kebijakan disamping diramaikan oleh pedagang dari etnis Cina dan India (Keling) dia mengundang melalui Tuanku Lareh dari Luhak Agam (Sionok, Guguak dan lain-lain), dari Luhak Tanah Datar ( Rao ), Pariaman dan Pasaman serta untuk meramaikan pasar Payakumbuh awalnya, mereka menetap terlebih dahulu membangun surau (asrama perantau). Surau tersebut sekarang sudah menjadi Masjid.
Mereka dipersilakan membangun pusat pertokaan sekitar dekat pasar los yang enam, maka sejak (anno) 1915 -1935 di sekitar pasar Payakumbuh sudah banyak dibangun rumah-rumah kediaman dan took-toko semi permanen yang mula-mula dibangun dekat pasar oleh orang Cina ada tiga buah, yaitu :

1. Sebuah took yang terletak di Rumah Makan Asia sekarang untuk menampung hasil bumi yang datang dari Koto Nan Ampek.

2. Sebuah took yang terletak di Rumah Makan Gumarang (depan Kantor Pos) digunakan untuk menampung hasil bumi yang datang dari arah Koto Nan Gadang.

3. Sebuah toko terletak di jalan Batang Agam sekarang disebut Toko Kong Yek (mekar) untuk menampung hasil bumi arah selatan.

Mengingat rumah kediaman Tuanku Lareh berjauahan, maka untuk peristirahatannya apabila pergi ke Payakumbuh di bangun Rumah Tuanku 13 Lareh, lokasinya dulu Terminal Sago atau pasar penampungan sekarang berbatasan dengan tembok SMPNI. Sekarang masing-masing rumah Tuanku Lareh berukuran 8 x 10 meter yang dibelakangnya ada dapur, sumur dan kandang kuda dan tempat bendi Bogi.[3]

Rumah Tuanku Lareh tersebut selesai dibangun tahun 1901, yang susunannya berderet memanjang dari jutara ke selatan dengan urutan sebagai berikut :

1. Rumah Gadang Lareh Koto Nan Ampek Lutan Dt. Bagindo Marajo.
2. Rumah Gadang Lareh Koto Nan Gadang Rajo Angkek Bagindo Arab.
3. Rumah Gadang Lareh Guguak Nindih Dt. Pangulu Bagindo Basa
4. Rumah Gadang Lareh Mungka cnabi Ullah Dt.Sinaro Gamuak
5. Rumah Gadang Lareh Batu Hampar Rasyad Dt. Pangulu Basa Nan Kuniang
6. Rumah Gadang Lareh Lubuak Batingkok Kawi Dt.Rajo Pangulu
7. Rumah Gadang Lareh Sungai Baringin Abdullah Dt. Paduko Tuan
8. Rumah Gadang Lareh Sarilamak Rasyad Dt.Dt Kuniang Nan Hitam
9. Rumah Gadang Lareh Payobasuang Lutan Dt. Mulia Nan Kuniang
10. Rumah Gadang LarehTaram Sutan Pamuncak Dt. Pangulu Karuik
11. Rumah Gadang Lareh Limbukan Abdul Rahman Dt. Tumangguang Nan Hitam
12. Rumah Gadang Lareh Situjuah Sutan Nan Kawai Dt. Indo Marajo.
13. Rumah Gadang Lareh Halaban Nabi Dt.Bagindo Simarajo
Gagasan Pendirian Kota Payakumbuh
Panitia desentralisasi pembentukan Propinsi Sumatera Tengah yang ditulis dalam notulen rapatnya rapatnya Nopember 1948-18 Desember 1948 dimana Kabupaten Lima Puluh Kota bernama Kabupaten Sinamar, sementara panitia desentralisasi menerimanya untuk pembentukan enam (6) Kota di Sumatera Barat , yaitu :

1. Kota Padang, luasnya Gemeente Padang yang lama ditambah Teluk Bayur.
2. Kota Bukittinggi, seluruh Nagari Kurai di tambah Gadut.
3. Kota Sawahlunto, luasnya sama dengan kota sekarang.
4. Kota Pajakombo, luasnya Koto Nan IV, Koto Nan Gadang dan ditambah Nagari Tiakar.
5. Kota Padang Pandjang, luasnya seluruh Nagari Gunuang ditambah Silaiang dan Bukit Surungan.
6. Kota Solok, luas Nagari Solok. Dengan catatan apabila Solok menjadi tempat kedudukan Bupati sebagai ibu Kabupaten
Yang menurut rencana di mulai terhitung 1 Januari 1949 akan diresmikan. Berhubung terjadi agresi Belanda II 19 Desember 1948 maka rencana Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah ini tidak jadi terealisasi.
Setelah tertunda sekian lama rencana pembentukan dan pendirian Kotamadya Pajakombo, yang menjalani beberapa fase sejarah dan berbagai peristiwa mulai Agresi Belanda kedua tahun 1948 s/ 1949, dan lahirnya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ) yang berakhir dengan diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI oleh Belanda.
Kemudian sejarah mencatatnya , gagasan untuk menjadikan Pajakumbuah menjadi daerah otonom dan berhak mengatur diri sendiri tahun 1950 kembali mengapung. Dimana pada waktu itu Bupati Lima Puluah Koto adalah H. Darwis Dt.Toemangguang dengan Sekdanya H. Anwar ZA yang didukung oleh tokoh masyarakat Koto Nan Gadang Noer Basyar Dt. Mamangun nan Hitam dan tokoh masyarakat Koto Nan Ampek Biran Marajo Alam
Melalui sidang Pleno II DPRD tanggal 27 April sampai 2 Mai 1950 secara prinsip menyetujui pembentukan Kota Kecil Payakumbuh. Wacana ini dilanjutkan dengan melaksanakan pertemuan antara tokoh masyarakat Kewedanaan Payakumbuh dengan Pemerintah pada tanggal 28 Juli 1950 bertempat di gedung Perguruan Mahad Islamy. Dan juga pada konperensi kerja Pamong Praja pada tanggal 26 Agustus 1950 serta pada tanggal 16 Septemmber 1950 bertempat di sekolah Muhammadiyah Bunian, masyarakat sangat mendukung keingginan ini.
Namun karena adanya perubahan politik yakni Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil kesepakatan Meja Bundar di Denhag yang mana Sumatera Barat dengan sebagaian daerah lainnya di Sumatera tetap bagian Republik Indonesia. Maka keinginan ini belum terealisasi .
Pada tahun 1954 H.Darwis Darwis Dt.Toemangguang Bupati Kepala Daerah Kabupaten Limapuluh Kota membuat Peraturan Daerah (Perda) tanggal 7 September 1954 Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pengangkatan Wali Pasar Payakumbuh yang berkedudukan sama dengan Kepala Nagari Koto Nan Ampek dan Koto Nan Gadang, dan ini mendapat tantangan dari penduduk dari kedua Kenagarian itu. Kantor Kepala Pasar Payakumbuh berada pada Dinas Pemadam Kebakaran (DAMKAR) sekarang. (catatan nama-nama Wali pasar sejak 1954-1970 belum bertemu catatannya)
Hal itu berjalan terus dengan segala proses pertumbuhan dan perkembangan dari masyarakat banyak.
Kemudian semangat ini bangkit kembali, dengan keluarnya UU No.8 tahun 1956, tanggal 24 Februari tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil, dimana pada pasal 1 huruf e berbunyi: Pajakumbuh dengan nama Kota Kecil Pajakumbuh dengan batas-batasnya ditetapkan dengan peraturan Menteri.
Undang-undang ini disambut hangat oleh masyarakat yang ada di Kewedanaan Pajakumbuh sehingga atas prakarsa Wali Nagari Koto Nan Ampek diadakanlah musyawarah Nagari yang bertempat di [Perguruan] Mahad Islamy pada tanggal 24 Maret 1956. Dan dilanjutkan dengan pertemuan dengan pemerintah pada tanggal 8 November 1956.
Untuk memenuhi pembuatan Peraturan Menteri dalam hal batas Kota Kecil, maka konsep Peraturan yang menurut konsep yang akan dijadikan Kota Kecil Pajakumbuh ialah sekitar daerah yang padat penduduknya dan rapat perumahannya, yaitu kesebelah barat sampai ke Tonggak Bendera, kesebelah timur sampai ke Simpang Benteng, sebelah utara sampai ke Bunian dan sebelah selatan sampai ke Labuah Basilang. Makanya dibuatlah tugu Batas Kota Kecil di tongak bendera seperti yang masih ada berdiri sampai sekarang.
Dalam perkembangannya, dalam catatan C. Israr yang saya baca masalah batas adalah turut menimbulkan kesulitan untuk merealisisr Kodya Payakumbuh. Masyarakat Koto Nan Gadang dan Koto Nan Ampek tidak mau menerima konsep batas-batas tersebut karena dapat memotong dan membelah-belah kedua nagari dan akan memecah kesatuan hukum adat nagari dan konsep luas Kota Payakumbuh perlu di musawarahkan kembali, dan konsep tersebut tidak berkembang karena terkendala dengan adanya peristiwa Pemerintah Revolusioiner Republik Indonesia (PRRI)
Setelah daerah aman, dan pada tahun 1970 rencana untuk menjadikan Pajakumbuh menjadi Kota kembali menghangat sehingga lahirlah Keputusan Gubernur nomor 95/GSB/1970 dan ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Bupati Nomor KPTS 16/BLK/1970 tanggal 1 Agutus 1970 tentang pembentukan Panitia Realisasi Kotamadya Payakumbuh dengan Ketuanya C. Israr
Panitia bekerja keras untuk mempersiapkan data-data dari nagari yang akan bergabung menjadi Kota Madya Payakumbuh. Dengan berorientasi ke masa depan yang jauh, mengingat kecerdasan masyarakat dan perkembangan penduduk, serta pertalian adat dan kebudayaan, sosial ekonomi, maka tujuh kenagarian menyatakan sikap siap bergabung dengan daerah otonom Kota Payakumbuh, yaitu : Kenagarian Koto nan Ampek, Koto Nan Gadang, Lampasi, Tiakar, Payobasuang, Air Tabik dan Limbukan Aur Kuniang.
Berkat kerja keras dari seluruh panitia dengan didukung oleh berbagai unsur yang ada di Payakumbuh maka lahirlah suatu keputusan bersama tentang 7 (tujuh) nagari dan 73 jorong yang bergabung dan disatukan dalam Kotamadya Payakumbuh. Ketujuh nagari tersebut adalah : Koto Nan Gadang ( 25 jorong), Koto Nan Ampek (22 jorong ), Lampasi (3 jorong), Tiakar (3 jorong), Payobasuang (3 jorong), Aia Tabik( 8 jorong), dan Limbukan (9 jorong ). Luas wilayah yang termasuk wilayah Kotamadya Payakumbuh 7.908 ha, atau ± 80 km2.
Untuk menentukan batas yang akan dituangkan oleh Menteri Dalam negeri dalam Peraturan Pemerintah, maka pada tanggal 12 Nopember 1970 , diadakan musyawarah yang dihadiri oleh Pemda Lima Puluh Kota, Panitia realisasi, Camat Pajakumbuh, camat Harau, Camat Luhak dan 15 orang wali nagari dari nagari sepadan [perbatasan]. Dalam musyawarah inilah ditentukan batas-batas Kotamadya Pajakumbuh sesuai dengan barih balabeh masing-masing nagari yang diwarisi semanjak dahulu, dengan titik 0 di sepakati stasiun kereta api (Toko Budiman Sekarang), Catatan sekarang ada tiga titik 0 selain di depan Toko Budiman Stasiun, yakni dekat Sate atau kantor Pajak dulu, dan ada di SMPN I Payakumbuh yang dapat berubah titik tapal batas dan rawan menimbulkan konflik tapal batas)

Adapun tapal batas yang disepakati di tahun 1970 yaitu ;

Batas jalan jurusan Piladang/ Bukit Tinggi, ialah di Aie Taganang atau Kuciang Dapek (cucian mobil sekarang ).
Batas jalan jurusan Tanjung Pati/ Pekan Baru, ialah di Padang Gantiang ada tali Bandar kecil.
Batas jalan jurusan Suliki, ialah sebelah utara jembatan Lampasi
Batas jalan jurusan Taram, ialah tungua jua, sebelah timur jembatan batang Sikali.
Batas jurusan Batang tabik, ialah kincie Cino atau disebut juga Kubu Kacang.
Batas jalan arah ke Situjuah, ialah di Limau Kapeh.
Dan pada hari itu juga dilanjutkan pemancangan tapal batas Kotamadya Pajakumbuh yang disaksikan oleh masyarakat dan tokoh masyarakat dari nagari yang sepadan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 8/1970 tanggal 17 Desember 1970 yang menetapkan Kota Pajakumbuh sebagai Kotamadya Pajakumbuh. Sedangkan radiogram Mendagri nomor SDP.9/6/181 menegaskan, hari peresmian Kota Pajakumbuh dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 1970 dengan walikota pertama Drs. Soetan Oesman setelah Kota Solok diresmikan. Dengan di ketua oleh A.Syahdin ( Bupati Limapuluh Kota) maka peresmian dilaksanakan oleh Amir Machmud, yang diiringi dengan dentuman meriam pusako 7 (tujuh) kali yang diikuti dengan pemukulan tabuah (Jawa: bedug), maka ditetapkanlah tanggal 17 Desember sebagai “ Hari jadi Kotamadya Pajakumbuh dan sekarang bernama Payakumbuh” yang terus diperingati setiap tahunnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1982 tentang Pembentukan Kecamatan Padang Panjang Timur, Kecamatan Padang Panjang Barat di Kotamadya Daerah Tingkat II Padang Panjang, Kecamatan Sawahlunto Utara, Kecamatan Sawahlunto Selatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kecamatan Tanjung Harapan di Kotamadya Daerah Tingkat II Solok, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kecamatan Payakumbuh Barat dan Kecamatan Payakumbuh Timur di Kotamadya Daerah Tingkat II Payakumbuh Dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, maka 7 nagari yang masuk ke Kota Payakumbuh Administrasinya menjadi Kelurahan.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka penggunaan istilah "Kotamadya" diubah dengan istilah "Kota" sehingga secara resmi kemudian sebutan "Kotamadya Payakumbuh" diganti menjadi "Kota Payakumbuh".

Saya menulis karena berpikir,
Saya berpikir karena membaca,
Saya membaca untuk menjawab pertanyaan para sahabat.
Ditulis kembali oleh Saiful Guci di Lapau Kasiah Bundo, 4 Juni 2025

=========

Catatan Kaki oleh Admin:

[1] Mungkin maksudnya Afdeeling Lima Puluh Kota, karena pada masa Belanda tidak dikenal 'Kabupaten' di Sumatera Barat. 

[2] Maksudnya wilayah Kota Payakumbuh sekarang tidak sama dengan wilayah Kota Payakumbuh masa Kolonial Belanda. Tidak hanya Payakumbuh, kota lain di Sumatera Barat juga demikian, contohnya Bukit Tinggi, silahkan lihat Peta Bukit Tinggi DISINI.

[3] Bogi atau Bugi, merupakan jenis kereta kuda beroda dua yang dapat memuat satu orang kusir dan satu orang penumpang yang duduk disebelahnya. Contoh Kereta Bugi ini dapat dilihat di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta.

CORONA MENYEBABKAN PHK?

Gambar Ilustrasi: https://capitalandmain.com
Oleh: Mardigu WP


BI (Bank Indonesia) akhirnya intervensi Rupiah yang melemah Selasa [24 Maret 2020] dengan guyuran hampir 18 bilion [milyar] dolar atau setara 300 Triliun Rupiah. Laju pelemahan Rupiah mata uang Asia Tengara ini tertahan kejatuhannya.

Di Bursa Saham yang juga ambrol sudah 2 [dua] kali diintervensi dengan Buy Back oleh para pemegang saham, namun kenyataannya tidak tahan juga arahnya terus kebawah. Sampai berapa lama saham jatuh? Kapan kita masuk ke pasar membeli saham murah, saham apa yang layak di beli?

Pasar Serikat Agam Tuo [IV]

Pasar Ateh Bukittinggi Dulunya Koto Rang Agam


Kamis, 02 November 2017 - 11:56:18 WIB
Pasar Ateh Bukittinggi Dulunya Koto Rang Agam Pasar Ateh Tempo Dulu (ist)
Laporan: Kasra Scorpi

Pasar Atas atau Pasa Ateh Bukitting kembali terbakar Senin (30/10) untuk ketiga kalinya, sekitar 800 petak toko dan kios ludes dengan kerugian mencapai triliunan rupiah.

Pasar yang merupakan sentra ekonomi masyarakat Luhak Agam ini sejak berdiri merupakan pasar ritel dengan sistem dagang konvensional berciri khas, diwarnai "ago maago" antar penjual dan pembeli, di sekitar pertokoannya berjualan pedagang kaki lima dengan aneka barang dagangan berupa kuliner, produk kerajinan dan produk industri.

Sertifikat Pasar Serikat Agam Tuo [III]

oleh

Terkait Pasar Ateh, Asraferi Sabri Tulis Surat Terbuka untuk Presiden RI

Asap membumbung saat terbakarnya Pasar Ateh Bukittinggi beberapa waktu lalju. (*)
BUKITTINGGI – Warga Agam Asraferi Sabri menyampaikan surat terbuka kepada Presiden RI terkait persoalan Pasar Ateh, Bukittinggi. Dalam suratnya, Asraferi menyampaikan keresahan niniak mamak pemangku adat dari 40 nagari yang ada di Luhak Agam (Kabupaten Agam, Sumbar sekarang) karena dugaan tindakan sepihak Pemerintah Kota Bukittinggi menguasai lahan eks. Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi, seluas 1,8 haktare. Cara menguasai lahan tersebut dengan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bukittinggi menerbitkan Sertifikat tanah atas nama Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi. Padahal lahan/tanah tersebut bukan milik pemerintah. Tanah tersebut adalah lahan/tanah Hak Ulayat Adat bersama/serikat 40 Nagari di Agam, Sumatera Barat sesuai Undang Adat Minangkabau.
Berikut Suratnya: 
 
Surat Terbuka
untuk Presiden Republik Indonesia
Luhak Agam, 15 April 2018
Kepada Yth.:
Bapak Presiden Republik Indonesia
Ir. Joko Widodo
di Jakarta
 
Dengan hormat
Assalamualaikum wr.wb
 
Bapak Presiden, harapan dan doa kami kiranya Bapak selalu sehat dan dilindungi Yang Maha Pelindung dalam memimpin Republik ini. Amin.
 
Bapak Presiden, Senin pagi, 30 Oktober 2017 lalu, Pusat Pertokoan Pasar Atas, Bukittinggi, Sumatera Barat terbakar. Musibah itu membuat 673 orang pedagang pemilik toko tidak bisa lagi berusaha. 
 
Perhatian dari pemerintah pusat untuk segeranya Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi dibangun sangat menggembirakan sehingga perekonomian masyarakat bisa segera bangkit. Home-Industry dan UKM/UMKM bisa berproduksi kembali.

Tarikh\4.Tarikh Bukit Tinggi\3.Pasar

Pasar Bawah 1980an

 

[caption id="" align="aligncenter" width="1024"] Picture: Minangkabau Heritage[/caption]

Pasa Bawah in 1980's, the location is unknown, we can see on this picture the daily life on of the market on Bukit Tinggi.


___________________________


Tidak didapat keterangan pasti perihal lokasi persis dari foto ini diambil. Tampak mobil minibus pertama yakni Daihatsu Hijet dan Suzuki Carry menjadi angkutan umum (angkot) sedang parkir di tepi jalan. Juga tampak beberapa bendi yang ikut pula parkir, bercampur baur parkir mereka. Ditambah dengan para pejalan kaki yang berlalu-lalang dari dan ke pasar. Tampaknya sudah semenjak dahulu jalur pejalan kaki (pedestrian) tidak mendapat tempat dan para pejalan kaki tidak dipelihara hak-haknya.


Serta juga kita lihat jajaran payung-payung orang berdagang, dahulu ramai orang menggunakan payung ini sebagai tempat berlidung dari panas dan hujan. Kini telah ditukar dengan payung terpal.


 

 

Woman Trader

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture: Tropen Museum[/caption]

Marktvrouwen met hun koopwaar, Fort de Kock, Sumatra`s Westkust || Market Women with their merchandise, Fort de Kock, Sumatra's west coast. December 5, 1932


Looked this female trader, use veil and umbrella to cover them from the sunshine. This picture most likely taken above of Janjang Gantuang.
__________________________


Perempuan di pasar dengan barang dagangan mereka, Bukit Tinggi, Pantai Barat Sumatera. 5 Desember 1932


Tengoklah para perempuan yang sedang berjualan ini,  menggunakan kerudung dan payung untuk melindungi mereka dari sengatan matahari. Kemungkinan besar gambar ini diambil dari atas Jambatan Gantuang.

Night Market




[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture: Tropen Museum[/caption]

Pakam Malam, Jaarmarkt, Fort de Kock, 1907 || Palam Malam, Fair, Fort de Kock, 1907


We think this picture taken from the day not in the night, and maybe the camera in that time not support for picture on the night. We absolutly sure that this picture taken from Pasa Ateh but from what side? We not sure yet.


In this picture we  can see few of European Mans and Woman also a child there. The gate with Minangkabau style was very unic, we not found this gate in present time.

Market Atmosphere in Bukit Tinggi

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture : Tropen Museum[/caption]

Markt te Fort de Kock, Sumatra || Market in Fort de Kock (Bukit Tinggi)

The market atmosphere in Bukit Tinggi, the place, where this picture taken, and  the year is unknown. Until now the traders has do the same thing but in another form. In the past the trader use katidiang and also th buyer. We can see how they to dress, all of woman used Baju Kuruang who has lost in present time.


The Bukit Tinggi goverment has make a regulation for the employees to used Baju Kuruang for woman in Friday but the new regulation from Ministry of Internal Affairs said that they should used "batik". Batik was from Java that is not known in Melayu Culture.




[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture: Tropen Museum[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture: Tropen Museum[/caption]

Markt te Bukittinggi, West-Sumatra, waar woensdags en zaterdags 40.000 mensen komen
Date: voor/before 1942 (voor of in) || Market in Bukittinggi, West Sumatra, where on Wednesdays and Saturdays 40,000 people come. Date: on / before 1942 (for or)


This is one of athmosphere of market in Bukit Tinggi, many mans and kids. In another picture, in first picture we just see the woman and this second and third picture we just see the man and  boys there. We also can see the loos building in the background, is this in Pasa Ateh or another market in Bukit Tinggi? we dont know yet.


This market held twice in a week on Wednesday and Saturday every week. Until now this market was held in every Wednesday and Saturday in Bukit Tinggi





[caption id="" align="aligncenter" width="515"] PIcture: Tropen Museum[/caption]

Verkoop van kokosnoten op de markt (pasar) te Bukittinggi, West-Sumatra || Selling coconuts on the market (pasar) in Bukittinggi, West Sumatra. 


Looked to their smile, the man has very ineresting when his picture taken and show two of coconut.

Sociƫteits Roads

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture: Tropen Museum[/caption]

Rijtuigen rijden elkaar tegemoet op de SociĆ«teitsweg in Fort de Kock || Hansome Cab driving towards each other at the SociĆ«teits Road in Fort de Kock (Bukit Tinggi). 1880-1940.


SociĆ«teits Roads the name of this road in Colonial time, now people knows that as Jam Gadang Roads. This road toward Pasa Ateh.  From another picture we just can see the picture taken from Pasa Ateh towards Societeit Building. Now on this picture we can see from another side.


________________________________


Bendi berjalan dari arah saling berlawanan di Jalan Societeit di Bukit Tinggi. 1880 - 1940


Jalan Societeit namanya di masa kolonial, sekarang orang-orang lebih mengenalnya dengan nama Jalan Jam Gadang. Dari beberapa gambar kita selalu melihat pemandangan daria arah Pasa Ateh menuju Gedung Societeit. Namun sekarang kita dapat melihat gambar dari sudut pandang yang berlawananan.

Pasa Banto sebelum 1941

[caption id="" align="aligncenter" width="587"] Picture: Tropen Museum[/caption]

Repronegatief. Markt (pasar) te Bukittinggi, West-Sumatra. Before 1941.


On this picture we can see the Padati (caravan) parking place, maybe in Pasa Banto. We can see the roof of the Pasa Bawah loods. And there was Nyiak Djambek Mosque. We think that this picture taken from Kampuang Bawah Pasa in the  hillside.


_____________________________


Pada gambar ini dapat kita lihat tempat parkir Pedati yang kemungkinan ialah Pasa Banto sekarang. Kita dapat melihat atap dari lood Pasa Bawah. Dan disana dapat kita lihat pula Surau Nyiak Djambek. Kami rasa gambar ini diambil dari Kampuang Bawah Pasa yang terletak di lereng bukit.

European Woman in Pasa Ateh

[caption id="" align="aligncenter" width="613"] Picture: Minangkabau Heritage[/caption]

The Pasa Ateh in Bukit Tinggi in 1926, from this picture we can see the loods building clearly. There are one European woman with her two kids. Also two Minangkabau kids stand looked to the camera, looked this two kids cloth. We dont know in what loods she standing but we can see the letter "Pasa Ateh" on that loods.


_________________________


Pasa Ateh di Bukit Tinggi pada tahun 1926, dari gambar ini kita dapat melihat bangunan loods secara jelas. Tampak seorang perempuan Eropa bersama dua orang anaknya. Dan juga dua orang anak Minangkabau, tengoklah cara berpakaian mereka. Kami belum dapat mengetahui di lods manakah mereka berdiri, namun tampak pada gambar tulisan "Pasa Ateh" pada bangunan loods.

Heritage Bereaved

[caption id="" align="aligncenter" width="1280"] PIture: Sir Andre Wirya[/caption]

This show us the effect of earthquaqe at 2007/2009 in Bukit Tinggi. This building has shophouse in Pasa Ateh at Bukit Tinggi.

[caption id="" align="aligncenter" width="1280"] Picture: Sir Andre Wirya[/caption]

What can we do, the nature has own decision.

 

[caption id="" align="aligncenter" width="1280"] Piture: Sir Andre Wirya[/caption]

We wish a few of us have recorded wit picture or anything else.

___________________________

Peningalan Bersejarah Berduka, gempa yang terjadi pada tahun 2007/2009 di Sumatera Barat telah memberikan dampak yang sangat signifikan bagi Peninggalan Bersejarah di Bukit Tinggi. Bangunan ini merupakan banguna ruko yang terletak di Pasa Ateh.

Pasa Ateh

[caption id="" align="aligncenter" width="450"] Picture: Bukittinggi Tempoe Doeloe[/caption]

Pasa Ateh with no year, we can see the merchants with their equipment like the big umbrella which made from bamboo. We dont yet where is this location ecatly happen, and we can see there still stand Banyan tree. Could it from before 1900?

________________________

Tidak kami temukan keterangan tahun pada gambar, gambar ini memperlihatkan keadaan Pasa Ateh. Tampak para pedagang beserta peralatannya, yang menarik minat kami ialah keberadaan Tuduang Gadang yang kini telah dapat kita katakan telah jarang dipakai oleh orang. Tuduang Gadang ini terbuat dari betung (bambu).

Menarik perhatian kami tentang keberadaan pohon Beringin yang disana. Mungkinkah gambar ini berasal dari masa sebelum tahun 1900?

Janjang Gantuang, Pasa Bawah, Kawasan Persawahan

[caption id="" align="aligncenter" width="400"] Picture: Minangkabau Tempoe Doeloe[/caption]

Janjang Gantuang (Pedestrian Bridge), Pasa Bawah, and The Rice Field in the present that place full with settlements. No year in this picture.

____________________

Janjang Gantuang, Pasa Bawah, dan Kawasan Persawahan. Pada masa sekarang, kawasan persawahan tersebut telah dipenuhi oleh pemukiman penduduk. Tidak ada keterangan tahun pada gambar.

Pasa Ateh from Jam Gadang

[caption id="" align="aligncenter" width="500"] Picture: Sumatera Barat Tempo Dulu dan Kini[/caption]

Many comment said that this was Pasa Ateh and from another source we found that this condition in the Dutch Agression II in Bukit Tinggi. In the right side there has a stairs, that is Janjang Gudang and far in there was rice field where possibilities Kampuang Tangah Sawah. And the road there towards to Pasa Lereang.

[caption id="" align="aligncenter" width="852"] Piture: Minangkabau Tempo Dulu[/caption]

This second picture show us the situation before war (maybe), we add here the comment of this picture by Mr. Suftiman Bandaro Mudo:
This photo is taken from the Pasa Ateh from above the Jam Gadang (Clock Tower).  Just try to watch behind The Bendi's there is Janjang Gudang (Warehouse Stairs) are being repaired or being cemented.
While next to fence it is the location of its Market (Pasa Batingkek) currently enjoys. You notice at the entrance there is a statue of a tiger (I know + - 1969an). And most end in this photo on the right is the mosque of Jamil Jambek (Surau Nyiak Djambek) in Pasa Bawah / Kampuang Tangah Sawah (Tangah Sawah Village). Of course the road at the edge of the fence is in the direction Labuah/Pasa Lereng (Slope Market) And next to her is a building of shop Pasa Balakang - Rear Market (Jln Kumidi / there are now only own a new building)

______________________________

Banyak komentar (pada status yang memuat gambar ini) bahwa ini ialah Pasa Ateh dan berdasarkan informasi yang kami dapati pada beberapa sumber menyebutkan kalau gambar ini ialah gambar dimasa Agresi Belanda II di Bukit Tinggi. Pada bagian kanan tampak ada sebuah jenjang (tangga) menuju ke bawah, itulah Janjang Gudang dan jauh di sana dapat pula kita pandangi sebuah kawasan persawahan, kemungkinan disanalah Kampuang Tangah Sawah. Dan jalan yang lurus (berlawanan dengan arah tuck) tersebut menuju ke Pasa Lereang.

Foto kedua memiliki keterangan dari Bapak Suftiman Bandaro Mudo:

Foto ini adalah Pasar atas dan diambil dari atas Jam Gadang...
coba anda perhatikan dibelakang bendi2 itu adalah Janjang Gudang nampak sedang diperbaiki atau sedang disemen ....
sementara disebelah pagar itu adalah lokasi Pasar Bertingkat sa'at ini..
anda perhatikan di pintu masuknya ada patung harimau ( saya tahu +- 1969an)...
dan paling ujung pada foto ini kanan atas ituh adalah Masjid Jml Jambek di Pasar Bawah/Kmp Tengah Sawah....
tentu saja jalan di tepi pagar ini adalah arah ke labuah Lereng...dan di samping nya adalah bangunan toko2 di Pasar Belakang ( Jln Kumidi /masih ada sekarang cuma sudah bangunan baru)...
.....demikian mohon koreksi....

Jam Gadang & Bemo

[caption id="" align="aligncenter" width="448"] Picture: Abdi Rasul[/caption]

Jam Gadang in 1970, this picture taken from Pasa Batingkek front of Jam Gadang. We can see there in front of Pasa Batingkek was Bemo Parking Place. Bemo is one kind of Transportation Vehicle wich has been vanished in Indonesia. This is unic vehicle, have three wheel with bumper taper.

There beside Jam Gadang we see a building, we dont know yet, The Pos Office or another office. Also we can see tupical architecture of Shop House front of Jam Gadang. In peresent time the typical.

____________________

Jam Gadang pada tahun 1970 an, gambar ini diambil dari atas Pasa Batingkek di hadapan Jam Gadang. Kita dapat saksikan di hadapan Pasa Batingkek ini terdapat tempat parkir Bemo. Bemo adalah salah satu jenis alat trasportasi di Indonesia yang telah punah. Alat transportasi yang satu ini sangat khas karena memiliki tiga roda dan bagian depannya yang lancip.

Janjang Gantuang

[caption id="" align="aligncenter" width="474"] Picture: Eliza Fondia[/caption]

No year on this picture but we sure that this is Janjang Gantuang (Pedestrian Bridge) from Pasa Lereang. From this picture we can see the loods of Pasa Bawah and behind there was rice field. There is one stairs beside the beridge, in present time the stairs has no more.

____________________

Gamba ini tidak bertanggal ataupun tahun, tapi kami yakin kalau gambar ini ialah gambar dari Janjang Gantuang dari arah Pasa Lereang. Dari gambar ini masih tampak bangunan los di Pasa Bawah serta di belakangnya ialah bangunan persawahan. Tampak satu buah jenjang di samping jembatan, pada masa sekarang jenjang itu telah tiada.

Market in Bukit Tinggi

[caption id="" align="aligncenter" width="640"] Picture: Minangkabau Tempo Dulu II[/caption]

The atmosphere at one of market in Bukit Tinggi in 1951, just looked to this picture, how traditional, we can find this atmosphere on present time. 

________________________

Suasana pada salah satu pasar di Bukit Tinggi pada tahun 1951. Lihatlah gambar ini, betapa tradisionalnya, kita takkan menjumpai suasan serupa ini pada masa sekarang.

Market Day in Bukit Tinggi

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] PIcture: Minangkabau Tempo Dulu[/caption]

This picture show us situation at market day in Bukit Tinggi in 1915-1940. There is shophouse building, maybe this picture taken in Pasa Ateh.

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Picture: Tropen Museum[/caption]

Matrassenverkoopster op de markt (pasar) te Fort de Kock, Sumatra || Saleswoman mattresses on the market (pasar) to Fort de Kock, Sumatra.


________________________________

Gambar Pertama menunjukkan keadaan pada Hari Pekan di Bukit Tinggi sekitar tahun 1915-1940. Tampak bangunan ruko, mungkin gambar ini diambil di Pasa Ateh

Gambar kedua memperlihatkan para perempuan pedagang kasur dimasa itu. Dahulu kasur kapas merupakan barang mewah berlainan dengan sekarang yang sudah menjadi biasa bahkan terkadang payah lakunya. Zaman sekarang kasur springbedlah yang menjadi barang mewah.