![]() |
Pict: Bobogrid |
apahabar - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD menjelaskan negara telah memberikan hak atas tanah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, kepada perusahaan. Dia mengatakan surat keputusan (SK) terkait pemberian hak atas tanah itu dikeluarkan pada 2001 dan 2002.
“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha [HGU]. Itu Pulau Rempang. Itu Tahun 2001, 2002,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/9). Seperti dikutip Antara.
Namun pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain.
Konflik Tanah Pulau Rempang: Hak Rakyat, Kepentingan Swasta, dan Konflik Kepentingan Pemerintah
![]() |
Pict: Gatra.com |
Oleh: Achmad Nur Hidayat
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
flashlombok - Konflik tanah di Pulau Rempang telah memperlihatkan betapa rumitnya pertarungan antara hak asasi rakyat, ambisi bisnis swasta, dan dilema kepentingan pemerintah. Sebagai bangsa yang berdiri di atas prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,[1] kita harus merenung: apakah kita telah memenuhi janji tersebut?
Sejarah mencatat bagaimana masyarakat adat Pulau Rempang, yang terdiri dari Suku Melayu, Suku Orang Laut, dan Suku Orang Darat, telah bermukim di pulau tersebut sejak 1834. Mereka bukanlah pendatang, melainkan bagian dari warisan budaya dan sejarah bangsa ini. Namun, ironisnya, mereka yang telah berakar kuat di tanah ini, kini terancam oleh kepentingan bisnis dan pemanfaatan tanah melalui HGU.[2]
Sejarah Pulau Rempang Yang Sudah ada Sejak Era Penjajahan, Kontroversi Pembangunan Eco City
![]() |
Pict: CNN Indonesia |
Radar Muko Muko - Seperti diketahui, belakangan ini tengah ramai terkait dengan Pulau Rempang di Batam. Dimana dikawasan ini akan dibangun Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam yang dikenal sebagai Rempang Eco City. Di tangan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang berinvestasi sebesar Rp 381 triliun, wajah Pulau Rempang akan diubah menjadi kawasan investasi terpadu di atas lahan seluas 17 ribu hektare.
Rencana ini penuh kontroversi dan mendapat penolakan dari masyarakat setempat yang tak ingin digusur dari tanah dan rumah mereka sendiri. Karena bagi warga Rempang yang mayoritas Bangsa Melayu, pulau ini adalah tanah tempat tinggal mereka sejak dulu kala, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Terkait dengan Pulau Rempang, pulai ini memiliki luas kurang-lebih 165 km², posisinya masuk dalam wilayah pemerintahan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan rangkaian pulau besar kedua yang dihubungkan oleh enam buah Jembatan Barelang.
![]() |
Pict: Flash Lombok |
Sumber: www.riaupos.jawapos.com > Opini - Sejarah Pulau Rempang - Irfan A G (Mahasiswa S3 Pendidikan Universitas Riau)
Link:
https://riaupos.jawapos.com/6322/opini/18/09/2023/sejarah-pulau-rempang.html
Terima kasih telah mengunjungi website kami
apahabar - Pulau Rempang ternyata menyimpan sejarah panjang. Pernah dikunjungi Belanda, dan didiami tentara Jepang di masa Perang Dunia II.
Kasus kekerasan yang terjadi di Pulau Rempang menarik perhatian publik. Cerita perebutan penguasaan tanah yang dilakukan penguasa jadi latar belakangnya. Demonstrasi warga berujung tindakan represif aparat.Semua bermula dari informasi relokasi seluruh penduduk di pulau tersebut. Tujuan relokasi adalah untuk mendukung rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang yang rencananya akan dibangun menjadi kawasan industri, jasa, dan pariwisata bernama Rempang Eco City.
Relokasi ini mendapat penolakan dari 7.500 warga yang menghuni Pulau Rempang. Sebab Rempang adalah rumah mereka berabad lamanya. Penduduk Rempang mengatakan mereka telah tinggal di pulau tersebut sejak tahun 1834.Turun temurun mereka menetap dan membangun pulau tersebut. Lalu atas nama pembangunan dan investasi mereka semua akan direlokasi. Jika mereka pindah, maka akar budaya mereka akan hilang.
![]() |
Gambar Ilustrasi: Tajdid |
Sabtu tanggal 24 Desember 2022 menjadi hari yang penuh kemalangan, setidaknya yang terekam oleh kami terjadi tiga kecelakaan di jalan yang menghubungkan Bukit Tinggi - Padang dan satu di Padang Pariaman. Kemalangan pertama terjadi di jalan yang menghubungkan Lubuk Alung dengan Bandar Pariaman, terjadi antara onda dengan oto, sang pengemudi onda meninggal di rumah sakit. Kejadian ini berlaku pada pukul lima pagi hari, sejauh pengetahuan kami keadaan lalu lintas pada pagi hari memiliki tingkat keganasan sendiri. Banyak oto yang melaju dengan sangat kencang karena merasa pada waktu pagi - apalagi sebelum subuh - labuh lengang.
Kemalangan berikutnya berlaku pada pukul 2.15 (ada juga yang menyebutkan 2.55) di pendakian yang dikenal dengan 'belokan Semen Padang'[1], dimana satu buah oto terjepit diantara dua truk. Menurut sumber sementara, hal ini berlaku karena truk yang sedang ditarik mengalami putus tali derek di pendakian yang mengarah ke Padang Panjang. Akibatnya truk tersebut berjalan mundur dan melanggar oto (agya) di belakangnya.
Berselang sekitar satu jam kemudian di pendakian Sialaiang Kariang, dimana satu truk tidak kuat menanjak dan berjalan mundur sehingga melanggar satu onda matik (vario), satu oto minibus (calya), serta dua vespa. Menurut beberapa sumber terdapat korban jiwa namun pada kanal berita daring yang kami baca, menunggu keterangan selanjutnya. Kejadian ini berlaku pada pukul 3.30 petang.
![]() |
Picture: Phesolo |
Koeli Ordonantie