Ilustrasi Gambar: saribundo.biz |
MINANGKABAUNEWS.COM, PADANG — Pernyataan Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj [SAS] Falsafah Adat Minang ABS-SBK [Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah] Merupakan Islam Nusantara memantik polemik di kalangan tokoh Ranah Minang, salah satunya datang dari Ketum MUI Sumbar, Buya Gusrizal Dt. Palimo Basa.
Ketum MUI Sumbar, Buya Gusrizal mengungkapkan Pertama, ini menunjukkan bahwa yang berbicara tak mengerti etika ilmiah karena berbicara tentang sesuatu yang tak dimengertinya.
Kedua, bagi siapa yang mengerti ABS-SBK, malah akan menolak Islam Nusantara, karena kalau sesuai dengan Islam Nusantara tentu sudah lahir Islam Minangkabau. Yang terjadi malah sebaliknya. Implementasi Islam Nusantara saat ini yang mengarah kepada sinkritisme, malah dalam sejarah menjadi pemicu gerakan pembaharuan di Minangkabau yang pada akhirnya melahirkan ABS-SBK-ABSB-SMAM.
“Saya sarankan agar Aqil Siradj mengurus adatnya saja, tak usah mengurus adat orang lain,” tutur Buya.
“Beragama sesuai dengan budaya. Itu teori Snouck[1] untuk menghancurkan perjuangan rakyat aceh dahulunya. Dalam ABS-SBK malah terbalik dari apa yang dikatakan Aqil Siraj itu. ABS-SBK merupakan komitmen untuk menyesuaikan budaya dengan agama,” imbuh Buya.
Lanjut Buya, Jadi, ibarat ungkapan “tak tahu mana ujung dan mana pangkal”, begitulah pandangan SAS terhadap adat Minangkabau. Makanya, lebih baik dia bicara dalam perkara yang difahaminya sajalah”.
Sebelumnya Kiai Said Aqil.di Padang, Sabtu, (27/11), katanya, sebenarnya dengan falsafah adat Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), Sumatera Barat sudah merupakan Islam Nusantara banget.
“Bagi NU memandang budaya itu sebagai infrastruktur agama. Sehingga umat beragama menjalankan kewajiban agamanya disesuaikan dengan budaya yang sudah. Kita temui acara mauludan, pakai sarung, kopiah hitam di kepala, pemakaian beduk di masjid sebagai tanda masuknya waktu shalat, semuanya itu bukanlah berasal dari Arab. Semua itu merupakan budaya yang dikaitkan dengan nilai-nilai agama. Sejak itu semua hal di atas menjadi bagian dari kegiatan keagamaan,” tutup Kiai Said Aqil Siradj[2]
Baca juga: Minang Menolak Islam Nusantara
Disalin dari Minangkabau News
Catatan Kaki oleh admin:
[1] Snouck Hugronje merupakan seorang ilmuwan Belanda yang berpura-pura masuk Islam, belajar ke Islam ke imam-imam di Mekah diberi nama Islam Abdul Gafur dan kemudian mendapat julukan Syeckh Abdul Gafur oleh masyarakat Aceh. Datang ke Aceh dikala Perang Sabil sedang berkecamuk dengan riwayat pendidikan agamanya di Tanah Arab. Diterima sebagai imam dan guru di Aceh tatkala Belanda sedang kewalahan menghadapi perlawanan rakyat Aceh. Selalu mengirim laporan berkala kepada petinggi Belanda terkait keadaan sosial, budaya, dan agama masyarakat Aceh. Memberikan berbagai saran dalam menghadapi pertempuran dan untuk menaklukan orang Aceh kepada petinggi Belanda. Salah satu ucapannya yang terkenal dan membuat rakyat Aceh terpecah belah ialah:
"Bukankah dalam syari'at kita diharamkan melawan para pemimpin kita?" yang diamini oleh rakyat "Lalu sekarang kenapa kita melawan Belanda? Bukankah mereka pemimpin kita!?"
Hal ini menimbulkan kegoncangan dari sekalian rakyat karena keluar dari mulut seorang ulama terkemuka yang tak diragukan kedalaman ilmu agama dan kesalehan (pura-pura yang ditampakkan)nya. Maka mulai melemahlah perlawanan rakyat dalam Perang Sabil.
[2] Sarung berasal dari India, kita masih melihat orang-orang di India dan negara-negara Indocina masih memakainya. Kopiah berbeludru hitam merupakan warisan Arab atau ada juga yang mengatakan Turki. Bedug tidak ada di Minangkabau yang ada ialah Tabuah keduanya tampak sama secara fisik namun berbeda. Baik dari proses pembuatan ataupun bahan-bahan yang digunakan. Ada yang mengatakan berasal dari Cina (mungkin bedug yang dari Cina) namun hampir disetiap kebudayaan alat seperti Tabuah dipakai dan digunakan oleh masyarakatnya.