Tampilkan postingan dengan label makassar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makassar. Tampilkan semua postingan

Kontroversi Aru Palaka

 


Kami terkejut tatkala membaca sebuah pertanyaan di salah satu Grup Fesbuk yang diajukan oleh Tuan Rahman, begini bunyinya "Bagaimana Sejarah Kedatangan Aru Palakka di Banyuwangi, Madura dan Minangkabau?" dan tentu sahaja karena kami tiada memahami maksud sebenar dari pertanyaan ini kami mencoba mencari jawaban di kolom komentar, maka kami dapatkanlah; 

Akun Mangkasar menjawab "Ikut ke VOC,[1] Karena La Tenri Tatta Arung Palakka dan Pasukan Bugis[2] lainnya serta pasukan Ambon pimpinan Jongker adalah Pasukan bayaran dan Kaki Tangan VOC" kemudian beliau melampirkan sebuah arsip berbahasa Belanda;


yang artinya: Semua budak dan abdi perempuan berdarah Makassar Aroe-Palakka Serahkan, dan selalu siap berperang melawan Makassar atau musuh lainnya dari perusahaan ( VOC ). Sementara dia bersumpah lebih jauh untuk dirinya sendiri dan penerusnya tidak pernah mengangkat senjata melawan Perusahaan ( VOC ), tapi tetap setia padanya selamanya, apa adanya.

Tuan Akmal Bintang agaknya tak sependapat "Kerjasama Pemerintahan VOC, karena La Tenri Tatta laki laki yang terbaik pada zamannya"

"Ya betul, Arung Palaka terbaik diantara orang orang Sulawesi yang terburuk." jawab Tuan Maman Ntoman tak sependapat.

PERANG BERDARAH : PERTARUNGAN GOWA VS VOC BERSAMA KOALISINYA

 

Pict: Pustaha Depok

FB Edi Kurniawan - Dari Buton - Bantaeng - Makassar
Deskripsi Perang :
Pagi hari tanggal 24 November, armada meninggalkan jalan-jalan Batavia, setelah doa diadakan disemua gereja di sana pada tanggal 18. Di antara pihak berwenang di atas kapal juga ada pangeran Bone yang terkenal Aroe Palakka, yang melarikan diri dari negaranya karena siksaan orang Makassar, dan pemimpin orang Ambon, kapten Joncker yang termasyhur.
Di mana sebagian besar kekuatan pergi ke darat. Pertempuran sengit terjadi di sini, di mana Aroè Palakka terluka. Akhirnya musuh melarikan diri, dan sekarang seluruh wilayah ini, "menjadi pewaris raja dan salah satu tempat makan utama di Makassar ”, hancur total. Selain Bantaeng sendiri, sebuah kota dengan 1.000 rumah, lebih dari 30 desa, seratus kapal, dan 3.000 muatan beras dibakar.

KEMENANGAN DI BOETON
________
Boeton, tempat armada berlabuh pada Hari Tahun Baru 1667. Ternyata, seperti yang sudah digosipkan, kota ini dikepung oleh tentara Makassar; 15.000 orang datang dengan 450 kapal, dipimpin oleh Montemarano dari Makassar. Kebutuhan di Boeton meningkat dan jika Speelman datang seminggu kemudian, kota itu tidak akan mampu bertahan.
Pada hari yang sama terjadi penyerangan terhadap tentara Makassar; pertempuran pertama sangat sengit, dan banyak yang terbunuh dan terluka di kedua sisi. Keesokan paginya musuh tampaknya telah meninggalkan perkemahannya di pantai dan bercokol di pedalaman di sebuah bukit. Sejumlah besar orang Bugis, yang ditekan untuk didukung oleh orang Makassar, membelot ke Belanda hari itu ketika mereka mengetahui bahwa Aroe Palakka bersama Speelman di armada.

Perebutan pengaruh antara Khatolik (Portugis) dan Islam (Ternate) di Makassar.

 

Pict: IDN Times

FB Edi Kurniawan - Pada abad XVI, dan lebih khusus lagi pada tahun 1544, Sulawesi bagian Selatan telah mendapat upaya misionaris. Di prakarsai oleh orang awam Antonio de Payva dan dilanjutkan oleh pastor bernama Vicente Viegas yang datang ke Makassar dari Malaka[1] pada tahun 1545 dan bekerja disana selama tiga tahun sebelum kembali ke Malaka. Sejak upaya misionaris Makassar ini telah disebutkan berkali-kali dalam berbagai surat dari Misionaris, tetapi tidak ada kelanjutan dari karya tersebut.
17 November 1556, P. Bilthasar Diaz S.J. menulis tentang Makassar, “bahwa“ disana tinggal tiga pangeran Kristen, yang jika tidak ada yang pergi untuk “membantu misi mereka" maka akan binasa (keluar dari Khatolik)”

JEJAK DIASPORA MELAYU DI TANAH MAKASSAR

 

JEJAK DIASPORA MELAYU DI TANAH MAKASSAR

Penggunaan sebutan Ince'/Incek di depan nama diri menunjukan bahwa ia masih berdarah Melayu. Misalnya Ince' Noordin, Ince' Abdullah dsb.
Sepanjang kurang lebih 150 tahun telah terjadi perkawinan campuran di antara para bangsawan Bugis-Makassar dengan orang-orang Melayu. Keturunannya tidak lagi menyebut diri sebagai orang Melayu melainkan menyebut diri orang Bugis atau orang Makassar. Identitas yang menandakan bahwa seseorang masih berdarah Melayu hanya terlihat pada titulatur nama diri dan sebutan-sebutan dalam kekerabatan. Penggunaan sebutan Incek di depan nama diri menunjukan bahwa ia masih berdarah Melayu digunakan secara terbatas, sementara penggunaan nama panggilan Pa‘Daengang yang menunjukkan predikat kebangsawanan atau tubaji oleh seorang tubaji/tudeceng lebih popular digunakan.
Dalam Kota Makassar itu hingga sekarang ada terdapat daerah Kampung Melayu, yang dulu memiliki kepalanya sendiri yang diberi gelar Ammatowa Kampung Melayu. Orang Melayu di Bandar Makassar kebanyakan mengurusi pelabuhan, bahkan ada yang menjadi syahbandar dan masuk jajaran menteri di Istana Gowa-Tallo.
Sejak kedatangan orang-orang Melayu ke Kerajaan Gowa (Makassar), peranannya tidak hanya dalam perdagangan dan penyebaran agama, tetapi juga dalam kegiatan Sosial-Budaya dan bahkan dalam birokrasi. Besarnya jumlah dan peranan orang-orang Melayu di Kerajaan Gowa menyebabkan Raja Gowa XII, I Mangarai Daeng Mammeta Karaeng Tunijallo (1565-1590), membangun sebuah masjid di Mangallekana untuk kepentingan orang-orang Melayu agar mereka betah tinggal di Makassar, sekalipun ia sendiri belum beragama Islam.

PENGGULINGAN dan PENGASINGAN "Sultan Muhammad Ali, raja Gowa ke-18"

 

Foto: wikipedia
Disalin dari kiriman FB Makasar Hostory & Heritage


PENGGULINGAN dan PENGASINGAN
"Sultan Muhammad Ali, raja Gowa ke-18"
Selama periode ini Sultan Abdul Jalil hanya mendapat sedikit dukungan dari orang-orang Makassar, itu karena aliansinya dengan Arung Palakka. Banyak yang tetap setia kepada Sultan Muhammad Ali, saudara laki-laki Abdul Jalil yang digulingkan dari tahta sebagai raja Gowa yang ke-18.
Orang-orang Kampong Beru' mengacu pada Sultan Muhammad Ali dan loyalitasnya yang tinggal di pengasingan di kota baru ini, sebuah perkampungan di sebelah Fort Rotterdam. Mereka mengirim surat kepada Abdul Jalil menawarkan untuk membiarkan dia tinggal di perdamaian jika dia akan menyerahkan Sudanga kepada mereka. Ini sama saja dengan turun tahta sebagai penguasa di mata orang Makassar.

HUBUNGAN BANGSA MAKASSAR & MINANG KABAU

Foto: rumusbilangan.com
Disalin dari kiriman FB Makasar History & Heritage

HUBUNGAN BANGSA MAKASSAR & MINANG KABAU
Hubungan Makassar dan Minangkabau terjalin pada masa abad Silam.
Datuk Ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam di Kerajaan Gowa dan Tallo
Dalam Catatan Naskah Lontaraq Patturioloang Gowa berbunyi ;
ᨆᨈᨆᨕᨗ ᨑᨗᨈᨕᨘ ᨈᨘᨍᨘ ᨊᨆᨁᨕᨘ ᨕᨑᨙ ᨀᨒᨙᨊ ᨕᨗᨕᨀᨘ ᨆᨅᨔᨘ ᨊᨗᨀᨊ ᨕᨗ ᨆᨂᨑᨂᨗ ᨕᨑᨙ ᨄᨆᨊ ᨕᨗ ᨉᨕᨙ ᨆᨑ ᨅᨗᨕ ᨕᨑᨙ ᨕᨑᨊ ᨊᨗᨀᨊ ᨔᨘᨖ ᨕᨒᨕᨘᨉᨗ ᨊᨔᨄᨘᨒᨚ ᨈᨕᨘ ᨕᨑᨘᨕ ᨆ ᨁᨕᨘ ᨊᨆᨈᨆ ᨕᨗᨔᨗᨒ, ᨆᨑᨀᨅᨚ ᨕᨄᨔᨖᨉᨀᨗ ᨀᨚᨈ ᨓᨂ ᨕᨑᨙᨊ ᨄᨑᨔᨂᨊ ᨀᨈᨙ ᨈᨚᨁᨒ ᨕᨑᨙ ᨀᨒᨙᨊ ᨕᨆᨙᨄᨚᨄᨗ ᨑᨗᨕᨄ ᨊ ᨄᨆᨈᨚᨕ ᨑᨗᨈᨊᨍ ᨊᨊᨗᨀᨊᨆᨚ ᨕᨗ ᨉᨈᨚ ᨑᨗ ᨅᨉ ᨊᨄᨈᨆᨂ ᨕᨗᨔᨗᨒ ᨀᨑᨕᨙᨂ ᨔᨒᨄ ᨅᨂᨗᨊ ᨅᨘᨒ ᨍᨘᨆᨉᨙᨒᨙ ᨕᨓᨒ ᨑᨗᨕᨒᨚᨊ ᨍᨘᨆᨀ ᨆᨙᨔᨙᨊ ᨔᨙᨈᨙᨅᨙᨑᨙ ᨑᨘᨕᨄᨘᨒᨚ ᨕᨑᨘᨕ ᨖᨙᨍᨙᨑᨊ ᨊᨅᨗᨕ ᨔᨒᨒᨖᨘ ᨕᨒᨕᨗᨖᨗ ᨓᨔᨒ.
"Mantamai ritaung tudju nama’gau’ areng kalenna, iangku mabassung nikana I Mangngarangi areng paman’na I Daeng Manra ‘bia areng Ara ‘na nikana sulthan Alau ‘ddin, nasampulo taung anrua ma ‘gau ‘ namantama Isilang, Marangkabo ampasahadaki, kota Wanga arenna para’sanganna, Katte Tonggala ‘areng kalenna, ammempopi riappa ‘na Pammatoang ritanaja nanikanamo I Dato ‘ri Bandang; napantamanga Isilang Karaenga salapang bangnginna bulan Djumadele ‘ awwala’, riallona Djumaka, mese’-na Septembere ‘ ruampulo anrua, hejera’na Na ‘bia Sallalahu alaihi wasallang "

MINANGKABAU DAN BUGIS - MAKASAR.

Sumber Gambar: https://www.facebook.com

Islam pertama kali masuk ke Sulawesi Selatan diperkirakan pada abad ke-17 diawali dengan kedatangan tiga mubalig dari Minangkabau, yaitu Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro, dan Datuk ri Patimang. Tiga mubalig ini berhasil mengislamkan elite-elite kerajaan Gowa-Tallo dan menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan pada tahun 1607.

Mereka [ketiga mubalig] dikenal dengan nama Datuk Tellue (Bugis) atau Datuk Tallua (Makassar), yaitu: [1] Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populer dengan nama Datuk ri Bandang; [2] Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih populer dengan nama Datuk Patimang; serta [3] Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal dengan nama Datuk ri Tiro.

Datuk Mahkota Sultan Pagaruyung

Sumber Gambar: https://www.facebook.com
Datuk Mahkota Sultan Pagaruyung
dan Sejarah Minangkabau di Sulawesi
Penulis: Firdaus Marbun, Undri (Peneliti BPNB Sumatera Barat)
Foto: Undri (Peneliti BPNB Sumatera Barat)

Banyak diantara kita yang tidak tahu tentang kiprah Datuk Mahkota Sulthan Pagaruyung ini. Kita sadari dalam literatur sejarah Minangkabau tanah kelahirannya. Keberadaan Datuk Mahkota Sultan Pagaruyung sulit ditemui. Beliau seakan tengelam oleh peran yang dimainkan oleh tiga orang dato’ yakni:
  • Dato’ri Bandang, 
  • Dato’ Patimang, dan 
  • Dato’ ri Tiro 

terutama dalam proses penyebaran agama Islam di daerah Sulawesi Selatan. Hanya saja kita terbantukan dengan literatur yang ada di daerah Sulawesi yang mengupas tentang sejarah kiprah tokoh ini dan dikaitkan dengan penyebaran Islam di daerah tersebut.