Kontroversi Aru Palaka

 


Kami terkejut tatkala membaca sebuah pertanyaan di salah satu Grup Fesbuk yang diajukan oleh Tuan Rahman, begini bunyinya "Bagaimana Sejarah Kedatangan Aru Palakka di Banyuwangi, Madura dan Minangkabau?" dan tentu sahaja karena kami tiada memahami maksud sebenar dari pertanyaan ini kami mencoba mencari jawaban di kolom komentar, maka kami dapatkanlah; 

Akun Mangkasar menjawab "Ikut ke VOC,[1] Karena La Tenri Tatta Arung Palakka dan Pasukan Bugis[2] lainnya serta pasukan Ambon pimpinan Jongker adalah Pasukan bayaran dan Kaki Tangan VOC" kemudian beliau melampirkan sebuah arsip berbahasa Belanda;


yang artinya: Semua budak dan abdi perempuan berdarah Makassar Aroe-Palakka Serahkan, dan selalu siap berperang melawan Makassar atau musuh lainnya dari perusahaan ( VOC ). Sementara dia bersumpah lebih jauh untuk dirinya sendiri dan penerusnya tidak pernah mengangkat senjata melawan Perusahaan ( VOC ), tapi tetap setia padanya selamanya, apa adanya.

Tuan Akmal Bintang agaknya tak sependapat "Kerjasama Pemerintahan VOC, karena La Tenri Tatta laki laki yang terbaik pada zamannya"

"Ya betul, Arung Palaka terbaik diantara orang orang Sulawesi yang terburuk." jawab Tuan Maman Ntoman tak sependapat.

Tuan Akmal Bintangpun membalas "Dan Orang Bugis menikmati kemenangan yang nyata pada Perang Makassar yang sangat dahsyat itu"[3] 

Tuan Maman Ntoma tak hendak kalah "Dan ahirnya mampus juga karena dikhianati oleh Belanda pasca modarnya Arung Palakka."

"Tidak mampus, maka anak cucu La Patau Raja Bone lagi yang kelak memimpin perang di Sulawesi melawan Belanda, dan bersama pejuang lain memerdekakan Indonesia. Dua kali Kemenangan yang berbeda lawan dan berbeda Zaman." balas Tuan Akmal Bintang

 Tuan Maman tergelak "Yang ditangkap diasingkan ke Bandung thn 1905 itu siapa? Dan Ekspedisi Bone[4] itu tujuannya apa? kalau bukan untuk menghancurkan Raja Bone dan pengikutnya/rakyat Bone. Ha..ha..ha..."

 "Ini  perlu diluruskan, anggapan bahwa terburuk, ketika La Tenri Tatta bergabung dengan VOC, tujuannya untuk memerangi penindasan Kerajaan Gowa[5] kepada  Suku Bugis yang diperbudak dan tidak manusiawi. Ketika itu La Tenri Tatta melakukan perlawanan kepada Kerajaan Gowa, akan tetapi kalah oleh kepiawaian perang Kerajaan Gowa, karena kalah perang kemudian kari ke Mandar dan Buton,[6] kemudian tetap masih mendapat intervensi dari Kerajaan Gowa. Akhirnya hijrah ke Batavia mencari alternatif meminta bantuan kepada VOC.

Akan tetapi proses itu perlu pembuktian dan pengabdian yang harus ditunjukkan La Tenri Tatta. Bahwa tanam budi perlu/membantu pergolakan terhadap VOC. Walaupun setelah menimbang lama, akhirnya menerima perintah itu demi misi yang lebih besar La Tenri Tatta dalam membebaskan rakyat Bugis dari jeratan kawat besi Kerajaan Gowa" Tuan Andi Armin mencoba membantu "Walaupun saya berasal dari Suku Bone dan Gowa, tetapi mencoba menetralkan hal yang menjadi tabir persepsi yang tidak diketahui khalayak dalam sejarah kelam Kerajaan Gowa dan Bone" tambahnya

Tuan Maman Ntomapun tak hendak kalah "Jangan menggunting-gunting proses kronologi sejarah. Tahun 1666 Arung Palaka,  Jonker[7] dan VOC menghancurkan Kerajaan Pariaman di Sumatera Barat. Pertanyaan saya, konflik masalah apa Raja Bone bersama rakyatnya dengan Padang Pariaman sehingga tega mau menghancurkan bangsa lainnya?"[8]

 "Saya sebagai orang Wajo[9] yang mana leluhur Wajo ikut bersekutu dengan Gowa melawan Belanda, yang kemudian hancur Benteng Tosora. Tetapi La Patau Matakna Tikka yang menjabat 3 jabatan, Raja Bone, Datu Soppeng dan Ranreng Tuwa Wajo telah sukses menyatukan darah bangsawan Sulawesi melalui pernikahan politiknya dengan berbagai kerajaan di Sulawesi, Gowa, Luwu, dan lain-lain. Sehingga sekarang semua bangsawan Sulawesi adalah turunan La Patau Matakna Tikka yang merupakan Kemenakan Arung Palakka" tambah Tuan Akmal Bintang

Nyonya Daeng Macaya ikut menimpali "Pada saat itu Indonesia belum ada.."

 "Iye Bu. Perang antara 2 kerajaan besar, Gowa dan Bone. Masing-masing mencari sekutu, Gowa mendapat dukungan Portugis, Luwu dan Wajo, Bima, dan lain-lain. Bone mendapat dukungan Soppeng[10] dan VOC." Jawab Tuan Akmal Bintang

" Saya baru dengar kalau sekutu Gowa adalah Portugis" balas Nyonya Daeng Macaya " Akmal Bintang, justru Belanda ingin menguasai sendiri perdagangan di tanah Makassar ,tetapi Sultan Hasanuddin dan raja-raja sebelumnya, tidak setuju, karena semua berhak untuk bekerjasama dalam perdagangan.." tambah beliau

" Hubungan itu dirusak oleh VOC" jawab Tuan Akmal Bintang "Andaikan Bone tidak pernah menjadi Kerajaan yang ditaklukkan oleh Gowa saat itu, maka Arung Palakka tidak pernah bangkit mau melawan untuk merdeka." tambahnya

"Sebelum masukkan Belanda(VOC) sangat ramai dan damai perdagangan (Portugis, dan lain-lain di Laut Makassar, yang sekarang sudah dibuat Masjid 99, itu sebenarnya laut bersejarah sepanjang pantai Paotere sampai Takalar, sayang sudah direklamasi, padahal pantai yang bersejarah internasional" jelas Nyonya Daeng Macaya

" Iya, setelah perang Makassar pun kembali menjadi ramai. Pedagang-pedagang Wajo menjadikan pelabuhan dengan tujuan ke berbagai daerah di Alam Melayu. Maka muncullah Kampung Wajo (Sekarang kecamatan Wajo) yang dipimpin oleh Matowa Wajo di Makassar, salah satu tokoh Matowa Wajo yg sangat terkenal adalah La Patelloi Amannagappa" Jawab Tuan Akmal Bintang lagi

"Tidak seperti itu sejarahnya, Bangsa Makassar tidak pernah mau menaklukan suatu bangsa tetapi mempertahankan Siri'Na Pacce[11] artinya Malu dan Sepenanggungan (Rasa iba yang kuat seperti persaudaraan). Sejarahnya, sebelumnya Bone dan Makassar seperti saudara, hingga ada kesepakatan bersama, " Jika ada sesuatu yang baik maka wajib disampaikan, maka pada saat itu, sesuatu yang baik itu adalah agama Islam" tetapi Bone (sebagian tidak menerima agama Islam) pada saat itu Raja Bone adalah La Tenri Rua menerima agama Islam, dan La Tenri Rua diturunkan menjadi Raja Bone, dan seterusnya." Nyonya Daeng Macaya mencoba menjelaskan

" Iya, ketika Bone menurunkan rajanya yang mau memaksakan Islam, ibu, raja ini meminta pada Gowa untuk ke Bone. Maka yang terjadi adalah penangkapan para bangsawan Bone dan Soppeng, termasuk Arung Palakka bersama bapaknya dari Soppeng. Inilah yang membuat Bone dan Soppeng merasa perlu untuk membebaskan diri." Tuan Akmal Bintang menjawab "Arung Palakka berusaha melarikan diri, dan dikejar sampai ke Buton. Untung Raja Buton menyembunyikannya, akhirnya Arung Palakka bisa selamat sampai ke Batavia." imbuhnya

"Di kejar karena berteman (sekutu) sama Belanda?" tanya Nyonya Daeng Macaya

"Oh Anda salah. Arung Palakka belum dikenal oleh VOC, Arung Palakka masih pangerang dari Bone dan Soppeng yang sejak berumur 11 tahun ikut jadi tahanan Gowa. Melarikan diri karena tidak tahan menjadi pekerja di Gowa." bantah Tuan Akmal Bintang

"Sudah lama kenal sama Belanda (VOC) coba Ki cari sejarahnya.." saran Nyonya Daeng Mancaya "Aru Palakka juga bersama Belanda serang Pariaman.." tambahnya

"Iya, setelah melarikan dari Gowa. Arung Palakka ke Buton mau minta bantuan. Tapi Buton tidak sanggup, Buton sarankan ke Batavia ketemu VOC. Maka Arung Palakka ke Batavia berkenalan VOC. VOC tidak langsung percaya, jadi VOC mau uji coba kesetiaan dan kemampuan perangnya Arung Palakka, maka dia ditugaskan ke Padang Pariaman berperang. Nanti setelah VOC yakin, barulah disusun strategi membebaskan Bone dari Gowa sesuai hasrat Arung Palakka." jawab Tuan Akmal Bintang

Nyonya Andi Zulkifli Narank turut serta "Kalau memang anda menjelaskan ditindas, pertanyaan saya kenapa Arung Palakka mau dimakamkan di tanah yang menindasnya dan memperbudaknya?"

"Tidak seperti itu sejarahnya, bukan penangkapan, tetapi mereka diberi tempat tinggal di Gowa. Karena telah menyerah, dan saat itu di Bone, memeluk agama Islam, mereka diperlakukan baik. Karena Arung Palakka dan Sultan Hasanuddin sewaktu kecil bermain bersama-sama. Arung  Palakka dan keluarga di bawa ke Istana di Bontoala oleh Karaeng Mattoaya,  Sultan Abdullah Raja Tallo, Mangkubumi Kerajaan Gowa bersama Raja Gowa Sultan Alauddin, Aru Palakka wafat di Gowa." bantah Nyonya Daeng Mancaya kepada Tuan Akmal Bintang 

"Asbun juga, darimana Gowa sekutu dengan Portugis? Gowa itu kerajaan besar dan semua bangsa ada pada saat itu. Cuma VOC saja yang tidak diberi hak untuk berdagang." Tuan Imran Muar ikut pula berpendapat "Arung Palakka bukan putra mahkota Raja Bone, dia jadi Raja Bone karena pemberian Belanda pada saat itu. Maka dia jadi Raja Bone tapi tempat tinggalnya di Bontoala, karena  takut dikudeta sama anak raja sebelumnya. Sebab dialah yang berhak menjadi raja di Bone." tambahnya

Tuan Putra Figur penasaran " Sebagai orang Minang kita harus menganggap apa Arung Palaka ini? Apakah dianggap pahlawan karna membebaskan Pantai Barat dari Aceh?[12] atau menganggapnya penghiañat karena telah membawa VOC ke pedalaman Minangkabau?? 🤔🤔Di Nagari Ulakan ia pernah dikukuhkan dengan gelar "Rajo Piaman".[13]

Tuan Mappadumung mencoba pula untuk mempertegas "Beliau La Tenri Tatta bekerja sama dengan VOC. Untuk Membebaskan Rakyat Bone dan Soppeng Agar Terlepas dari Penindasan dan Kerja Paksa dari Negara/Kerajaan Gowa. Akhirnya La Tenri Tatta Berhasil Mengalahkan Kerajaan Gowa Bersama Sekutunya dan di Berikan Gelar Kepada Masyarakat Bugis yaitu; Petta Pamaradekana Tana Ogi"

Tuan Mangkasar mencoba menambah penjelasan;

• Di masa Raja Bone La Tenri Ruwa dan Sultan Alauddin Raja Gowa, mereka dua raja saling Akur . Rakyat Bone tidak mau menerima Islam hingga memaksulkan Rajanya sendiri. Maka diperangilah Rakyat Bone serta para pembesar kerajaan yang memaksulkan rajanya sendiri Oleh Kerajaan Gowa.

• Pergantian kuasa dari Raja Bone La Tenri Ruwa ke La Tenri Lai. Perang dilanjutkan lagi antara Kerajaan Bone Pimpinan La Tenri Lai dan kerajaan Gowa, yang dikenal dengan Sebutan "Perang Pengislaman" Kerajaan  Bone dengan pimpinan Raja Bone La Tenri Lai beserta rakyat kerajaan yang tadinya menolak Islam, kalah oleh Gowa. Hingga Raja Bone menerima pengislaman oleh Raja Tallo dan Gowa ( Sultan Tallo Abdullah Karaeng Matoaya dan kemenakannya Sultan Gowa Alauddin) La Tenri Lai, Raja Bone belajar tentang agam Islam di wilayah Kerajaan Tallo.

• La Tenri Lai Raja Bone wafat di Tallo dan di gantikan oleh Raja Bone selanjutnya La  Maddaremmeng.

• Raja Bone selanjutnya La  Maddaremmeng berhubungan baik dengan Raja Gowa Sultan Muhammad Said. Raja Bone inipun menganut agama Islam dan menjadikan agama resmi kerajaan. La Maddaremmeng, Raja Bone ini dikenal bertangan dingin."


 "Pada saat itu, Raja Bone Lamadarammeng, yang juga disebut Opunna Padokaya, dengan bersemangat mempromosikan Agama Muhammet,[14] menjadi ketidaksenangan tidak hanya para Bangsawannya, tetapi juga para Pangeran lainnya, yang ingin dia ubah dengan kekuatan senjata.

Mereka melarikan diri ke Gowa untuk mencari perlindungan dan bantuan; dan Raja Gowa mengirim Kedutaan Besar ke Bone untuk bertanya, apakah tindakan Lamadarammeng adalah hasil dari agama Nabi, ataukah dilatar belakangi oleh kebiasaan lama, atau tidak memiliki motif selain kepuasan dan kesenangannya sendiri? 

Jika dia mendapat tanggung jawab dari surga, komunikasi diinginkan; jika dia dapat menunjukkan bahwa dia bertindak sesuai dengan kebiasaan yang sudah mapan, Gowa akan bergabung dengannya; Namun jika yang dilakukannya hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri, maka ia harus berhenti, karena pihak yang ditindasnya adalah sahabat Gowa. 

Pertanyaan-pertanyaan ini, tidak mendapat jawaban dari Raja Bone, dan melanjutkan penganiayaannya. Makassar kemudian sangat banyak dibela, berperang melawan Bone pada tahun 1640, dan DC mengalahkan beberapa kali pasukan negara itu. Raja Bone melarikan diri dengan konsekuensi ke Larompong di Negara Luwu: sejak itu orang Bone secara sukarela menempatkan diri mereka di bawah kekuasaan Makassar, dengan syarat mempertahankan hak-hak kuno mereka." tambah Tuan Mangkasar sambil melampirkan sebuah arsip yang kemungkinan berasal dari Orientalis.

"Disitulah pangkal mula masuk ke Arung Palakka. Ayah La Tenri Tatta Arung Palakka adalah ipar dari Raja Bone. Otomatis saat Bone diperangi oleh Gowa, maka ayahanda La Tenri Tatta ikut turut membantu iparnya yaitu Raja Bone. Raja Bonepun kalah dan otomatis para bangsawan pengikutnya di jadikan tahanan politik Gowa." 

Lanjutnya lagi "Setelah Raja Bone La Maddaremmeng kalah. Maka para bangswan Bone Arung Pitue (7 Dewan Kerajaan Bone) yang tadinya meminta pertolongan ke Raja Gowa atas tindakan keras rajanya, meminta kepada Raja Gowa Sultan Muhammad Said agar menjadi MANGKAU (RAJA) di Bone. Tetapi khal itu di tolak oleh Raja Gowa Sultan Muhammad Said. Sultan Muhammad Saidpun lalu menyodorkan kepada perdana mentrinya Mahmud Karaeng  Patingalloang, sang perdana menteri inipun menolak untuk menjadi raja di Bone. Dan mengusulkan kepada Arung Pitue agar cepat mencari pengganti raja selanjutnya yang keturunan dari raja-raja sebelumnya, yang sangat pantas untuk menjadi Raja di Bone.

Karaeng Patingalloang pun berkata kepada para Bangsawan Bone Arung Pitue (Yangg tadinya meminta perlindungan kepada Gowa) Jangan pernah asal pilih raja dan mengulangi kesalahan terdahulu tanpa sepengetahuanku. JIka kalian sembarangan memilih raja tanpa sepengetahuanku, tidak akan ku lindungi lagi kalian dan akan ku perangi kalian. Lalu secara diam-diam, Arung Pitue Kerajaan Bone memilih raja selanjutnya tanpa memberitahukan kepada Perdana Mentri Mahmud Karaeng Patingalloang dan Raja Gowa. Maka diperangi lagi Bone karena melanggar janji atau sumpah" tambahnya

"Tabe[15], kalau begitu siapa yang salah dan siapa yang benar?" tanya Tuan Sibalie Turuntu

"Kita bisa menyimpulkan sendiri.." jawab Tuan Mangkasar "Bahkan ibunda dari Raja Bone La Maddaremmeng datang ke Gowa meminta perlindungan atas tindakan kekejaman anaknya" imbuhnya

 "Di Minangkabau Aru Palakka datang dimana tempatnya..????" tanya tuan Eri Yusmi

"Pantai Pariaman ketika masih dikuasai Aceh" jawab engku Bagindo Syam Minangkabawi

 "Oh jadi Minangkabau pernah dikuasai oleh Aceh yaa?" entah bertanya, entah mencemooh Tuan Sahrul M ini. Agaknya ia berpendapat hanya wilayah Pantai Pariaman sahaja sebagai Minangkabau atau tipe orang yang menganggap sebagian, sebagai cerminan keseluruhan. Kekuasaan Aceh hanya sebatas pantai barat sahaja, tidak masuk ke pedalaman Minangkabau.[16]

"Pariaman dulu adalah daerah Rantau Minang, Luhak Tanah Datar [mungkin maksudnya rantau dari Luhak Tanah Data], hanya daerah rantau bagian pesisir barat yang pernah di kuasai Aceh. Namun dari Pariaman inilah lebih awal Islam berkembang karena berhubungan langsung dengan Aceh,[17]  hingga sampai ke daerah pedalaman Minangkabau. Pariaman lepas dari Aceh ketika Arung Palaka mebonceng VOC memasuki Pariaman dan Padang hingga ke pedalaman Minangakabau"[18] jelas engku Bagindo Syam Alam

"Pariaman saat itu adalah bandar pelabuhan besar sebelum Teluk Bayur di bangun Belanda. Pariaman adalah gerbang masuk dari Pantai Barat untuk menuju ke pedalaman Minangkabau.." tambah engku Putra Figur

"Arung Palakka jadi Raja di Ulakan .." entah bertanya atau sekadar menebar umpan Tuan Doni Nst ini "Arung Palakka mengumpulkan prajurit untuk VOC. Dari semua daerah, Batak, Pariaman Cirebon.." tambahnya

"Arung Palaka memang dikukuhkan jadi Raja Ulakan, namun ada tapinya. Saat itu Kapitan Jonker dan atau Palaka[19] berusia 40 tahun. Kapitan Jonker tentu mengenali pengaruh ulama asal Ulakan dan saudagar asal Kota Pariaman di Kepulauan Maluku. Apalagi Arung Palakka yang berpindah-pindah kapal dan pelabuhan dalam persaingan dengan Sultan Hassanudin. Tak ada konflik berdarah di Ulakan menandakan pemahaman itu. Pemberian gelar Raja Ulakan kepada Arung Palakka bisa jadi bagian dari ‘cara Minangkabau’ dalam bernubuat kepada yang dianggap lebih kuat. Pun sebutan Tuanku Pariaman kepada Kapitan Jonker, tertuang dalam Hulubang Raja karya Nur Sutan Iskandar, Kepala Balai Pustaka pertama asal Nagari Pandam Gadang, Maninjau.[20] Jadi khusus di Ulakan tak terjadi pertumpahan darah, dia menghormati negerinya "Tuanku Syekh Burhannudin" sang ulama besar di tanah itu.." engku Putra Figur mencoba menjelaskan

"Ohh bearti bukan Minangkabau kan? Kapan Aceh menguasai Minangkabau?" tanya engku Eri Yusmi " Pariaman adalah rantaunya Minangkabau..."[21] imbuhnya

"Ingat Kesultanan Banten kan? Disitu ada Syekh Yusuf Al Makassari yang menjadi Mufti besar Kesultanan Banten. Banten diperangi juga oleh VOC beserta pasukan bayarannya. Tanpa harus di jelaskan siapa siapa kaki tangan VOC" tuan Mangkasar mencoba menambahkan perbandingan "Setelah belajar memperdalam Islam di Negeri Arab. Syekh Yusuf kembali menuju ke Alam Melayu dan menjadi Mufti di Kesultanan Banten" imbuhnya

"Diperangi untuk menuju kebaikan, kalo tidak dipaksa dulu bisa jadi Bone seperti Kab. Toraja yang mayoritas beragama Kristen atau seperti orang Kajang yang masih animisme. Bisa dibayangkan betapa majunya peradaban kita di Sulawesi dan Indonesia Timur karena tidak pernah terjajah oleh bangsa Eropa, seandainya perang hanya Gowa vs VOC, Karena orang Eropa yang lainpun berkata kalau VOC itu nekat menyerang Gowa yang militernya sangat kuat. Bayangkan Gowa di abad 16 sudah memiliki benteng sebanyak 14 buah, sudah bikin meriam dan mesiu, sudah bikin UU dan jalur pelayaran, dan lain-lain, tapi di Konoha selalu ada orang seperti jkw, Lbp, dan si bahlul" ujar Tuan Suryono Mappatoba Muar

"Sejak jatuhnya Benteng Panakkukang tahun 1660 masehi oleh VOC, La Tenri Tatta memanfaatkan kejadian itu. Arung Palakka beserta pasukannya pernah lari dari kejaran Sultan Hasanuddin dan pasukannya. Hingga La Tenri Tatta Arung Palakka berangkat menuju dan berlindung ke Konsulat VOC di Buton. VOC sendiri sudah dari tahun 1616 Masehi berada di Buton membuka konsulat dagangnya dan melindungi Buton di sana. Dari sanalah La Tenri Tatta diberangkatkan oleh perwakilan VOC di Buton menuju ke Batavia" lanjut Tuan Mangkasar

"Sumber utama dari jatuhnya Makassar tahun 1660 (Armada laut, Johan Van Dam) dan tahun 1669 (Armada Laut, Cornelis Speelman), yaitu ketika Belanda mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku dari Sultan Ternate, Belanda dan Ternate berhasil mengusir Spanyol dan Portugis dari bumi Kie Raha,[22] siapapun kerajaan (termasuk Makassar) yang melakukan perdagangan di wilayah Kesultanan Ternate dianggap melanggar wilayah kesultanan. Inilah awal permusuhan Belanda-Ternate dan Makassar." Tuan Ayyik mencoba menjelaskan pula

"Dan sejarah pun menulis patriotisme Majira[23] dan Kaici Kalamata[24] bangsawan Maluku yang bersama dengan Makassar melawan Monopoli dagang VOC dalam Perang Ambon besar" imbuh tuan Mangkasar

"Kaicil Kalamata dan Salahakan Majira melakukan perlawanan kepada penguasa yang sah (pemberontak)." jawab tuan Ayyik

"Itu karena ketidak senangan bangsawan Maluku ke pada Sultan Ternate yang dibawah kendali VOC dalam memonopoli perdagangan 💪" jawab Tuan Mangkasar

"Pada tahun 1956, Salahakan Majira bersama saudara tirinya Labiji ditangkap di Makassar dan dijatuhi hukuman mati, ketika dijenguk oleh Kaicil Kalamata 17 Januari 1657, Majira sementara menunggu eksekusi mati. Majira adalah orang kedua dari di Maluku tengah setelah Salahakan Luhu. Tahun 1652 Raja Ternate Madar Syah mengangkat Kaicil Kalamata sebagai Raja Jailolo melalui perkawinan politik, ternyata Kalamata tidak mampu memimpin dan hanya mampu bertahan 2 bulan." jelas Tuan Ayyik lagi



"Naskah perjanjian VOC-Ternate yang memberi hak monopoli perdagangan rempah-rempah kepada VOC. (Arsip Nasional Jakarta)" terang Tuan Ayyik sembari melampirkan bukti

"Pada tanggal 16 Agustus 1666 berangkatlah Arung Palakka ke Pariaman bersama 400 orang Laskarnya yang sudah terlatih bersama-sama dengan pasukan kompeni Belanda, 600 orang dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Poolman dengan 5 buah kapal perang menuju ke Pariaman.

Kedatangannya ke Pariaman untuk melepaskan pengaruh Aceh di Pariaman dan digantikan dengan  kedudukan VOC. Sebagai tanda terima kasih dari kompeni Belanda terhadap Arung Palakka atas kemenangan yang diperolehnya itu, beliau dianugerani sebuah bintang emas (Bintang Jasa) yang diserahkan langsung oleh Admiral Kompeni Belanda yang disematkan di dada Arung Palakka. Dalam sambutannya Admiral dikatakan :

"Bahwa Belanda sangat berhutang budi kepada Arung Palakka atas kemenangan yang diperolehnya di Pantai Barat Sumatera, sehingga kompeni Belanda memberikan tanda penghormatan berupa bintang jasa kepada Arung Palakka atas jasanya"

Dalam sambutan balasannya Arung Palakka mengatakan:

"Bahwa kompeni Belanda tidak perlu merasa berat, karena bukankah bantuan peperangan ini hanya karena saya juga ingin dibantu menyelesaikan peperangan saya dengan Gowa".

Gubernur Jendral Maetsucycker merasa gembira setelah mendengar apa yang dicapai atas Arung Palakka mengalahkan Pariaman, sehingga Gubernur Jendral Maetsucycker memberikan bintang jasa yang terbuat dari emas yang disampaikan oleh Admiral Kompeni Belanda kepada Arung Palakka yang melukiskan dengan kata-kata sebagai berikut:

"een gedencteken, vereert aen Raja Palacca voor getronve oor loghsdienst ap de Westrcust van Sumatera oon de Camp. Gedaen anno 1666".

Artinya :
"Suatu tanda peringatan, penghormatan kepada Raja Palakka untuk tindakannya yang setia dalam peperangan di Pesisir Barat Sumatera, dibuat di medan peperangan tahun 1666" engku Putra Figur mencoba menjelaskan apa yang terjadi di Sumatera Barat 
 
Aru palaka memimpin pasukan ke Pariaman karna VOC sebelumnya tak bisa kuasai pariaman. Jacob Gruys, pada bulan April 1666 dengan 200 pasukan VOC dan pasukan-pasukan pembantunya menyerang Kota Pauh[25] untuk memadamkan pemberontakan rakyat di Sumatra Barat. Serangan itu berakhir tragis untuk VOC, hanya 70 serdadu yang kembali hidup-hidup, Jacob Gruys sendiri juga kalah, begitu pula 2 kapten dan 5 letnan. Kekalahan tragis Jacob Gruys membuat VOC kehilangan muka dan orang-orang Melayu di Minang mulai memandang rendah orang Belanda serta membatalkan persetujuan dagang yang telah dibuat. Keadaan ini harus segera diatasi, maka pada bulan Agustus 1666 diberangkatkan dari Batavia 300 serdadu Belanda, 130 serdadu Bugis di bawah Arung Palaka dan 100 serdadu Ambon di bawah pimpinan Kapten Jonker.

Dalam setiap formasi tempur, pasukan Bugis pimpinan Arung Palaka dan pasukan Ambon pimpinan Kapten Jonker harus selalu berada di depan pasukan VOC. Setelah konsilidasi di Padang, pasukan VOC mendapat tambahan sekitar 500 orang dari Kota Padang yang kemudian dalam peperangan tidak memberikan banyak bantuan tetapi cukup untuk melakukan penjarahan setelah peperangan selesai. Dalam peperangan pertama, korban dipihak VOC adalah 10 orang tewas dan 20 luka-luka termasuk Arung Palaka dan Kapten Jonker yang mengeluarkan 3 buah tusukan tombak. Pasukan Arung Palaka dan Kapten Jonker ini sering kali terpisah dengan orang Belanda disetiap peperangan karena sangat sibuk membantai, biasanya dengan memenggal kepala, dan sulit diperintah untuk tetap dalam barisan.

Kota Ulakan dapat diduduki pada tanggal 28 September dan Aru Palaka mendapat gelar Raja Ulakan. Pada tanggal 30 September, pasukan VOC sampai di Pariaman, disini Kapten Jonker ditunjuk sebagai Panglima dan harus diberikan upeti. Tanggal 3 November, ekspedisi kembali ke Batavia dengan kemenangan. Arung Palaka dan Kapten Jonker mendapat banyak hadiah dalam berbagai bentuk dan emas serta masing-masing mendapat 20 ringgit untuk setiap tawanan yang dibawa dari Minangkabau." tambahnya

"Pertahanan di Pauh di kelilingi parit untuk menahan gempuran penyerang, tapi Arung Palakka sudah mengetahui kelemahan pertahanan parit ketika Arung Palakka menyaksikan pembangunan parit untuk memisahkan Benteng Panakukang (1660) dan Benteng Sombaopu di Makassar, hanya butuh dua hari benteng di Pauh yang dikelilingi parit jatuh." tambah Tuan Ayyik

"Betul.. sebenarnya Arung Palaka seorang petarung pemberani ahli perang yang jenius. Andaikan perjuangannya berada disisi yang sebaliknya. Namun sayang sekali.." jawab engku Putra Figur

"Permaisuri sekaligus penasehat Arung Palakka. Permaisuri Arung Palakka adalah Bangsawan Tinggi Kerajaan Tallo-Makassar. Silsilah:Permaisuri Arung Palakka adalah Daeng Talele Ananda dari Karaeng Cenrana Mallewai daeng Manassa suami dari Kare Tonji Daeng Ri Mengeppe binti Daeng Manyonri Karaeng Matoaya Raja Tallo-Makassar. Karaeng Karunrung Ananda dari Karaeng Pattingalloang, Daeng Talele (istri Arung Palakka) bersepupu dengan Karaeng Karunrung bin Karaeng Pattingalloang bin Karaeng Matoaya Raja Tallo Makassar.Ayyik Sepengetahuan sy I Sira Dg Talele Ini janda dari Karaeng Karunrung. Jadi sebenarnya bisa ditebak mengapa Karaeng Karunrung cukup sentimentil kepada Puatta Arung Palakka. Dari dahulu kala ji itu urusan perempuan memang sensitif." tuan Ayyik menambah penjelasannya lagi

"Tapi diartikel ini dikatakan putri Raja Gowa, entah adik atau anaknya. Dan versi kedua pernikahan Aru Palakka yang saya baca, Arung Palakka menikahi adik Sulthan Hasanuddin  sebagai perdamaian." Nancy M Sadhana menyampaikan kebingungannya

"Perihal Daeng Talele adalah putri Raja Gowa, keliru, saya tidak paham, artikel kompas mengambil referensi dari mana??" tuan Ayyik menolak tulisan artikel tersebut

=======================

Catatan Kaki:

[1] Perusahaan Hindia Timur Belanda, secara resmi bernama Persatuan Perusahaan Hindia Timur (bahasa BelandaVereenigde Oostindische Compagnie; disingkat VOC) didirikan pada 20 Maret 1602.[1] VOC adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula Geoctroyeerde Westindische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia [2] sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.[3] Salah satu pemegang saham VOC terbesar adalah Isaac Le Maire, seorang pengusaha dan investor keturunan Yahudi asal Walonia (sekarang Belgia). Selengkapnya klik DISINI

[2] Bugis memiliki sebuah kerajaan yang bernama Bone. Kesultanan / Kerajaan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2. Selengkapnya klik DISINI

[3] Perang Makassar 1666 - 1669, merupakan perang besar yang terjadi antara Kerajaan Gowa (Makassar) melawan kekuatan gabungan VOC dan Bone (Arung Palaka). Perang ini dimenangkan oleh VOC dan munculnya Arung Palaka dari Kerajaan Bone sebagai tokoh terkuat di kawasan timur. Selengkapnya klik DISINI

[4] Pada tanggal 12 Januari 1859, panglima tertinggi Kolonial Belanda berlayar ke sana menaiki kapal Princes Amelia selama seminggu dan mengirim ultimatum kepada sultanah, di mana pernyataan pemerintah dijabarkan dan penyelesaikan diperlukan. Ketika dalam waktu 3 x 24 jam setelah pengiriman dokumen tersebut tak ada balasan, Belanda mengumumkan perang terhadap Bone. Pada tanggal 12 Februari pasukan mendarat, dan kemduian membentuk 3 barisan penyerbu dan menaklukkan kampung Lonrae, Bola-Telu-Telang dan Bajoe. Selengkapnya klik DISINI

[5] Kesultanan Gowa (kadang disebut Kerajaan Gowa atau Kerajaan Gowa Tallo) atau Kesultanan Makassar (bahasa Makassarᨀᨙᨔᨘᨈᨊ ᨁᨚᨓ ) adalah sebuah Kesultanan yang berpusat di daerah Sulawesi Selatan, tepatnya di jazirah selatan dan pesisir barat semenanjung yang didiami oleh suku Makassar. Wilayah inti bekas kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten GowaKotamadya MakassarKabupaten Takalarkabupaten Maros, sebagian kabupaten Pangkepkabupaten Bantaengkabupaten jenepontokabupaten Sinjaikabupaten Bulukumba dan kabupaten Selayar saat ini. Selengkapnya silahkan klik DISINI

[6] Kesultanan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kepulauan Sulawesi Tenggara) Provinsi Sulawesi tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi. Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton. Selengkapnya silahkan klik DISINI

[7] Kapitan Jonker adalah seorang pemimpin kelompok pasukan Maluku yang mengabdi kepada VOC. Ia terlibat dalam banyak pertempuran untuk membantu menegakkan kekuasaan VOC di Nusantara. Di akhir hayatnya, ia dikenai tuduhan berbuat makar dan tewas ketika kediamannya diserbu pada tahun 1689. Selengkapnya klik DISINI

[8] Perang Jonker-Palakka di Kota Pariaman tercatat sebagai metode penggunaan pasukan boemi poetra pertama bagi VOC dalam penaklukan Sumatera. Area kekuasaan yang semakin meluas membuat konglomerat penguasa VOC kian bernafsu merekrut suku-suku laut, pulau dan pesisir Nusantara lain. Bertahun aku menelusuri sosok bernama Kapitan Jonker ini. Jauh melebihi rasa hausku atas sosok Arung Palakka. Duet Jonker Sangaji dan Arung Palakka inilah yang menjatuhkan mentalitas pasukan terlatih Kota Pariaman. Pasukan bayaran VOC asal Eropa berhasil dikalahkan sekali tekuk. Gabungan strategi perang kota dan perang gerilya yang digunakan tentara Pariaman memicu kengerian serdadu-serdadu Eropa. Selengkapnya klik DISINI, baca juga Sejarah Pariaman 3; Masuknya VOC dan Perang Bandar serta Persahabatan Arung Palaka dan Kapten Jongker.

[9] Wajo, juga dieja WajoʼWajok, atau Wajoq,[a] merupakan sebuah kerajaan elektif bersuku Bugis yang berkembang di sisi timur semenanjung Sulawesi Selatan. Wajo didirikan pada abad ke-15 Masehi, dan mencapai puncaknya pada abad ke-18, ketika kerajaan ini menjadi hegemon selama beberapa waktu di Sulawesi Selatan, menggantikan Bone. Wajo mempertahankan kemerdekaannya hingga dipaksa bergabung dengan Hindia Belanda setelah Ekspedisi Sulawesi Selatan pada awal abad ke-20. Kerajaan ini terus bertahan dalam beragam bentuk hingga pertengahan abad ke-20, ketika daerah swapraja Wajo diubah menjadi Kabupaten Wajo yang merupakan bagian dari Republik Indonesia. selengkapnya klik DISINI

[10] Kerajaan Soppeng Riaja atau kadang disebut Kerajaan Balusu adalah sebuah kerajaan lokal yang pernah berdiri di Sulawesi Selatan, bekas kerajaan ini sekarang berada di Kabupaten Barru. Kerajaan Soppeng Riaja merupakan salah satu dari empat kerajaan (BarruTanete, Soppeng Riaja, dan Mallusetasi/Nepo) yang kini dilebur menjadi Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Selengkapnya klik DISINI atau DISINI

[11] Dalam kebiasaan Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar dan Tana Toraja) ada suatu istilah atau semacam jargon yang menggambarkan identititas serta watak orang Sulawesi Selatan, yakni Siri’ Na Pacce. Secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri),sementara Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kepintaran emosional guna turut menikmati kepedihan atau kesusahan pribadi lain dalam komunitas (solidaritas dan empati). Selengkapnya klik DISINI

[12] Banyak versi perihal berkuasanya Aceh di Pantai Barat Sumatera Barat sekarang, salah satu versinya ialah diberikan hak oleh Raja Dewana (yang bertahta di Pagaruyuang) yang bertahta di Pagaruyuang sebagai pembayar hutangnya kepada Kerajaan Aceh. Hutang ini berasal dari pinjaman Raja Dewana kepada Baitul Mal Kerajaan Aceh yang tak mampu dilunasinya. Ia berhutang karena membiayai pernikahannya dengan Puteri Keumala yang merupakan adik dari Sulthan Aceh masa itu. Karena hutang yang tak kunjung dibayar sedangkan Baitul Mal Kerajaan Aceh sampai 3 kali mengirim surat untuk menagih hutang, dimana ketiga-tiganya melalui Puteri Keumala. Pada surat terakhir membuat Raja Dewana Marah dan menceraikan Puteri Keumala. Puteri Keumalapun pergi dari Pagaruyuang, sempat tinggal di Koto Gadang dan mengirim surat ke Aceh mengabarkan keadaan dirinya dimana hal ini membuat marah Sulthan Aceh. Sulthan langsung mengirim pasukan untuk menjemput adiknya ke Koto Gadang, namun sayang sang puteri sudah berangkat ke Natal. Kelak atas restu Sulthan Aceh, beliau menjadi isteri Raja Natal.

Seterusnya pasukan Aceh dikirim ke Bandar Muar (Tiku), dan seorang Khalifah yakni wakil dari Sultan Aceh ditempatkan di sana . Bandar Muar dirobah nama nya menjadi Bandar Khalifah. Kemudian tentara Aceh juga ditempatkan di Pariaman, di Padang, di Bayang, Painan dan Indrapura. Pasukan Aceh dalam waktu cepat menguasai bagian barat dari Kemaharajaan Suwarnabhumi Pagaruyung. Pada tahun kl. 1539 hampir seluruh pantai barat Minangkabau dari Bandar Khalifah sampai Indrapura jatuh ke tangan Aceh. Awal tahun 1539 itu pula Aceh menundukkan kerajaan–kerajan nagari. Mulai saat itu di wilayah kekuasaan Aceh di pantai barat Minangkabau, tidak lagi memiliki rumah bergonjong seperti di pedalaman dan kawasan lain, tetapi menggantinya dengan “rumah berlangkan” yang disebut rumah gadang “Surambi Aceh”.

Kedudukan Aceh di pesisir barat disahkan oleh Pagaruyung setelah berlangsung perundingan antara Kesultanan Aceh dengan Pagaruyung atas inisiatif Raja Bagewang yang mengambil alih permasalahan dari pihak Pagaruyung. Ditetapkan kawasan pesisir barat (Rantau Mudik) terkecuali Pasaman, dikuasai oleh Aceh. Untuk itu pihak Aceh tidak akan mencampuri pemerintahan kerajaan dan nagari yang telah ada. Di wilayah kekuasaan ini, Aceh memiliki hak monopoli perniagaan, dan setiap hasil dari pesisir barat yang dikuasai Aceh dikirim ke luar negeri melalui Aceh. Sebagai imbalannya, Pagaruyung dibebaskan dari segala hutang piutang. Selengkapnya silahkan baca DISINI

Kekuasaan selalu memiliki dua sisi, ada yang suka ada pula yang tidak. Dalam berbagai literatur yang sampai ke masa sekarang yang sebagian besar dikuasai oleh sumber kolonial dan orientalis, selalu menempatkan Aceh sebagai Antagonis. Dimana Aceh dianggap penjajah dan VOC datang untuk membebaskan Pesisir Barat dari Penjajahan Aceh. Yang terjadi justeru sebaliknya, VOC yang kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah Hindia Belandalah yang melakukan penjajahan.

[13] Tidak banyak penjelasan mengenai diangkatnya Arung Palakka sebagai Raja Ulakan, salah satunya ialah Tak ada konflik berdarah di Ulakan menandakan pemahaman itu. Pemberian gelar Raja Ulakan kepada Arung Palakka bisa jadi bagian dari ‘cara Minangkabau’ dalam bernubuat kepada yang dianggap lebih kuat.

Pun sebutan Tuanku Pariaman kepada Kapitan Jonker, tertuang dalam Hulubang Raja karya Nur Sutan Iskandar, Kepala Balai Pustaka pertama asal nagari Pandam Gadang, Maninjau. Jejaring saudagar muslim Pariaman Overseas berada di sana. Tentu dengan keahlian telik sandi yang ditempa pengalaman.

Silahkan baca selengkapnya di: Siasat Tiga Jangkar Ulakan: Kapiten Jonker - Arung Palaka - Syekh Burhanudin baca juga Sanat Sebuah Nagari Ulakan dalam Pandangan Putra Bugis

[14] Agama Mohammed atau Agama Muhammad, demikian pada awalnya orang Eropa menyebut Islam karena dalam pandangan mereka Nabi Muhammad yang merupakan tokoh sentral dalam Agama Islam maka nama ajarannya dinisbatkan padanya.

[15] Tabe atau Tabik, merupakan salam penghormatan orang-orang zaman lampau di Jazirah Melayu. BIasa diucapkan sebelum memulai percakapan kepada lawan bicaranya.

[16] Hingga kini masih dalam perdebatan perihal penyebutan Minangkabau, ada yang mengatakan Minangkabau hanya sebatas tiga Luhak, ada pula yang menafsirkan sebagai wilayah yang lebih besar dan mencakupi seluruh daerah Melayu yang menganut Garis Ibu. Dalam arsip-arsip lama dan tuturan orang tua-tua zaman lampau, orang Minangkabau cenderung mengidentifikasi diri sebagai orang Melayu. Dalam kasus ini, Pariaman sebagai bagian dari Wilayah Minangkabau dimana termasuk kepada Wilayah Rantau. Minangkabau sendiri merupakan federasi dari sekian banyak Nagari dengan Raja Pagaruyuang sebagai pemimpin federasi dengan wewenang terbatas. Kekuasaan raja hanya simbol dan penguasa sesungguhnya ialah para penghulu. Tidak ada penguasa tunggal di Minangkabau.

[17] Islam telah masuk ke Minangkabau semenjak abad ke-7 dan telah sampai masuk ke pedalaman Minangkabau. Tidak seperti yang disangka sebagian orang bahwa Minangkabau diislamkan oleh Aceh. Dalam kasus ini, Aceh dipandang sebagai kerabat karena sesama bangsa Melayu, merupakan negara/ kerajaan Islam, dan menjadi tujuan untuk menuntut ilmu. Selengkapnya silahkan baca DISINI

[18] VOC tidak pernah masuk ke pedalaman Minangkabau, Belanda baru masuk dengan memanfaatkan konflik internal orang Minangkabau yakni Gerakan Kaum Putih atau para orientalis mempopulerkannya dengan Padri. Selengkapnya silahkan baca DISINI

[19] Tampaknya engku Putra Figur menyamakan antara Arung Palakka dengan Kapten Jonker

[20] Kata yang dimiringkan, kemungkinan diambil dari laman INI tepatnya di paragraf ke 7 dihitung dari akhir tulisan

[21] Baca kembali Catatan Kaki No.12

[22] Moluku kie raha atau Maluku kie raha merupakan semboyan atau sebutan bagi Maluku yang memiliki empat gunung yaitu gunung di Ternate, Tidore, Makian dan Moti. Selain itu, kie raha merujuk pada kepulauan Maluku yang memiliki empat kerajaan besar yang sekaligus menjadi pilar penting jalannya pemerintahan kerajaan di Maluku, empat kerajaan tersebut adalah Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan.  Selengkapnya silahkan baca DISINI

[23] Salahakan Majira, seorang Tomagola kelahiran Hoamoal dan mantan Kapita setempat. Diangkat menggantikan Salahakan Luhu. Dia merasa kesal dengan kebijakan VOC yang melakukan monopoli sehingga menyebabkan kemiskinan yang absolut. Dia dan keluarganya menentang pelepasan kekuasan atas Pulau Ambon dan Hitu oleh Sultan Hamzah dari Ternate. Selengkapnya klik DISINI

[24] Kaicil Kalamata atau Pangeran Kalamata (lahir: Ternate, ? - wafat: Makassar, 23 Februari 1676), sering juga disebut Kaicil Kalumata atau Kalimata, adalah salah satu pangeran Kesultanan Ternate yang memimpin pemberontakan rakyat Maluku tahun 1650 - 1655. Kaicil Kalamata kemudian bergabung dengan Kerajaan Gowa dan menjadi salah satu orang kepercayaan Sultan Hasanuddin. Selengkapnya klik DISINI

[25] Pauh dekat Pariaman bukan yang berada dalam Kota Padang sekarang.




 

 

 





 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar