Pict: tarbiahsentaptarbiahsentap |
Oleh: Saiful Guci
Ciloteh Tanpa Suara #20 - Kemarin saya kedatangan tamu kawan lama bernama Hermon, seorang Penghulu Adat dan orang berpangkat, kami berdiskusi dan berciloteh bersuara, topiknya adalah dia akan berminantu di bulan Agustus, istrinya orang Sunda dan dibawa kekampung halamannya. Dan anak perempuanya akan berumah tangga, calon menantunya orang Palembang. Dan bagaimana caranya supaya Istri dan anak menantunya di akui sebagai orang Minangkabau.
Kemudian saya mulai bercerita sesuai dengan latar belakang ilmu saya sarjana pertanian, kita ambil dalam “alam takambang jadi guru” kita pakai ilmu menempel atau yang juga dikenal dengan sebutan okulasi ialah sebuah metode untuk menghasilkan tanaman baru dengan cara menempelkan tunas muda pada ranting atau batang tanaman induk. Tujuan dari okulasi ialah untuk menggabungkan dua sifat tanaman yang berbeda dari dua jenis tanaman.
Di Minangkabau disebutkan dengan “malakok”. Definisi malakok dalam kajian sosiologi, belum pernah ada satupun definisi tentang Malakok. Secara etimologi, Malakok adalah istilah Melayu khususnya Minangkabau, yang berarti menempel atau melekat rapat sekali, dalam bahasa Inggeris sama dengan istilah adhere, cementing social bonds. Malakok di Minangkabau adalah proses bergabungnya seseorang dengan Adat Minangkabau, sehingga orang tersebut bisa disebut orang Minang.
Ada tiga kelompok anggota masyarakat atau pendatang yang berasal dari luar adat nan Salingka Nagari atau dari luar Minangkabau yang dapat di lakokkan atau dimasukkan kedalam sebuah suku yang ada di nagari-nagari di Minangkabau, Pertama, seperti Istrinya Hermon yang orang Sunda bersama anak perempuanya sebagai anak “Ujung Ameh” atau “Anak Pusako” [atau Anak Pisang]. Kedua, nanti menantunya orang Palembang sebagai “Orang Sumando”. Ketiga, para pendatang baik sebagai pegawai atau pedagang yang tinggal dalam waktu lama di sebuah nagari di Minangkabau.
Langkah pertama yang harus Hermon lakukan, karena anaknya disebutkan Anak Pusako atau Anak Ujung Ameh, sebaiknya dilakokkan atau dimasuakkan ke sebuah suku di nagari yang sukunya berbeda dengan suku Hermon sebagai ayahnya untuk menghindari istilah kawin sesuku. Seperti sekarang Hermon bersuku Koto dan Ayah Hermon bersuku Guci, artinya Istri dan anak “lakokkan” ke Suku Guci. Langkah Kedua, setelah akad nikah menantu lelakinya “lakokkan” ke suku Koto, saat menjemput beri gelar Sutan Palembang.
Fungsi serta keberhasilan seorang ayah dalam membina hubungan anak dengan keluarga bako atau dengan dunsanak kemanakannya sangatlah menentukan dalam masalah malakokan atau mamasukan seorang anak kepada sebuah suku di Minangkabau. Dia tidak akan menemui kesulitan dalam hal malakokkan anaknya kesebuah suku di Minangkabau, jika dia mengerti dan memahami serta melaksanakan apa disebutkan dalam pepatah “anak di pangku kamanakan dibimbiang, urang kampung di patenggangkan, tenggang nagari jan binaso”. Jika hal itu tidak terlaksana dengan baik sangatlah tidak mungkin akan berhasil, kerena dengan bako saja hubungan tidak baik, bagaimana dengan masyarakat nagari?. Persoalan ini tidak dapat dijadikan menjadi peraturan adat nan salingka nagari, karena hal tersebut tergantung kepada baik dan buruknya hubungan peribadi antara anak pusako dengan keluarga bakonya.
Malakok untuk kelompok ketiga, para pendatang baik sebagai pegawai atau pedagang yang tinggal dalam waktu lama di sebuah nagari di Minangkabau. Hal ini diungkapkan dalam pituah:
“Ampiang mancari induak (karieb).Jauah mancari suku” (dekat mencari induk/karib kerabat, jauh mencari suku)
Di rumah seseorang mencari ibunya (keluarganya), di tempat lain, sebagai orang asing mencari sukunya. Karena orang asing di daratan, seperti halnya para pengembara di lautan, selalu mempunyai kebutuhan ke tempat tertentu di mana dia bisa dengan aman melepaskan sauhnya, di mana dia bisa mendirikan tendanya:
Dagang laut berlabuhan;
Dagang darat betapatan.
Tanpa “tapatan”, menempel dengan induk semangnya, orang dagang akan sama tidak amannya pada saat darurat, seperti halnya seorang pelaut yang tidak tahu di mana dia akan berada dalam cuaca badai berjalan. Dan di mana lebih baik menemukannya selain di bawah perlindungan kerabat, atau mereka yang sebelumnya melakukannya lanjutan. Apabila tidak menemukan sebuah suku yang sama dengan milik orang dagang tersebut dia menoleh ke kepada yang disebut satu suku atau suduik terkait.
Kemudian, seperti yang biasa diungkapkan oleh orang Minangkabau dalam gambarannya, burung yang telah terbang menjauh untuk selamanya telah mendorong dahan tempatnya hingga kini, demi meraih ranting baru:
Tabang basitumpu dahan (Terbang mendorong dahan),
Hinggok mancakam rantiang ( Hinggap mencekam ranting).
Memang benar apabila kita hidup di perantauan , selalu ditanyakan “ apo suku sanak dan kampuang sanak dimaa ? ( apa suku saudara, dan kampung saudara dimana ?. Jika jawaban orang yang ditanya kebetulan sama dan apabila orang yang bertanya tersebut lebih tua maka dijawab “ sa suku kito , bamamak kaambo ! ( satu suku kita, panggil mamak sama saya).
Jika merantau ke Kabupaten Lima Puluh Kota , mari kita lihat nama-nama suku dimana anak dagang akan hinggok dan malakok.
Di Limapuluh Kota ini, ada yang menyebut suku yang terdiri dari gabungan beberapa Suku (suku komposit) dan pada taraf tertentu, berdiri sendiri dan merupakan bersama sama satu kebulatan yang lazimnya disebut dengan sudut . Dimana pada setiap sudut mempunyai pemimpin sendiri, seorang pucuk keempat suku. Yang menariknya adalah suku-suku yang mempunyai gabungan lebih dari empat suku, penghulu pucukpun dinamakan penghulu keempat suku juga.
Marilah kita lihat perbedaan suku komposit ( sudut ) yang ada pada Nagari pada Kecamatan Guguak dan pada nagari yang ada pada Kecamatan Suliki :
Sudut di Kecamatan Guguak :
Sudut Nan IX : Koto, Piliang, Tanjuang, Payobada, Pagacancang, Sikumbang, Sipisang, Simabua, dan Guci.
Sudut Nan V : Pitopang, Kutianyia ,Jambak, Salo dan Banuhampu.
Sudut Nan VI : Bodi, Caniago,Sipanjang,Singkuang, Capak Hapa dan Salo.
Sudut Nan IV : Melayu, Bendang, Mandahiliang dan Kampai
Sementara di Kecamatan Suliki pada Nagari Kurai dan Nagari Suliki , Sudut Nan IV terdiri dari : Bodi,Caniago ,Simabua dan Sipanjang. Sementara di Suliki Sudut nan IV terdiri dari : Bodi , Caniago, Sipanjang dan Singkuang. Dan Suku Melayu di Suliki masuk Sudut Nan IX.
Kemudian, Suku Sembilan di Kenagarian Tarantang Kecamatan Harau tidak sama dengan Sudut IX di Nagari lain, karena Suku Sembilan di Nagari Tarantang terdiri dari bagian kampuang Sembilan Diateh, Sembilan Dibaruah, Sembilan Soriak dan Sembilan Guguak yang sangat berbeda dengan pengertian sudut sembilan pada nagari-nagari yang laindi Luhak Limapuluh Kota.
Di Nagari Batu Balang Kecamatan Harau terdapat empat suku besar,yaitu: 1).Suku Pitopang, 2) Suku Melayu, 3).Suku Bodi, 4).Suku Piliang. Suku Pitopang dengan Pucuk Suku Dt. Bagindo Simarajo nan Bapayuang, terdiri dari tiga anak suku yang disebut dengan : Pitopang Rumah Dalam, Pitopang Koto Kaciak, dan Pitopang Tanjuang Durian. Suku Melayu dengan Pucuk Suku Dt.Rajo Basa,terdiri dari tiga anak suku,yakni: Melayu Sumpu, Melayu Gunuang Hijau , dan Mandahiliang. Suku Bodi dengan Pucuk Suku Dt.Patiah nan Hitam, terdiri dari empat anak suku, yaitu : Bodi,Caniago, Sipanjang dan Singkuang
Di Nagari Situjuah Gadang Kecamatan Situjuah Limo Nagari terdiri 4 suku dan sasuku di Padang Kuniang sehingga disebutlah daerah 5 suku, suku besar ini dipimpin oleh Pucuk Suku dan Kaampek Suku, dan pada anak suku dipimpin oleh seorang Penghulu yang kedudukannya sebagai Tuo Kampuang ataupun Lantak Suku.
Adapun lima suku besar tersebut adalah : 1).Suku Piliang nan IX, 2).Suku Bodi nan VI, 3).Suku Pitopang 4 Niniak, 4).Suku Bendang Melayu, 5).Nan Sasuku Padang Kuniang Datuak Nan 12. Suku Piliang nan 9 dengan Pucuk Sukunya Dt.Tan Marajo dan Kaampek sukunya Dt.Munsoid dari anak suku Tanjuang,yang terdiri dari sembilan anak suku, yakni : Tanjuang,Koto, Piliang,Picancang, Payobada,Sikumbang,Simabua, Sipisang dan Guci. Suku Bodi Nan 6 dengan Pucuk sukunya Dt.Sinaro Nan Kuniang dari anak suku Singkuang,yang terdiri dari enam anak suku,yakni: Singkuang, Supanjang, Bodi,Lubuak Batang,Caniago dan Sungai Napar.
Suku Pitopang 4 Niniak dengan pucuk sukunya Dt.Majo Indo dan Dt.Mustapa Kaampek sukunya dari anak suku Pitopang, yang terdiri dari anak suku : Pitopang, Kutianyie, Jambak dan Salo.
Suku Bendang Melayu dengan Pucuk Sukunya Dt.Simarajo nan Batungkek Ameh dan Dt.Putiah Kaampek Sukunya dari Melayu, yang terdiri dari anak suku : Melayu, Bendang, Kampai dan Mandahiliang.
Nan Sasuku di Padang Kuniang Datuak nan 12 dengan Pucuk Sukunya Dt.Paduko Sindo nan Batungkek Ameh dari Melayu, yang terdiri dari anak sukunya : Melayu, Pitopang, Sipisang, Picancang, Singkuang, Caniago, Tanjuang, Payobada, Kampai dan Piliang 3 Datuak.Yang menarik adalah suku Padang Kuniang ini dengan anak sukunya ,dimana di nagari lain merupakan nama suku tungal.
Berdasarkan informasi lainnya di Kabupaten Limapuluh Kota bagian-bagian dari sudut ini adalah sebagai berikut :
Sudut nan IX : Koto, Piliang, Tanjuang, Payobada, Sikumbang,Pagacancang, Sipisang, Simabua/Dalimo dan Guci.
Sudut nan VII : Bodi, Caniago, Sumagek, Supanjang,Singkuang, Mandaliko dan Balai Mansiang.
Sudut nan VI : Pitopang, Kutianyia, Jambak, Salo, Banuhampu dan Buluh Kasok .
Sudut nan V : Bendang ,Melayu, Kampai,Mandahilian, Domo/Panai
Kita lihat juga nama-nama kaampek suku yang ada di Kenagarian Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh adalah :
Suku Sembilan Empat Per Empat, yang berfungsi sebagai Rajo Adat, terdiri dari: Tanjuang Nan Limo, Koto Nan Limo, Sipisang/Simabua, Tigo Buah Paruik ( Dalimo, Piliang, Pagar Cancang).
Suku Limo Nan Tujuah, yang berfungsi sebagai Rajo Ibadat, terdiri dari : Kampai Nan Ampek, Malayu, Mandailiang Nan Anam, Bendang.
Suku Ampek Niniak, yang berfungsi sebagai Pamuncak Adat, terdiri dari : Patapang, Katianyir,
Suku Bodi Caniago, yang berfungsi sebagai Peti Bunian Adat, terdiri dari: Bodi Caniogo ( suku yang berdiri sendiri )
Dapat kita simpulkan disini bahwa istilah suku di Minangkabau dan khususnya di Luhak Limopuluah atau Limapuluh Kota ada mempunyai banyak penggertian,yaitu suku sebagai ketungalan silsilah, suku sebagai kelompok, suku sebagai kelompok sederhana dan suku sebagai gabungan (komposit) atau yang disebut dengan “sudut”, suku sebagai kelompok besar dan kecil.
Dan apabila kita bandingkan “sudut” yang ada di Lima Puluh Kota, maka terdapatlah kita simpulkan :
a. nama sudut adalah sama
b. nama bagian-bagiannya tidak sama
c. nama dari suku-suku bersifat territorial atau geneologis
Saiful Guci. Pulutan, 3 Juni 2024
=======
Baca Juga:
- Perihal Malakok - YN. Warman St. Bandaro Kayo
- Malakok: Bukti Minangkabau Tiada Berkaitan dengan Keturunan - Irwan Efendi