Ciloteh Tanpa Suara #19 - Jika saya menulis topik sejarah, ada saja yang bertanya. “
Iko carito sabananyo atau sabana carito” (ini cerita sebenarnya atau hanya cerita) hal ini, mereka tau saya bukan orang sejarah tetapi berlatar Sarjana Pertanian, tetapi sering membuatkan bahan untuk bapak dr. Alismarajo Dt.Sorimarajo Mantan Bupati Limapuluh Kota.
Kali ini saya ingin menulis Masa Purba Minangkabau di teropong dari Luhak Limo Puluah Koto, barangkali meliputi kurun waktu terpanjang dalam sejarah Minangkabau, tetapi justru merupakan sejarah Minangkabau yang paling kabur gambarnya. Kekaburan gambar zaman purba Minangkabau ini bukan saja disebabkan kurangnya bukti peninggalan sejarahnya, melainkan juga bukti sejarah yang sampai kepada kita belum banyak yang dapat diceritakan tentang sejarah Minangkabau secara menyeluruh.
Dimaksudkan dengan zaman purba Minangkabau adalah sejarah Minangkabau “dahulu” atau” zaman dahulu”, yaitu zaman sejarah Minangkabau sebelum ditemuinya berita-berita tertulis mengenai Minangkabau. Dengan demikian zaman purba Minangkabau akan meliputi zaman pra-sejarah Minangkabau sampai masuknya pengaruh Hindu di Indonesia, yaitu antara abad pertama Masehi sampai abad kelima Masehi dimana sudah ditemui tulisan-tulisan tertua atau sudah adanya berita-berita dari musafir Cina mengenai Sumatera.
Dalam zaman purba Minangkabau ini, banyak bukti peninggalan sejarahnya adalah pada zaman Pra-Sejarah, khususnya pada masa kebudayaan Megalit berkembang di Minangkabau. Megalit adalah Kebudayaan Batu Besar yang berdiri tegak dan berlangsung mulai zaman Neolitikum (zaman batu baru) sampai pada zaman Perunggu.
Berdasarkan arkeologi, zaman prasejarah terdiri dari Zaman Batu yang terdiri pula atas tiga bagian: Zaman Batu Tua, Zaman Batu Madya, Zaman Batu Muda; Zaman Logan terdiri pula atas: Zaman Tembaga dan Zama a tu?
n Perunggu.
Bahan Megalit terbuat dari batu-batu besar dan disebut juga dengan Megalithicum (Mega= Besar, Lithicum = Zaman Batu). Sedangkan kebiasaan membuat kebudayaan dengan batu besar itu disebut tradisi megalit. Karena kekhususan bentuk dan peninggalan sejarahnya ada di antara para ahli menyebut zaman tersendiri untuk kebudayaan batu besar tersebut, yaitu Megalithicum.
Melayu Purba Pembawa Tradisi Megalitik ke Minangkabau?
Pada ekskavasi arkeologis yang dilakukan di situs megalitik Ronah, Bawah Parit, Belubus di Kabupaten Lima Puluh Kota berhasil ditemukan rangka manusia dari penggalian menhir di lokasi tersebut. Di Bawah Parit dan Belubus ditemukan rangka manusia yang berorientasi hadap barat laut – tenggara, sementara di Ronah sebagian berorientasi timur laut – barat daya, dan sebagian lagi berorientasi utara – selatan (Boedhisampurno 1991).
Jenis rangka manusia tersebut dapat digolongkan sebagai Ras Mongoloid (Boedisampurno 1991: 41), yang mengandung unsur Austromelanesoid yang diperkirakan hidup 2000-3000 tahun lalu (Aziz 1999). Menurut Kern dan Heine Geldern, seperti yang dikutip Soekmono (1973), migrasi ras Mongoloid dari daratan Asia ke Kepulauan Melayu (jawa; nusantara) telah berlangsung dalam dua gelombang besar. Gelombang pertama mulai pada masa Neolitikum yang membawa budaya kapak bersegi terjadi sekitar 2000 SM yang oleh para ahli digolongkan sebagai kelompok Melayu Tua (Proto Melayu), sementara itu gelombang kedua muncul pada zaman logam yang membawa kebudayaan Dongson yang dimulai 500 SM, digolongkan sebagai kelompok Melayu Muda (Deutro Melayu). Soekmono mengatakan bahwa pada zaman logam ini disamping kebudayaan logam, juga dibawa kebudayaan megalitik (kebudayaan yang menghasilkan bangunan dari batu-batu besar) sebagai cabang kebudayaan Dongson (Soekmono 1973).
Dongson adalah nama tempat di selatan Hanoi yang dianggap sebagai asal kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Konon kebudayaan Dongson ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hallstatt, Austria). Tampaknya kebudayaan ini dikembangkan oleh ras Mongoloid yang berpangkalan di Indo China dan berkembang dengan pesatnya di zaman Megalitikum dan zaman Hindu.
Nenek moyang orang Minangkabau itu datang dari daratan Indo China terus mengarungi Lautan Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian menelusuri Sungai Kampar atau (Batang Kampar) merupakan sebuah sungai berhulu di Bukit Barisan, pada kawasan Langgam (Kabupaten Pelalawan), sungai ini terbelah dua yang hampir sama besar, yang disebut dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri.
Di Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat 13 Kecamatan dan 79 Nagari, sementara Kecamatan yang mempunyai sebaran bangunan megalitik yang pada umumnya berada pada daerah aliran sungai Batang Maek, Kampar, Kapur, Sinamar dan Batang Agam beserta anak-anak sungainya. Kecamatan tersebut antara lain adalah: Kecamatan Pangkalan, Kapur IX, Bukit Barisan, Gunuang Omeh, Suliki, Guguak, Payakumbuh, Akabiluru, Harau, Situjuah Limo Nagari dan Lareh Sago Halaban.
Temuan peningalan sejarah berupa bangunan megalitik membuktikan bahwa pada masa itu sudah mempunyai angapan tertentu mengenai kematian. Orang menganggap bahwa orang yang telah meningal itu pindah ke tempat orang lain dan masih dapat berhubungan dengan orang yang masih hidup. Inti kepercayaan tersebut adalah pemujaan dan penghormatan terhadap roh nenek moyang.
Bangunan-bangunan batu-batu besar dalam beberapa bentuk yang disebut “bangunan megalitik“ (megalitikum). Sebahagian besar bangunan megalitik terdapat di tempat-tempat yang tinggi misalnya puncak bukit, lereng gunung dan tempat-tempat yang lebih tinggi dari dataran sekitarnya.
Bentuk bangunan yang bermacam- macam itu mempunyai maksud utama yaitu pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bangunan paling tua mungkin berfungsi sebagai kuburan. Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat berupa: dolmen, kubur peti batu, bilik batu, batu kandang. Di tempat-tempat kuburan semacam itu kadang-kadang ditemukan bangunan batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan seperti: menhir, punden berundak, batu dakon (congkak), batu sandaran, batu mayik (patung nenek moyang), batu tagak, batu nyariang, batu tulis, tembok batu atau jalan batu, batu lasuang atau lumpang. Dan ditemukan juga berupa alat-alat pertanian dan berburu seperti: batu sinka, kapak, baji, anak timbangan dan talempong batu.
Beberapa jenis bentuk kuburan mengalami perkembangan pada fungsinya, misalnya dolmen mengalami berbagai variasi bentuk, yaitu dibuat untuk memanggil roh atau tempat sesaji. Dolmen yang berkembang untuk memanggil roh pada masyarakat megalitik yang telah maju digunakan sebagai tempat duduk oleh kepala-kepala suku yang masih hidup
1. Dolmen
Dolmen adalah batu datar yang dipergunakan semacam meja untuk meletakkan sesaji dalam upacara memanggil roh.
2. Menhir
Menhir adalah tugu dari batu tunggal atau tegak yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang. Menhir ini ada yang berdiri dalam satu kelompok. Arah tegaknya menhir ini selalu mengarah pada Gunung atau daerah yang tinggi yang dianggap gunung.
3. Kubur Peti Batu
Kubur batu yang berupa peti batu yang terdiri dari batuan lepas, yaitu dua sisi panjang, dua sisi lebar, laintai batu dan diberi penutup dari batu.
4. Punden barundak
Punden barundak merupakan tempat pemujaan. Biasanya pada punden berundak ini juga didirikan menhir. Bangunan megalitik ini merupakan susunan batu yang berundak undak.
Temuan di Limo Puluah Koto
Pada Tahun 2003 saat penulis jadi Camat Harau bersama teman-teman yang cinta sejarah:
Saiful Guci,
Yulfian Azrial, Roy Foster,
Afrimars Mas,
Arwital Tan Mudo mencoba mendaki bukit, menyeberangi Batang Maek, masuk hutan keluar hutan kadang-kadang berkelahi berbunuhan dengan makhluk halus (nyamuk) dan kaki seribu untuk mendata jumlah situs menhir yang ada di Lima Puluh Kota, tercatat sebanyak 125 buah situs menhir dengan sekitar 1.500 buah batu menhirnya. Adanya menhir sebagai peninggalan pra sejarah di Lima Puluh Kota tidak dapat dipungkiri lagi kebenarannya yang manurut para ahli telah ada 500 tahun sebelum masehi yang selama ini belum dimasukan kedalam buku sejarah yang manapun. Sebagai akibatnya keberadaan menhir di Lima Puluh Kota ini, atau sekurang-kurangnya sejarah Minangkabau sendiri sudah lebih kaya dari yang sebelumnya, sekaligus memperkaya khasanah sejarah nasional.
Bentuk menhir yang kami temukan ada yang belum dikerjakan hanya berupa batu tegak murni yang ketinggiannya 50 -250 cm dan ada yang sudah dikerjakan dengan bentuk ujung meruncing keatas dan ada yang bergelung seperti paku (tanaman pakis) diberi motif hias.
Kami memulai memasuki Kecamatan Pangkalan Koto Baru, pada Nagari Pangkalan kami menemukan menhir yang belum terbentuk, dan ditemukan menhir dalam bentuk: punden berundak, dolmen, batu dakon, lumpang batu dan batu nago. Di Kecamatan Kapur IX pada Nagari Durian Tinggi kami mengunjungi Situs Tapak Candi Koto Gilingan, Situs Menhir Koto Tingga. Di Nagari Koto Lamo ditemukan menhir setinggi satu meter yang belum terbentuk. Di Jorong Koto Tuo banyak menhir ditemukan di Bukit Latonda. Di Jorong Tanjung Bungo ditemukan situs Batu Basurek.
Di Kecamatan Bukik Barisan, Situs Menhir terbanyak kami temukan di Nagari Maek, hulunya Batang Maek, dan sudah pantas Nagari Maek ini dijuluki Nagari Seribu Menhir karena mempunyai 28 situs menhir yang tersebar di Nagari Maek. Disini menhir sudah mulai dibentuk dan bendirinya seragam menuju arah Gunuang Sago dan mempunyai motif seperti motif Kaluak Paku, Pucuak Rabuang, Kuciang Lalok, Pilin Duo.
Yang menarik di Nagari Maek ini oleh Yuwono Sudibyo diperkirakan telah berada 500 SM. Dalam perkembangannya Maek mulai didatangi bangsa asing. Kemungkinan besar bangsa asing yang mula datang ke sini adalah Bangsa China apalagi di jorong Nenan berkulit kuning bersih karena kebanyakan masyarakat bergolongan darah AB. Dan juga terlihat dari hiasan bunga teratai di beberapa menhir yang didapati di Ampang Gadang yaitu pada Situs Pao Ruso (dekat lapangan bola kaki). Sesudah itu baru datang bangsa India.
Kata Maek atau Mahat konon berasal dari nama sebuah Nagari (Mahat) di India. Nagari ini maka bernama Mahat [Minang; Maek, selanjutnya digunakan Maek] karena tetap disinggahi oleh orang Mahat India.[1] Orang India datang untuk membeli gambir, lada dan emas. Disamping berdagang juga mereka menyebarkan agama Hindu dan Budha. Hal ini terlihat dengan adanya usaha pembangunan 2 buah candi di Ampang Gadang dan di Sopan Tanah. (Keterisoliran Nagari Maek dirasakan sejak adanya perubahan transportasi sungai dengan dibangunnya jalan darat dari pedalam Minangkabau menuju Pangkalan dan Pekan Baru melalui jalan Kelok Sembilan yang dibangun Belanda sejak tahun 1895)
Berita-berita tersebut diperkirakan dari abad Ke I sampai abad VII, berarti nahkoda pedagang dan pendeta Cina maupun nahkoda pedagang Arab dan India pada abad tersebut telah memasuki pedalaman Minangkabau yaitu Nagari Maek yang merupakan pusat perdagangan di Sumatera (Pulau Perca). Bukan tidak mungkin agama Islampun telah dikenal di kawasan ini dalam masa itu yang merupakan abad pertama Hijriah.
Menarik perhatian tentang laporan dari pendeta Budha (I-tsing) dari Cina bahwa “tepat pada tengah hari orang di ibu kota “ Mo-lo-yoe” menginjak bayangan kepala sendiri“ Itu berarti bahwa ibu kota tersebut terletak di tepat khatulistiwa. Nagari Maek memberikan petunjuk mengenai hal ini karena berada tepat pada garis Khatulistiwa. Berita dari I-tsing lainnya (685 M) menyebutkan bahwa “Mo-lo-yoe” telah menjadi “Che-li-fo-che” (Melayu telah menjadi Sriwijaya). Berita tersebut diperjelas “Batu bertulis kedudukan Bukit” berangka tahun 605 Saka (683 M) dan Batu Batulis Talang Tuo. Apakah ke Maek ini I-tsing berkunjung. Nah ini perlu jadi kajian ulang.
Di Kecamatan Gunuang Omeh pada Nagari Pandam Gadang ditemukan situs Talempong Batu dan juga ditemukan pada situs Menhir Bukit Batabuah, sementara di Nagari Koto Tinggi ditemukan Menhir Batu Tagak atau Batu Rajo.
Di Kecamatan Suliki pada Nagari Limbanang ditemukan Batu Sandaran Niniak nan Barampek (Dt.Majo Indo, Dt.Siri, Dt.Bandaro dan Dt,Rajo Dubalai) dan di Nagari Sungai Rimbang ada batu tagak setinggi 4 meter. Di Kecamatan Guguak banyak juga sebaran situs menhir ditemukan, Situs Punden Berundak di Jorong Padang Kandis Nagari Tujuah Koto Talago. Situs Menhir Belubus Nagari Sungai Talang banyak ditemukan menhir dengan berpola hias, Situs Batu Kabau di kaki Bukit Parasi, Situs Batu Biliak. Di Nagari Guguak VIII Koto ditemukan juga sebaran menhir dihalaman rumah penduduk terutama di daerah Tiaka dan Talang Kuranji.
Di Kecamatan Payakumbuh ditemukan Batu Borobono di Taeh Bukik, Batu Nan Limo di Nagari Koto Tangah Simalanggang. Dan Di Kecamatan Aka Biluru di temukan Batu Bajari di Nagari Pauh Sangik. Dan di Kecamatan Harau ditemukan Lumpang berukir di Gurun. Di Kecamatan Situjuah ada menhir yang disebut dengan “Batu Kedudukan Rajo di Koto Rajo”. Dan di Kecamatan Lareh Sago Halaban ditemukan situs Batu Pasidangan Niniak Mamak Bungo Satangkai dan Batu Sandaran Niniak Mamak nan Sambilan.
Manusia modern tiba lebih awal
Yang menarik sebelum tahun 2017 belum ada ditemukan catatan tentang temuan fosil manusia di ranah Minangkabau. Oleh karena itu sangat sulit menetapkan jenis manusia pertamanya. Namun, penelitian terbaru menemukan manusia modern diperkirakan telah menghuni Kepulauan Melayu (jawa; Nusantara) sekitar 73.000 tahun lalu atau jauh lebih awal dari pada perhitungan semula sekitar 45.000 tahun lalu. Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian ulang terhadap fosil gigi dan endapan tempat ditemukan fosil gigi disebuah Gua Lidah Air di Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Temuan tersebut dipublikasikan di jurnal International Nature edisi 9 Agustus 2017 dengan penulis pertama KE.Westaway dari Departemen Ilmu Lingkungan Universitas dan Lembaga penelitian di luar negeri. Dari Indonesia anggota tim berasal dari Pusat Penelitian Arkeologi dan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung.
Lidah Air merupakan goa kecil di Kecamatan Situjuah Limo Nagari. Goa ini di ekskavasi Dubois pada 1887-1890. Dalam pengalian itu ditemukan dua gigi yang diduga gigi manusia, tetapi saat itu belum dilakukan pengukuran umur ataupun penanggalan terhadap fosil maupun lapisan endapan tempat ditemukannya fosil gigi tersebut.
Secara empiris sangat sulit untuk membenarkannya Luhak Tanah Data sebagai Luhak Nan Tuo, karena berdasarkan bukti-bukti arkeologis dan ditambah dengan temuan fosil gigi di Goa Lidah Air tersebut yang diperkirakan telah berumum 73.000 tahun dan di Luhak Tanah Data justru muncul jauh lebih kemudian, jauh setelah periode megalitik-neolitik di Limo Puluah Koto, karena berdasarkan bukti-bukti arkeologis dapat dipastikan beberapa unsur-unsur kebudayaan Minangkabau telah disusun di Limo Puluah Koto mulai semenjak masa prasejarah, masa neolitik-megalitik. Sementara itu Luhak Tanah Data, lebih cenderung berorientasi muncul setelah masa Hindu-Budha dan mulainya Islam berpengaruh, jauh setelah periode megalitik-neolitik yang dulu ada di Lima Puluah Koto. Itu Bahan untuk kita diskusikan.
==========
Catatan kaki oleh admin:
[1] Terdapat beberapa pengertian:
Ayurveda (Ilmu Kehidupan)
Mahat
(महत्) adalah istilah teknis Sansekerta yang diterjemahkan menjadi
"kuat" atau "tebal", dan digunakan di seluruh literatur Ayurveda seperti
Suśrutasaṃhitā atau Carakasaṃhitā
Mahat (महत्):—[mahāna/mahat] Faktor evolusi kedua dalam proses evolusi
yang merupakan singkatan dari Buddhi, kecerdasan dan juga besar
Purana & Itihasa (Sejarah Epik)
Mahat (महत्) mengacu pada “intelek”, menurut Śivapurāṇa 2.2.41
.—Oleh karena itu, seperti Viṣṇu dan yang lainnya memuji Śiva:—“[...]
penghormatan kepada pemberi kesenangan kepada jiwa universal yang
melingkupi segalanya, sang perusak kesusahan; permaisuri Umā.
Penghormatan kepada Yang Maha Penghancur, Yang Maha Esa yang berwujud
segala benda, jiwa agung yang tidak dapat dibedakan dari yang ada dan
yang tidak ada, dan merupakan sebab dari akal ( mahat — mahataḥ kāraṇāya te )”.
Mahat (महत्).—Sebuah tatva atau prinsip; 1 diidentikkan dengan Brahmā; 2 nama Rudra; 3 menyerap ahaṅkāra 4 yang dicakup oleh Pradhāna. 5 Sepuluh kali lebih besar dari bhūtādi ; urutan evolusi alam semesta menurut Sānkhya; 6 evolusi Prakṛti dalam vikāra -nya . 7 [1) Besar, besar, besar, besar, luas; महान् सिंहः, व्याघ्रः ( mahān siṃhaḥ, vyāghraḥ ) &c. / 2) Banyak, berlimpah, berlimpah, banyak, banyak; महाजनः, महान् द्रव्यराशिः ( mahājanaḥ, mahān dravyarāśiḥ ). 3) Panjang, memanjang, luas; महान्तौ बाहू यस्य स महाबाहुः ( mahāntau bāhū yasya sa mahābāhuḥ ) ; jadi महती कथा, महानध्वा ( mahatī kathā, mahānadhvā ) . 4) Kuat, perkasa, perkasa; sebagai महान् वीरः ( mahān vīraḥ )./ 5) Kekerasan, intens, berlebihan; महती शिरोवेदना, महती पिपासा ( mahatī śirovedanā, mahatī pipāsā ). / 6) Kotor, tebal, padat; महानन्धकारः ( mahānandhakāraḥ ). / 7) Penting, berbobot, penting; महत्कार्यमुपस्थितम्, महती वार्ता ( mahatkāryamupasthitam, mahatī vārtā ).
Mahat (महत्) atau Mahattattva mengacu pada prinsip primordial dari sifat pradhāna dan puruṣa , menurut Saurapurāṇa abad ke-10 : salah satu dari berbagai Upapurāṇa yang menggambarkan Śaivisme.—[...] Dari prakṛti yang terganggu dan puruṣa bermunculan benih mahat , yang bersifat pradhāna dan puruṣa . Mahat -tattva kemudian ditutupi oleh pradhāna dan karena tertutup itu ia membedakan dirinya sebagai sāttvika , rājasa dan tāmasa-mahat . Pradhāna menutupi mahat seperti sebutir benih yang ditutupi kulit . Karena tertutup di sana, muncullah tiga jenis ahaṃkāra yang disebut vaikārika , taijasa , dan bhūtādi atau tāmasa dari tiga mahat.
Pancaratra (Pemujaan Terhadap Narayana)
Mahat (महत्) mengacu pada salah satu dari tujuh “dunia bawah”, sebagaimana dibahas dalam bab 11 (Jñānapāda) dari Padmasaṃhitā
: Saṃhitā yang paling banyak diikuti yang mencakup seluruh rentang
perhatian doktrin dan praktik Pāñcarātra (yaitu, empat- rumusan lipat
pokok bahasan— jñāna , yoga , kriyā , dan caryā ) yang terdiri dari kurang lebih 9000 syair.—Deskripsi bab [ atalādiloka-parimāṇa ]: Sekarang beralih ke alam bawah tanah di bawah bumi—bernama atala , vitala , nitala , gabhastimān , mahat , sutala , pātāla —inilah alam-alam kelahiran kembali orang-orang yang memiliki pahala puṇya [ puṇyabhūmi ]. Masing-masing wilayah bawah ini luasnya 1000 yojana , dan masing-masing dihuni oleh Dānava, Daitya, Kālaya, dan Phaṇi, yang hidupnya penuh dengan kegembiraan dan kesenangan.
Dalam Jainisme
Mahat (महत्) mengacu pada “menjalankan puasa panjang” dan mewakili salah satu dari tujuh jenis kekuatan luar biasa dari penghematan ( tapas ) , yang merupakan subkelas dari delapan ṛddhis (kekuatan luar biasa) . Kekuatan-kekuatan tersebut dapat diperoleh oleh Ārya (masyarakat beradab)
guna menghasilkan keajaiban duniawi. Para Ārya mewakili salah satu dari
dua kelas manusia menurut Tattvārthasūtra 3.46 abad ke-2, yang lainnya
adalah Mleccha (orang barbar) .
Kamus Maarathi - Inggris
mahat (महत्).—a (S Ini adalah terminasi netral; mahān & mahatī
adalah terminasi maskulin dan feminin.) Hebat, besar, besar. 2 Hebat
secara kiasan, mempunyai sifat apa pun pada tingkat yang tinggi; sebagai
mahābuddhi- mān, mahālabāḍa, mahāsōdā &c. Dalam komposisi mahā umumnya diganti, ā disisipkan sebagai pengganti t ; sebagai mahādēva, mahāpūjā, mahādāna . Apabila, dalam komposisinya, ia tetap mempertahankan bentuk mahatnya,
ia kemudian memenuhi syarat, bukan kata benda yang digabungkannya,
melainkan objek atau subjek yang ditunjuk oleh kata majemuk tersebut;
sebagai mahatapūjā (Bukan pemujaan yang besar tetapi) Pemujaan yang diberikan kepada atau oleh orang yang agung; mahata-kula (Bukan keluarga besar tapi) Keluarga orang besar; mahatasēvā Pelayanan yang diberikan kepada atau oleh tokoh besar; mahadvacana Janji atau perkataan orang yang agung, berharga, atau benar. 3 Sangat, melebihi; sebagai mahāpracaṇḍa, mahātīkṣṇa.
Kamus Sansekerta
Mahat (महत्).— a. [ mah-ati ] (bandingkan. mahīyas ; superl. mahiṣṭha ; nom. mahān, mahāntau, mahāntaḥ ; menurut.pl. mahataḥ )
1) Besar, besar, besar, besar, luas; महान् सिंहः, व्याघ्रः ( mahān siṃhaḥ, vyāghraḥ ) &c.
2) Banyak, berlimpah, berlimpah, banyak, banyak; महाजनः, महान् द्रव्यराशिः ( mahājanaḥ, mahān dravyarāśiḥ ) .
3) Panjang, memanjang, luas; महान्तौ बाहू यस्य स महाबाहुः ( mahāntau bāhū yasya sa mahābāhuḥ ) ; jadi महती कथा, महानध्वा ( mahatī kathā, mahānadhvā ) .
4) Kuat, perkasa, perkasa; sebagai महान् वीरः ( mahān vīraḥ ) .
5) Kekerasan, intens, berlebihan; महती शिरोवेदना, महती पिपासा ( mahatī śirovedanā, mahatī pipāsā ) .
6) Kotor, tebal, padat; महानन्धकारः ( mahānandhakāraḥ ) .
7) Penting, berbobot, penting; महत्कार्यमुपस्थितम्, महती वार्ता ( mahatkāryamupasthitam, mahatī vārtā ) .
8) Tinggi, luhur, terkemuka, terhormat, mulia; महत्कुलम्, महाञ् जनः ( mahatkulam, mahāñ janaḥ ) .
9) Keras; महान् घोषः-ध्वनिः ( mahān ghoṣaḥ-dhvaniḥ ) .
1) Awal atau terlambat; महति प्रत्यूषे ( mahati pratyūṣe ) 'pagi-pagi sekali'; महत्यपराह्णे ( mahatyaparāhṇe ) 'sore hari'.
11) Tinggi; महार्घ्र ( mahārghra ) . -M.
1) Seekor unta.
2) Sebuah julukan Śiva.
3) (Dalam Sāṅ. phil.) Prinsip agung, intelek (dibedakan dari manas ), elemen kedua dari dua puluh lima elemen atau tattva yang diakui oleh para Sāṅkhya; Manusmṛti 1.15;12.14; Sāṃkhyakārikā 3,8,22 & c .
4) Pemimpin biara. -N.
1) Kebesaran, ketidakterbatasan, keberagaman.
2) Kerajaan, kekuasaan; ' महद्राज्यविशालयोः ( mahadrājyaviśālayoḥ ) ' Viśva; इन्द्रियाणि ( indriyāṇi mahatprepsuḥ ) Mahābhārata (Bombay) 5.129.26.
3) Pengetahuan suci.
4) Yang Maha Esa ( paramātmā ); बुद्धेः परतरं ज्ञानं ज्ञानात् परतरं महत् ( buddheḥ parataraṃ jñānaṃ jñānāt parataraṃ mahat ) Mahābhārata (Bombay) 12.24.1. -ind. Sangat, berlebihan, sangat, sangat; त्रैलोक्योद्वेगदं महत् ( trailokyodvegadaṃ mahat ) Rām.6.111.48. ( Catatan: mahat
sebagai anggota pertama dari senyawa Tatpuruṣa dan beberapa kasus
lainnya, tetap tidak berubah, sedangkan di Karmadhāraya dan Bahuvrīhi
comp. diubah menjadi mahā qv)
Sumber : Kamus Sansekerta Digital Cologne: Kamus Sanskerta Hibrid Buddha Edgerton
Mahat (महत्).— nt. dari bahasa Sansekerta mahant (mungkin adv.), hebat (hebat?) ; digunakan dalam Epic Sansekerta ( [Boehtlingk dan Roth] sv ) sebagai ganti ( menurut ) masc. , diduga mc ; jadi mungkin (tapi bukan mc ; akhir baris ayat) nom. , narako dāruṇo mahat Mahāvastu i.179.14 (atau adv., sangat? Penggunaan ini belum ditemukan tercatat); mungkin juga mahad viśāradaḥ Mahāvastu
i.179.6, tetapi di sini mahad- mungkin merupakan bentuk dasar dalam
komposisi, = mahā- Sansekerta biasa; lihat § 18.3 untuk kasus lainnya.
Sumber : Kamus Sansekerta Digital Cologne: Kamus Shabda-Sagara Sansekerta-Inggris
Mahat (महत्).—mfn. ( -hān-hatī-hat
) 1. Hebat, besar, besar. 2. Banyak sekali. 3. Terbaik, luar biasa,
termasyhur. 4. Keras. 5. Jauh maju. 6. Panjang. 7. Intens. 8. Penting.
9. Terkemuka, tinggi. 10. Padat, kental. 11. Banyak sekali. N. ( -t
) 1. Kerajaan, kekuasaan. 2. Prinsip intelektual, prinsip kedua dalam
penciptaan. 3. Pengetahuan suci. 4. Ketakterhinggaan, keagungan. Adv.
Sangat, sangat, melebihi. F. ( -tī ) Vina atau kecapi Narada, berisi tujuh atau seratus senar. 2. Terong, (Solanum melongena.) m. ( -hān ) 1. Prinsip kedua dari dua puluh lima prinsip penciptaan menurut filsafat Sankhya. 2. Seekor unta. 3. Julukan Rudra. E. mah beribadah, ati Unadi aff. Dalam komposisi mahā umumnya diganti, ā disisipkan sebagai pengganti akhir.
Sumber : Kamus Sansekerta Digital Cologne: Kamus Sansekerta-Inggris Monier-Williams
1) Mahat (महत्):—[dari mah ] a mfn. ([aslinya] [present participle] dari √1. mah ; bentuk kuat, mahānt f. mahatī ; dalam [Epik] sering kali mahat untuk mahāntam ; [di awal kata majemuk] kebanyakan mahā q.v. ) hebat (dalam ruang, waktu, kuantitas atau derajat) id est.
besar, besar, raksasa, banyak, ekstensif, panjang, berlimpah, banyak,
cukup besar, penting, tinggi, terkemuka, [Ṛg-veda] dsb. dsb. (juga ind.
dalam mahad-√bhū , menjadi besar atau purnama [kata tentang bulan] [Śiśupāla-vadha])
2) [ vs ...] berlimpah kaya ([kasus instrumental]), [Chāndogya-upaniṣad]
3) [ vs ...] ( ifc. ) dibedakan dengan, [Śakuntalā]
4) [ vs ...] dini hari (pagi), [ib.]
5) [ vs ...] lanjut (sore), [Mahābhārata]
6) [ vs ...] kekerasan (rasa sakit atau emosi), [ib.]
7) [ vs ...] tebal (seperti kegelapan), kotor, [ib.]
8) [ vs ...] keras (seperti kebisingan), [Lāṭyāyana]
9) [ vs ...] banyak (orang, dengan jana sg.), [Mahābhārata] (dengan uktha n. a [khusus] Uktha sebanyak 720 ayat; dengan aukthya n. Nama seorang Sāman, [Mahābhārata]; mahānti bhūtāni , unsur kasar, [Manu-smṛti; Mahābhārata] ; lih .
10) [ vs ...] m. orang yang hebat atau mulia (kebalikan dari nīca , alpa atau dīna ), [sastra Kāvya; Kāmandakīya-nītisāra; Pancatantra]
11) [ vs ...] pemimpin sekte atau pemimpin biara, [ Pemikiran Keagamaan dan Kehidupan di India 87 n. 1]
12) [ vs ...] seekor unta, [lih. Leksikografer, khususnya. seperti amarasiṃha, halāyudha, hemacandra, dll.]
13) [ vs ...] Nama Rudra atau R° [tertentu], [Bhāgavata-purāṇa]
14) [ vs ...] dari Dānava, [Harivaṃśa]
15) [ vs ...] ([scilicet] gaṇa ), kelas [tertentu] dari nenek moyang yang telah meninggal, [Mārkaṇḍeya-purāṇa]
16) [ vs ...] dari dua pangeran, [Viṣṇu-purāṇa]
17) [ vs ...] m. (jarang n. [scilicet] tattva ), 'prinsip agung', Nama
Buddhi, 'Akal', atau prinsip intelektual (menurut filsafat Sāṃkhya,
prinsip kedua dari 23 prinsip yang dihasilkan dari Prakṛti dan disebut
sebagai sumber agung dari Ahaṃkāra, 'kesadaran diri', dan Manas, 'pikiran'; lih. [Kebijaksanaan India, oleh Sir M. Monier-Williams 83, 91 dll.]), [Maitrī-upaniṣad; Manu-smṛti; Sāṃkhyakārikā; Mahābhārata] dll.
18) [dari mah ] n. segala sesuatu yang besar atau penting, [Chāndogya-upaniṣad]
19) [ vs ...] kebesaran, kekuatan, keperkasaan, [Śatapatha-brāhmaṇa; Āśvalāyana-gṛhya-sūtra]
20) [ vs ...] kekuasaan, [lih. Leksikografer, khususnya. seperti amarasiṃha, halāyudha, hemacandra, dll.]
21) [ vs ...] suatu hal yang besar, hal yang penting, bagian yang lebih besar, [Āśvalāyana-gṛhya-sūtra]
22) [ vs ...] keadaan atau waktu lanjut ( mahati rātriyai atau rātryai , di tengah malam, [Taittirīya-saṃhitā; Brāhmaṇa])
23) [ vs ...] pengetahuan suci, [Mahābhārata]
24) b mahan dll. Lihat hal.794, [kolom] 2, 3.
Sumber : Kamus Sansekerta Digital Cologne: Kamus Sansekerta-Inggris Yates
Mahat (महत्):—[ (hān-hatī-hat) a. ] Hebat, banyak; terbaik. F. Kecapi Nārada; terong. N. Kekuasaan; prinsip intelektual. kata keterangan Sangat banyak.
Sumber : DDSA: Paia-sadda-mahannavo; kamus Prakrit Hindi yang komprehensif (S)
Mahat (महत्) dalam bahasa Sansekerta terkait dengan kata Prakrit: Maha , Mahalla .
Sumber: wisdomlib.org