Disalin dari FB Buya Mas'ud Abidin
*SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM*
Pada bulan Sya’ban tahun 804 H (Maret tahun 1403 M) Yang Dipertuan Maharaja Diraja Minangkabau Tuanku Maharajo Sakti keturunan keempat Adityawarman bersama Pamuncak Adat Dt Bandaro Putiah[1] di Sungai Tarab mengundang seluruh pemuka agama, pemuka adat dan ilmuwan umum di seluruh wilayah dataran tinggi tiga gunung Merapi, Singgalang, dan Sago yang juga disebut wilayah Luak Nan Tigo[2] mengadakan pertemuan permusyawaratan menyatukan pendapat mengatur masyarakat di wilayah Kerajaan Minangkabau ini di atas Bukit Marapalam.[3] Dalam pembukaan Tuanku Maharajo Sakti menyampaikan, “Sudah waktunya kita sebagai pemuka wilayah utama Alam Minangkabau memikirkan kesatuan dan kemajuan Alam Minangkabau. Marilah kita bersama-sama memikirkan hal itu..”. Semua yang hadir bersepakat.
Tuangku Maharajo Sakti melemparkan pertanyaan mengenai pedoman apa yang dapat menjadi dasar hukum Kerajaan Minangkabau.
Dari Kelompok adat, dan dari Kaum Tua[4] mengusulkan agar tetap berpedoman pada adat yang telah lama diterapkan, yaitu "Adat Basandi Alua jo Patuik, Alam Takambang Jadi Guru.."
Dari Kelompok Penguasa Militer yang kebanyakan keturunan Jawa menyampaikan bahwa mereka mengikuti suara yang terbanyak.[5] Dari Kelompok Umat Islam[6] mengusulkankan agar diterapkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Ssarak Mangato Adat Mamakai, Sarak Nan Kawi Adat Nan Ladzim. Selanjutnya dari kelompok umat Islam juga mengusulkan agar sistem pemerintahan berdaulat umat (demokrasi) systemtigaisme (trilogy). Minangkabau diperintah oleh 3 (tiga) Lembaga Raja yang terhormat (Rajo Nan Tigo Selo), yaitu Limbago Rajo Alam di Pagaruyuang, Limbago (Lembaga) Rajo Ibadat di Sumpur Kudus dan Limbago Rajo Adat di Buo. Masing-masing Limbago Rajo merupakan limbago Ilmuwan (tenaga ahli) dipimpin oleh seorang rajo. Pimpinan umum disebut Rajo Alam dipanggilkan Sulthan.[7] Tugas rajo nan tigo selo ialah menjelaskan dan menyempurnakan keputusan Marapalam. Keputusan Marapalam dengan penyempurnaan dan penjelasannya disebut Undang Adat Minangkabau. Selain itu Rajo Nan Tigo Selo menetapkan aturan pelaksanaan dan aturan yang belum ada dan diperlukan oleh masyarakat Minangkabau.
Sebagaimana telah diberlakukan lama, Minangkabau itu dibagi atas Minangkabau inti [luak/luhak] (al Biththah) dan Minangkabau rantau (Minangkabau az Zawahir). Minangkabau al Biththah meliputi wilayah Dataran tiga gunung, gunung Singgalang, gunung Marapi dan gunung Sago yang disebut Luak Nan Tigo, yaitu luak Tanah Data, Luak Agam, Luak Limo Puluah Koto. Daerah di luar itu disebut Minangkabau Rantau (az zawahir).
Di Minangkabau inti (Luak Nan Tigo) raja-raja Minangkabau tidak memerintah langsung, tapi hanya mengatur dan menjaga tidak ada peperangan di dalamnya. Raja Minangkabau memerintah di rantau dengan mengirimkan perwakilan-perwakilan. Minangkabau inti menjadi pendukung Sulthan memerintah ke rantau.
Undang adat Minangkabau ditulis dalam rangkap delapan yang sama.. 3 rangkap masing-masing dipegang oleh Rajo Nan Tigo Selo, serta 4 rangkap dipegang masing-masing oleh Basa 4 balai, dan 1 rangkap dipegang oleh Tuan Gadang. Barang siapa yang ingin menyalin dapat menyalinnya dari salah satu yang delapan itu.. Dalam salinan itu disebutkan siapa yang menyalinnya dan dari undang adat yang mana dia salin.. Begitulah buku undang adat itu sampai ke nagari-nagari.
Hasil kesepakatan di bukit Marapalam tersebut disebut "Bai'ah Marapalam".
========================
Tulisan pertama, Tulisan Berikutnya:
[1] Datuak Bandaro Nan Putiah merupakan pengetua Basa Ampek Balai yang merupakan Dewan Empat Orang Besar yang terdiri dari: 1) Dt. Bandaro Nan Putiah berkedudukan di Nagari Sungai Tarok dikenal juga sebagai Pamuncak Koto Piliang 2)Tuanku Kadi berkedudukan di Nagari Padang Gantiang dikenal juga sebagai Suluah Bendang Koto Piliang 3)Dt. Machudum berkedudukan di Nagari Sumaniak dikenal juga sebagai Alung Bunian Koto Piliang 4) Dt. Indomo berkedudukan di Nagari Saruaso dikenal juga sebagai Payuang Panji Koto Piliang. Selengkapnya baca DISINI
[2] Ditulis juga 'Luhak Nan Tigo' merupakan 3 (tiga) daerah asal orang Minang yakni Luak Tanah Data yang merupakan Luak yang tua dengan warna kebesaran Kuning dan binatang kebesaran Kambing Hutan. Luak Agam yang merupakan luak yang tengah dengan warna kebesaran Merah dan binatang kebesaran Harimau Campo. Luak Limo Puluah Koto yang merupakan Luak yang bungsu dengan warna kebesaran Hitam dan binatang kebesaran Kucing Siam. Luhak tidak sama dengan Kabupaten, kami harap kearifan sidang pembaca untuk tidak menyamakan daerah adat (Bahasa Jawa; kebudayaan) dengan wilayah administratif pemerintahan moderen.. Selengkapnya klik DISINI
[3] Sekarang dikenal dengan nama 'Puncak Pato'. Selengkapnya klik DISINI
[4] Siapa yang dimaksud Kaum Tua pada tulisan ini?
[5] Kami belum mendapat sumber asli dari tulisan yang kami salin ini. Kalaupun iya, maka hal ini wajar mengingat dalam hal memaknai diri sebagai orang Minangkabau; Orang Minangkabau ialah semua orang Islam yang memakai adat Minang dan telah mengisi adat bagi yang ibunya bukan orang Minang. Sama halnya dengan Melayu; Semua orang Islam yang beradat-resam Melayu itulah orang Melayu.
[6] Siapakah yangdimaksud dengan Umat Islam dalam tulisan ini? Para Penghulukah? Alim Ulamakah? Cadiak Pandaikah? Bukankah semuanya penganut Islam?
[7] Bukankah lembaga-lembaga ini telah ada sebelum Islam masuk? kemudian dilakukan penyesuaian terhadap Hukum Syari'at.