![]() |
Pict: tokopedia |
Dulu, di masa pergerakan nasional, ada tiga perempuan Minang –yang kerap muncul namanya di surat kabar. Mereka ditulis dan diberitakan, karena aktivitasnya menentang praktik kolonialisme, perbudakan, dan kapitalisme Belanda.
Mereka adalah Rasuna Said dan Rasimah Ismail, yang aktif bergerak di bagian perempuan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Nama lainnya adalah Oepik Itam–seorang propagandis dari Sarekat Hitam dan Sarekat Djin-yang bergerak dengan cara-cara radikal (Sufyan, 2021).
Selintas Memori untuk Rasimah
๐ฅ๐๐ฆ๐๐ ๐๐ ๐๐ฆ๐ ๐๐๐
๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐ฒ๐บ๐ฝ๐๐ฎ๐ป ๐ฃ๐ฒ๐ป๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐ป๐ด ๐๐ผ๐น๐ผ๐ป๐ถ๐ฎ๐น ๐๐ฒ๐น๐ฎ๐ป๐ฑ๐ฎ ๐ฑ๐ถ ๐ ๐ถ๐ป๐ฎ๐ป๐ด๐ธ๐ฎ๐ฏ๐ฎ๐, ๐๐ถ๐ท๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐ ๐ฆ๐ฝ๐ฟ๐ฒ๐ฒ๐ธ๐ฑ๐ฒ๐น๐ถ๐ฐ๐
Rasimah Ismail, adik dari Abdul Ghafar Ismail itu adalah etek (bibi) dari penyair flamboyan Taufik Ismail. Perempuan kelahiran 1912 di Jambu Air,[1] Fort de Kock (kini: Bukittinggi). Usianya hanya terpaut satu tahun saja dengan ayahnya Taufik Ismail.
Ayah Rasimah bernama Kari, dan ibunya bernama Halimatussa’diah. Di usia 7 tahun, Rasimah telah masuk ke Volkschool (Sekolah Desa).[2] Setamat di Sekolah Desa, Rasimah melanjutkan untuk pendidikan Islam di Diniyah School Fort de Kock– pimpinan Mochtar Luthfie (Djaja, 1982).
Setelah itu, ia melanjutkan sekolahnya di Diniyah Putri – yang dipimpin Rahmah El-Yunussiah. Di sana ia berjumpa Rasuna Said. Guru, sekaligus mentor politiknya. Dari Rasuna ia mengenal seni berpolitik, dan berorasi di depan massa. Sejak itu, keberadaan Rasimah kerap dihubungkan dengan Singa Podium asal Maninjau itu.
Selepas dari Diniyah Putri, Rasimah mendirikan Diniyah di Jambu Air. Sekolah itu, ia dirikan bersama Fatimah Hatta, kelak menjadi istri dari Datuk Palimo Kayo. Sekolah rintisan ini, makin lama makin bertambah peminatnya, sampai mencapai 400 orang. Dalam periode berikutnya, Rasimah cendrung untuk terjun di dunia pergerakan.
๐๐ฒ๐ฟ๐ธ๐ฒ๐น๐ถ๐ป๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ฑ๐ถ ๐ฃ๐๐ฅ๐ ๐:
๐ ๐ฒ๐ป๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐ป๐ด ๐๐๐ฟ๐ ๐ข๐ฟ๐ฑ๐ผ๐ป๐ฎ๐ป๐๐ถ๐ฒ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ป๐๐ถ ๐๐ผ๐น๐ผ๐ป๐ถ๐ฎ๐น
Pasca keluarnya Rasuna dari Diniyah, Rasimah pun mengikuti jejaknya. Ia memilih ajakan Rasuna untu bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (P.M.I). P.M.I berdiri pada tahun 1930, yang meneriakkan semboyan Indonesia Merdeka, dan mengusung ideologi Islam Kebangsaan. Pada 1932, P.M.I kemudian berubah akronimnya menjadi PERMI.
Nama Rasimah terpatri dalam kesejarahan P.M.I, bersama Iljas Jacoeb, Djalaluddin Thaib, Mochtar Luthfie, A.Ghafar Ismail, Rasuna Said, Rasul Hamidy, Datuk Palimo Kayo, dan lainnya. Selain namanya, beberapa penggerak perempuan ikut menggerakkan PERMI, seperti Fatimah Hatta, Timur M. Nur, Khasyiah, dan Ratna Sari (Panji Masyarakat, 21 Desember 1982).
Satu tahun berjalan, aktivitas P.M.I berjalan lancar. Tidak ada hambatan. Rapat, kursus, dan agenda openbare berjalan mulus, tanpa hambatan.
Sampai akhirnya Wilden Schole Ordonantie – atau Ordonansi Sekolah Liar digaungkan pemerintah. Tentu saja, yang disasar aturan ini adalah sekolah-sekolah partikelir [swasta], seperti Diniyah, Thawalib, dan sekolah yang berada di bawah persyarikatan Muhammadiyah.
Belum termasuk aturan Goeroe Ordonantie yang juga akan dipaksakan untuk Sumatra Barat, memicu protes besar-besaran dari guru-guru sekolah partikelir (Deli Courant, 20 November 1928).
PERMI pun tidak tinggal diam. Kedua aturan Kolonial Belanda ini, segera menuai protes dari Rasuna dan Rasimah. Keduanya pun dikenai spreekdelict [Pasal Pelanggaran Bicara]. Bila ditelisik kembali, Rasimah terjerat soalan Goeroe Ordonantie, juga orasinya di depan massa.
Rasimah dituduh menyebarkan ujaran kebencian kepada pemerintah, ketika ia berorasi di depan 100 orang massa tanggal 23 Oktober 1932 di Sungai Puar, Oud Agam. “๐๐ข๐ฏ๐ข๐ฉ ๐๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ฏ๐ฆ๐ด๐ช๐ข ๐ด๐ถ๐ฅ๐ข๐ฉ ๐ฅ๐ช๐ด๐ข๐ช๐ต-๐ด๐ข๐ช๐ต, ๐ด๐ฆ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช ๐ณ๐ฐ๐ต๐ช ๐ฐ๐ญ๐ฆ๐ฉ ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ฐ๐ฏ๐ฐ๐ฎ๐ช๐ข๐ฏ ๐๐ฐ๐ญ๐ฐ๐ฏ๐ช๐ข๐ญ ๐๐ฆ๐ญ๐ข๐ฏ๐ฅ๐ข!” – demikian seorang hakim ketua Landraad Fort de Kock membacakan kesaksian dari asisten demang Sungai Puar (Sumatra Bode, 10 Februari 1933).
Tuduhan kedua, menurut hakim ketua, Rasimah menyerukan kepada massa, “๐๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ค๐ข๐ฑ๐ข๐ช ๐๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ฏ๐ฆ๐ด๐ช๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ฅ๐ฆ๐ฌ๐ข, ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฌ๐ฐ๐ณ๐ฃ๐ข๐ฏ ๐ซ๐ช๐ธ๐ข ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ณ๐ข๐จ๐ข!” Hakim menegaskan kepada Rasimah dan pengacaranya Mr. Djamin Datuk Maharadjo Basa, bahwa kata-kata itu adalah penghasutan dan merusak rust en orde [Keamanan dan Ketertiban].
Rasimah kemudian menolak tuduhan itu. Ia menegaskan, “๐๐ด๐ช๐ด๐ต๐ฆ๐ฏ ๐๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฏ๐จ ๐ต๐ฆ๐ญ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฅ๐ถ๐ด๐ต๐ข! ๐๐ฐ๐ญ๐ฆ๐ฉ ๐ซ๐ข๐ฅ๐ช ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ฃ๐ช๐ค๐ข๐ณ๐ข ๐ต๐ฆ๐ณ๐ญ๐ข๐ถ ๐ค๐ฆ๐ฑ๐ข๐ต. ๐๐ข๐ฑ๐ช ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช, ๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข ๐ต๐ช๐ฃ๐ข-๐ต๐ช๐ฃ๐ข ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ฅ๐ช๐ด๐ถ๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฉ๐ฆ๐ฏ๐ต๐ช ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฑ๐ช๐ฅ๐ข๐ต๐ฐ!”(de Sumatra Post, 12 Februari 1933).
![]() |
Pict: Republika |
๐๐ถ๐ท๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐ ๐ฆ๐ฝ๐ฟ๐ฒ๐ฒ๐ธ๐ฑ๐ฒ๐น๐ถ๐ฐ [Pasal Pelanggaran Berbicara] ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ถ๐ฏ๐๐ถ ๐ฑ๐ถ ๐๐ฎ๐๐ฎ ๐ง๐ฒ๐ป๐ด๐ฎ๐ต
Dalam sidang berikutnya, Hakim kembali meminta klarifikasi dari laporan Veld Politie [Polisi Lapangan] yang hadir dalam openbare [Rapat Terbuka] yang digelar PERMI itu. “๐๐ข๐ฎ๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ๐ฌ๐ข๐ฏ, ๐ฃ๐ข๐ฉ๐ธ๐ข ๐ฏ๐ฆ๐จ๐ฆ๐ณ๐ช ๐ช๐ฏ๐ช ๐ด๐ถ๐ฅ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐บ๐ข๐ฌ ๐ฌ๐ฆ๐ฌ๐ข๐ค๐ข๐ถ๐ข๐ฏ! ๐๐ฆ๐ฉ๐ช๐ฏ๐จ๐จ๐ข ๐ฉ๐ข๐ญ ๐ช๐ต๐ถ ๐ฃ๐ช๐ด๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ด๐ข๐ฌ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฏ๐ฅ๐ข๐ฉ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐๐ด๐ญ๐ข๐ฎ! ๐๐ฆ๐ต๐ถ๐ญ ๐ฌ๐ข๐ฎ๐ถ ๐ฃ๐ช๐ค๐ข๐ณ๐ข ๐ฃ๐ฆ๐จ๐ช๐ต๐ถ!”
“๐๐ฆ๐ต๐ถ๐ญ” jawab Rasimah.
“๐๐ข๐ฎ๐ถ ๐ซ๐ถ๐จ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐บ๐ช๐ฏ๐จ๐จ๐ถ๐ฏ๐จ ๐ช๐ฎ๐ฑ๐ณ๐ฆ๐ข๐ญ๐ช๐ด๐ฎ๐ฆ. ๐๐ข๐ฎ๐ถ ๐ต๐ข๐ถ ๐ช๐ต๐ถ ๐ข๐ฑ๐ข?” tanya hakim Mr. Guijt.
๐๐ข๐ฏ๐ฑ๐ข ๐ฃ๐ข๐ด๐ข-๐ฃ๐ข๐ด๐ช, ๐๐ข๐ด๐ช๐ฎ๐ข๐ฉ ๐ญ๐ข๐ฏ๐จ๐ด๐ถ๐ฏ๐จ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ซ๐ฆ๐ญ๐ข๐ด๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ญ๐ข๐ฏ๐ต๐ข๐ฏ, ๐ฃ๐ข๐ฉ๐ธ๐ข ๐ช๐ฎ๐ฑ๐ณ๐ฆ๐ข๐ญ๐ช๐ด๐ฎ๐ฆ ๐ข๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฉ ๐ข๐ง๐ด๐ถ ๐ด๐ฆ๐ณ๐ข๐ฌ๐ข๐ฉ, ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฌ ๐ฌ๐ฆ๐ฌ๐ข๐บ๐ข๐ข๐ฏ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ด๐ข ๐ญ๐ข๐ช๐ฏ. ๐๐ช๐ญ๐ข ๐ฌ๐ฆ๐ฌ๐ข๐บ๐ข๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ข ๐ต๐ฆ๐ณ๐ถ๐ด ๐ฅ๐ช๐ฌ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฌ ๐๐ฆ๐ญ๐ข๐ฏ๐ฅ๐ข, ๐ต๐ฆ๐ฏ๐ต๐ถ ๐ด๐ข๐ซ๐ข ๐ณ๐ข๐ฌ๐บ๐ข๐ต ๐ฎ๐ฆ๐ญ๐ข๐ณ๐ข๐ต ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฉ๐ช๐ฏ๐ข.
Dalam pledoi pembelannya, Rasimah menegaskan, bahwa diseretnya ia ke pengadilan, bukan persoalan individu. Ia menegaskan, telah menempuh jalur yang benar untuk menuju Indonesia merdeka.
“๐๐ถ๐ข๐ฏ ๐๐ข๐ฌ๐ช๐ฎ ๐๐ฆ๐ต๐ถ๐ข, ๐๐ข๐บ๐ข ๐ข๐ฌ๐ถ๐ช ๐ฐ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ฃ๐ข๐ณ๐ฆ ๐๐๐๐๐ ๐ข๐ฎ๐ข๐ต ๐ฃ๐ข๐ฏ๐บ๐ข๐ฌ ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ฉ๐ข๐ต๐ช๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ณ๐ช ๐ณ๐ข๐ฌ๐บ๐ข๐ต! ๐๐ถ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ช๐ฅ๐ฐ๐ณ๐ฐ๐ฏ๐จ ๐ด๐ฑ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ฆ๐ณ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ข๐ฏ๐ข๐ด! ๐๐ถ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ข๐ณ๐ฆ๐ฏ๐ข ๐ฉ๐ข๐ด๐ถ๐ต๐ข๐ฏ! ๐๐ข๐ฑ๐ช ๐ฅ๐ช๐ฃ๐ข๐ธ๐ข ๐ฐ๐ญ๐ฆ๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ถ๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข ๐ฌ๐ฆ๐ด๐ข๐ฅ๐ข๐ณ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ณ๐ช ๐ณ๐ข๐ฌ๐บ๐ข๐ต ๐๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ฏ๐ฆ๐ด๐ช๐ข!” – demikian Rasimah menutup pledoinya – yang disambut gemuruh pendukungnya yang datang dari Aceh, Tapanuli, Palembang, dan tentunya sekitar Sumara Barat (Sumatra Bode, 2 April 1933).
Putusan Landraad Fort de Kock, tetap memutus bersalah Rasimah Ismail, anggota perempuan dari PERMI. Ia dijerat tuduhan yang sama dengan Rasuna Said yakni Artikelen 153-154.
Rasimah dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara. Pengacara Rasimah kemudian mengajukan banding atas vonis yang tidak adil untuk seorang gadis pergeraka berusia 21 tahun.
Setelah banding dibacakan Djamin, Rasimah segera dikerubungi pengunjung. Ia pun diarak dengan kuda bendi, mengelilingi Fort de Kock. Seakan massa ingin menunjukkan dukungan penuh untuk seorang Rasimah.
Pasca vonis untuk Rasuna dan Rasimah, demonstrasi digelar oleh kalangan nasionalis di Padang (De Locomotief, 5 April 1933). Tepatnya pada tanggal 14 Juni 1933 demonstrasi besar-besaran di gelar, setelah dipindahkannya Rasuna dan Rasimah ke Padang. Direncanakan, keduanya diangkut Kapal Linschoten menuju Batavia.
Massa demonstran telah menyemuti dermaga Emmahaven, menuntut agar Rasuna dan Rasimah, segera dibebaskan. Saat iring-iringan PID dan veldpolitie yang membawa keduanya lewat, lagu Indonesia Raya segera dikumandangkan massa demonstran. Deli Courant menulis, itulah kali pertama seorang tahanan politik dilepas untuk terakhir kali ke pembuangan, dengan penuh haru (Sufyan, 2022).
Sementara pada saat-saat terakhir, seorang haji melompat ke atas perahu menuju kapal yang akan berangkat. Rasuna dan Rasimah segera menempelkan lambang Permi ke tangan haji, tanda perpisahan. “Indonesia Raya masih dinyanyikan ketika perahu sudah menjauh dari dermaga,” (Deli Courant, 16 Juni 1933).
--------
Disalin dari FB Wedia Purnama | Juga dimuat di; news.republika
--------
Red: Muhammad Subarkah
Source: Fikrul Hanif Sofyan
======
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Jambu Air merupakan salah satu Jorong dari Nagari Taluak Ampek Suku, berada diluar wilayah Fort de Kock pada masa kolonial dan Bukit Tinggi pada masa sekarang. Jambu Aia berbatasan langsung dengan Birugo yang berada dalam wilayah Bandar Bukit Tinggi.
[2] Volk dalam Bahasa Belanda berarti 'Rakyat' jadi terjemahan pasnya ialah Sekolah Rakyat (SR) yang pada masa sekarang acap disamakan dengan Sekolah Dasar (SD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar