Kami harap kebijaksanaan pembaca dalam membaca tulisan dibawah ini, banyak memakai sumber dari luar, apakah itu orientalis maupun non Minang. Dianjurkan untuk mempelajari sejarah dan adat Minang lebih mendalam [Admin]
Ciloteh Tanpa Suara #35 | “Rancak bana tulisan mamak Saiful tentang sejarah Minangkabau, memberikan wawasan bagi kami yang muda-muda, Insya Allah Idul Adha saya pulang dan bisa kita basuo. Ohya, menurut mamak apakah Keturunan Iskandar Zulkarnain dalam Tambo adalah Mitos? ”Tanya Jonnardi.
“Menjawab sejarah harus dengan catatan yang pasti, tentang keberadaan Iskandar Zulkarnain kita baru menemukan dari tulisan dalam Tambo Alam Minangkabau yang ceritanya diwariskan turun temurun yang kebenarannya belum tentu.[1] Padahal, menurut fakta sejarah, Iskandar Zulkarnain adalah Alexander The Great, yang memerintah 336-323 Sebelum Masehi, Raja Yunani Macedonia yang merebut Persia, Gandara, Gujarat, tapi tidak pernah merebut Alam Minangkabau.” Jawab saya.
“Jadi siapa yang membawa cerita Iskandar Zulkarnain ke Minangkabau ?” Tanya Jonardi lagi
“Saya rasa yang membawa cerita Iskandar Zulkarnain ini ke Alam Minangkabau adalah pedagang dari Gujarat India yang lebih dahulu masuk ke dalam wilayah tengah pulau Sumatera. Dalam Tambo “Simalangang” sudah masuk Islam ke pedalaman pulau Sumatera pada abad ke 12 melalui pedagang dari Gujarat India.[2]
Bahkan tidak dapat dipungkiri, bahwa sampai saat ini banyak penulis dan ahli sejarah tidak bisa melepaskan diri dari Tambo Minangkabau. Dalam Tambo memang, alur cerita tidak tersusun secara sistematis. la lebih melegenda dan mitologi dibandingkan fakta, dan cendrung kepada sebuah karya sastra. Namun demikian, Tambo sudah menjadi milik masyarakat banyak secara turun temurun.[3]
Menelusuri catatan yang dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsche Indie), tentang Minangkabau atau Sumatera Westkust, sangat memerlukan kejelian dalam menelitinya. Hal ini, disebabkan catatan-catatan tersebut dibuat untuk kepentingan pemerintahan Belanda, atau keperluan dagang oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda), disingkat VOC.
Sedangkan menelusuri Minangkabau melalui Tambo, kita akan menemui mitos-mitos dan Iagenda mengenai asal usul suku bangsa Minangkabau, sekaligus menemui hukum-hukum adatnya. Sungguhpun demikian, penelusuran melalui tambo sulit untuk dicarikan rujukan seperti sejarah. Namun demikian, apa yang disebut dalam tambo masih dapat dibuktikan dan ditemukan di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Kita coba mencari kedua sumber ini. Salah satunya,
Louis Constant Westenenk seorang berkebangsaan Belanda, pada tahun 1908 saat Perang Kamang dia betugas di Agam,[4] 1910 dia bertugas di Batusangkar, dan 1912 dia bertugas di Payakumbuh yang kemudian meresmikan Pasar Payakumbuh, kemudian 1915 menjadi residen Benkoelen dan anggota Volksraad (parlemen Hindia-Belanda). Lima tahun kemudian, diangkat sebagai residen di Palembang, dan setahun setelah itu menjadi Gubernur Pesisir Barat Sumatera. Pada tahun 1918, saat berada di Minangkabau Westenenk berhasil menulis buku “De Minangkabausche Nagari”.
Saat bertugas di Minangkabau, Westenenk menemukan dalam cerita masyarakat bahwa Minangkabau berasal dari Keturunan Iskandar Zulkarnain, kemudian Westenenk mencoba menghubungi temannya Cornelis Poortman, seorang ahli sejarah asal Belanda juga. Posisi Poortman sama dengan Snouck Hurgronje. Snouck adalah seorang ahli Aceh, yang informasinya diminta oleh pemerintah Belanda. Sedangkan Poortman adalah seorang ahli Batak, yang informasinya juga diminta oleh pemerintah Belanda. Poortman pensiun pada tahun 1930 dan kembali ke Belanda.
Ketika Poortman diminta oleh Westenenk untuk penelitian tentang Mitos Dinasti Iskandar Zulkarnain di Minangkabau, Poortman kebetulan sudah terlebih dulu menemukan di dalam tulisan-tulisan peninggalan kesultanan Mesir Dinasti Fathimiyah (976 – 1168), bahwa di jazirah Gujarat India, hampir semuanya orang Islam Mazhab Syi'ah mengaku keturunan Alexander The Great, yang di situ disebutkan "Iskandar Zulkarnain." Poortman segera mencurigai orang-orang Cambay Gujarat, yang sebelum 1350 datang berdagang ke Minangkabau dan di situ menjadi asal dari mitos keturunan dinasti Iskandar Zulkarnain.[5]
Poortman kemudian bertahun-tahun lamanya melakukan pekerjaan "detektif sejarah,“ meneliti tulisan peninggalan Kesultanan Mesir Dinasti Fathimiyah, Kesultanan Mesir Dinasti Mamaluk, Kesultanan Aru Barumun, Kesultanan Allahabad India (yang menguasai jazirah Gujarat sesudah Kesultanan Mesir Dinasti Fathimiyah dan sebelum Kesultanan Dehli India), Dinasti Yuang dan Dinasti Ming Cina serta tulisan-tulisan lainnya.
Dari tulisan tangan yang ada di perpustakaan "Adjaib Ghur" (museum di Lahore), di dalam tulisan peninggalan Kesultanan Allahabad, Poortman "menemukan" Sultan Daya Pasai yang pertama, bernama Djohan Djani.
Setelah menemukan itu, Poortman melakukan penelitian lapangan dengan berjalan 'kaki di daerah -daerah hulu Sungai Batanghari, Kuantan, dan Kampar, daerah-daerah yang oleh Westenenk disebutkan: "Waarmensch en tijger buren zijn." (Manusia dan harimau bertetangga), Poortman berhasil mengetahui tentang Sultan Djohan Djani, seorang bajak laut yang canggih. Sultan Djohan Djani, lahir di Combay Gujarat. Ayahnya orang Persia, ibunya orang Punjabi. Mereka sudah turun temurun beragama Islam Mazhab Syi'ah, dan katanya, berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain.
Menurut Poortman, setiap pengemispun di jazirah Gujarat, katanya mengaku keturunan dari Iskandar Zulkarnain, yang 1.500 tahun sebelumnya sangat aktif membikin puas dan bangga entah ribuan wanita Persia, Punjabi dan Gujarat. Di daerah tersebut, berjuta-juta orang yang katanya mengaku keturunan dari Iskandar Zulkarnain.[6]
Djohan Djani menjadi pelaut di Cambay Gujarat, turut belayar dengan kapal-kapal dagang antara Zanzibar dan Daya Pasai. Djohan naik manjadi kapten kapal perang di kesjahbandaran Daya Pasai. Di Daya Pasai (1168-1204 M) memerintah Laksamana Kafrawi AI Kamil, sudah lepas dari kesultanan Mesir Dinasti Fathimiyah yang sudah musnah.[7]
Kapten Djohan Djani berkhianat terhadap Laksamana Kafrawi AI Kamil, yang sudah tua. la mengangkat dirinya sendiri menjadi Laksamana Djohan Djani, dan menjadi bajak laut di Pulau Weh. Di muara Sungai Aceh sudah terlebih dahulu bersarang seorang bekas bawahan dari Laksamana KafrawiAI Kamil, yang juga sudah menjadi bajak laut, yakni Laksamana Djohan Ramni. Terjadilah rebutan daerah kekuasaan dan peperangan antara dua orang Laksamana yang bernama "Djohan:' Laksamana Djohan Djoni. kemudian punya ide gemilang, bahwa dia akan lebih mudah menyerang Laksamana Kafrawi AI Kamil, yang bertambah tua dan menguasai daerah muara Sungai Pasai, daripada dia terpaksa terus menerus bertahan terhadap serangan dari Laksamana Djohan Ramni dari muara Sungai Aceh.
Pada tahun 602 H (1204 M), Laksamana Djohan Djani merebut daerah sekitar muara Sungai Pasai. Laksamana Kafrawi AI Kamil mati dibunuh. Laksamana Djohan Djani mengangkat dirinya menjadi Sultan Daya Pasai yang pertama. Di situlah pertama kali seorang yang katanya keturunan dari Iskandar Zulkarnain, menjadi sultan (raja Islam) di Kepulauan Nusantara.
Westenenk menantang Poortman, untuk membuktikan bagaimana caranya "Mitos Dinasti Iskandar Zulkarnain," dari Daya Pasai masuk di pedalaman Minangkabau? Yang begitu jauh dari laut, sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung.
Poortman berusaha menjawab tantangan rekannya Westenenk. la mulai penelitian dari kesultanan Kuntu Kumpar. Dan ia melihat kesultanan Kuntu Kumpar (1301-1339) di Minangkabau Timur, ia tetap mengaitkan daerah Kuntu Kampar sebagai penghasil merica terpenting di dunia, yang menjadi rebutan di antara kesultanan Islam: Daya Pasai, Sumadera Pasai dan Aru Barumun. Dari hasil penelitiannya, Poortman antara lain berkesimpulan:
Pertama, pada tahun 1285, Kesultanan Daya Pasai (bermazhab Syi'ah) berakhir, diganti oleh kesultanan Sumadera Pasai (1285 - 1522), yang bermazhab Syafi'i.
Kedua, Setelah Sultan Sumadera Pasai pertama, Sultan Malik Us Saleh (1285 - 1296) meninggal, ia digantikan oleh putranya Sultan Malik Ut Tahir (1296 - 1327). Seorang lagi Putra dari Sultan Malik Us Saleh, yakni Pangeran Malik UI Mansur, sejak tahun 1295 secara de-facto sudah berkuasa di daerah sekitar muara Sungai Barumun. Dia menikah dengan seorang cucu dari Sultan Bahaudin AI Kamil, yakni Putri Nur Alam Kumalasari. Pangeran Malik UI Mansur membangkang dalam agama Islam mazhab Syafi'i, dan dia mendirikan kesultanan Aru Barumun (bermazhab Syi'ah) pada tahun 1299.
Perang saudara antara kesultanan Sumadera Pasai melawan Kesultanan Aru Barumun sangat berbahaya, karena masih sangat banyak orang-orang Gujarat India yang ingin menjadi Sultan Daya Pasai yang ketudjuh. Sultan Malik Ut Tahir berdamai dengan saudaranya Sultan Malik UI Mansur.
Ketiga, Sultan Malik UI Mansur (Sultan Aru Barumun yang pertama), lahir Islam, walaupun ayahnya (Sultan Malik Us Saleh lahir di Pagan-Pagan Batak Karo). Ibunya adalah Putri Ganggang Sari seorang Putri Persia dari kesultanan Perlak, dan isterinya adalah Putri Nur Alam Kumalasari seorang Putri dari Dinasti AI Kamil. Tapi Sultan Malik UI Mansur malu mengaku keturunan dari Batak Gajo. Karena itulah Sultan Malik UI Mansur mengadakan pemalsuan sejarah, yang di dalam sejarah Indonesia, dunia ada Cuma ada taranya di dalam Babad Jawi, yakni perihal keturunan dari Kiyai Gede Pamanahan.
Sultan Malik UI Mansur menjungkir balikkan sejarah. Ia mengaku bahwa ayahnya Sultan Malik Us Saleh (Iskandar Malik=Marah Silu) sebenarnya adalah putra dari Sultan Ibrahim Djohan Djani (Sultan Daya Pasai yang pertama), bukan keturunan Batak Gajo. Selanjutnya, lewat Sultan Djohan Djani, Sultan Malik UI Mansur katanya adalah keturunan dari Iskandar Zulkarnain.
Keempat, Pada tahun 1301, tentara kesultanan Aru Barumun merebut daerah Kuntu Kampar dari tangan tentara Singasari yang ketinggalan di situ. Setelah itu, kesultanan Aru Barumun , mendirikan kesultanan Kuntu Kampar berupa bawahan kesultanan Aru Barumun.
Kelima, Sultan Said Amanullah Perkasa Alam (tituler Sultan Kuntu Kampar yang pertama) adalah seorang putra dari Sultan Malik UI Mansur. Dia sangat sombong. dan sangat parah menindas penduduk asli Minangkabau. Lebih parah lagi daripada ayahnya, dia tidak mau mengakui keturunan bahwa dia dari orang Batak Gajo, tapi dari Dinasti Iskandar Zulkarnain. Kemudian. Sultan Amanullah Perkasa Alam menerapkan "Mitos Dinasti Iskandar Zulkarnain" di Alam Minangkabau, demikian menurut Poortman.[8]
Pada tahun 1292, Kerajaan Singasari di Jawa timur ditumbangkan oleh Kerajaan Kediri yang kemudian juga musnah oleh Kerajaan Majapahit. Akibatnya, sisa balatentara Singasari dalam “Pamalayu Expedition” yang berada di Kuntu Kampar menjadi terisolasi dari induknya yang telah musnah sehingga Sultan Malik al-Mansur, Raja Aru Barumun dengan mudah merebut kembali wilayah Kuntu Kampar nyaris tanpa perlawanan, dan dibiarkan pula oleh pihak Samudera Pasai yang sejak tahun 1279 Kerajaan Perlak sebagai induknya telah berada di bawah kekuasaan Majapahit. Atas dasar itulah kemudian, Sultan Malik al-Mansur, Raja Aru Barumun mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Kuntu Kampar sebagai kerajaan kecil di bawah Kesultanan Aru Barumun. Sultan Malik al-Mansur mengangkat putranya, Sultan Said Amanullah Perkasa Alam sebagai Sultan Kuntu yang pertama.
Hamka dalam buku Tuanku Rao menjelaskan bahwa Sultan Amanullah Perkasa Alam, berwatak buruk, sombong dan suka menindas penduduk setempat. Karena kesombongannya itu pula dia tidak mau mengakui bahwa kakeknya, Sultan Malikus Saleh (Raja Samudera Pasai) adalah orang Sumatera, melainkan katanya keturunan Iskandar Zulkarnain. Mitos inilah yang kemudian berkembang di wilayah Kesultanan Kuntu Kampar dan masuk kepedalaman pulau Sumatera Minangkabau.[9]
Kesultanan Kuntu Kampar terletak di Minangkabau Timur, daerah hulu dari aliran Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Kesultanan Kuntu di masa lalu adalah daerah yang kaya penghasil lada dan menjadi rebutan kerajaan lain, hingga akhirnya Kesultanan Kuntu dikuasai oleh Kerajaan Singasari dan Kerajaan Majapahit.
Kini wilayah Kesultanan Kuntu hanya menjadi sebuah cerita tanpa meninggalkan sedikitpun sisa masa kejayaan, Kesultanan Kuntu kini berada di wilayah Kecamatan Kampar Kiri (Lipat Kain) Kabupaten Kampar. Pada abad 14 sampai abad 17, Kuntu dikuasai oleh Kerajaan Pagaruyung, Minang Kabau, dan dari sinilah cikal bakal Kerajaan Gunung Sahilan yang berada di Sungai Kampar. [10]
Banyak buku sejarah yang harus kita baca ulang lagi: Sejarah Melayu (1909), Djejak Langkah Hadji Agus Salim (1954), Orgaan Van Den Jong Sumatranen Bond (1917), Sulatus Salatin, Minangkabau dari Dinasti Iskandar Zulkarnain sampai Tuanku Imam Bonjol.
Saya suka buku “Bila mendapatkan buku yang bagus, saat membacanya layaknya seperti percakapan dengan nenek moyang yang punya pemikiran terbaik di abad-abad sebelumnya” Saiful Guci. Yang terpenting sejarah yang telah tercatat dalam Al-Quran minimal dibaca 10 halaman setiap hari.
==============
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Terlalu cepat mengatakan jika 'kebenaran dalam Tambo belum tentu'. Jika orang luar yang menyatakan demikian masih dapat dimaklumi. Orang bijak pernah berwasiat "Manusia adalah musuh dari ketidak tahuan mereka" telah banyak contohnya. Karena ketidak mampuannya, seorang muslim mengatakan kalau Qur'an itu tidak logis namun pada masa-masa kemudian banyak ilmuan yang membuktikan kelogisan dari Al Qur'an. Demikian pula dengan Tambo yang dipenuhi dengan bahasa Qias, Perumpamaan. Hendaknya dipisahkan antara Tambo dengan pendapat para Akademisi, silahkan sahaja kalau para akademisi berpendapat macam-macam karena itu merupakan sebagian dari kebebasan berfikir di ranah keilmuan. Namun apabila terkait agama dan adat, maka usah dibawa teori dan metodologi ilmu pengetahuan untuk membedahnya. Kalau hendak dibawa juga, apabila tidak dapat ditemukan jawapan, maka jangan salahkan agama dan adat.
[2] Kami belum pernah membaca Tambo Simalanggang yang dimaksud penulis, namun sejauh yang kami ketahui literatur tradisional di Minangkabau tidak pernah menyebutkan angka tahun. Kami tidak tahu dengan tambo yang dirujuk oleh penulis, apakah sudah menggunakan angka tahun. Kalau sudah apakah tahun Masehi atau Hijriyah? Hal ini masih dapat kita kritisi. Adapun dengan masuknya Islam, Buya Hamka telah menegaskan bahwa Islam telah masuk semenjak Abad Ke-1 Hijriyah atau bertepatan dengan abad ke-6 Masehi.
[3] Mitologi, Legenda, Hikayat, ataupun Dongeng merupakan istilah dan klasifikasi yang diciptakan oleh para sarjana yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah dan berbagai produk budaya (kearifan lokal). Sama dengan istilah fantik, radikal, fundamentalis, ataupun konservatif yang mereka ciptakan untuk mempelajari fenomena dan gejala yang terjadi dimasyarakat terkait pola fikir dan perilaku yang mereka tunjukkan. Ini semua merupakan bagian dari metodologi mereka untuk membedah dan menelaah objek kajian (masyarakat,budaya) yang mereka kaji. Namun dari sudut pandang penganut kebudayaan tertentu, semua yang disebut hikayat, legenda, ataupun mitologi dimana beberapa sarjana dengan berani mengatakan khayal ataupun dusta/bohong justeru dianggap sebagai suatu fakta dalam sejarah nenek moyang mereka. Rocky Gerung yang merupakan salah seorang sarjana Filsafat alumni Fakultas Indonesia pernah mengatakan kalau Niniak Mamak di Minangkabau berbincara dengan menggunakan 'Bahasa Kode'. Angku Yus Dt. Parpatiah, salah seorang ahli adat di Minangkabau pernah mencuraikan dalam salah satu rekaman 'Curaian Adat' beliau;
Kalau hendak mempelajari Syari'at, pelajarilah Bahasa Syari'at - Kalau hendak memepelajari Adat, pelajarilah Bahasa Adat.
Bahasa Syari'at ialah Bahasa Arab, dan Bahasa Arab orang sekarang sangat jauh berbeda dengan Bahasa Arab orang Mekah pada masa nabi menjalankan dakwah beliau. Demikian pula dengan Bahasa Adat ialah Bahasa Minang, dan Bahasa Minang yang terdapat dalam Tambo ataupun literatur adat lainnya sangat berbeda dengan Bahasa Minang yang dipakai oleh orang Minang dalam keseharian mereka. Dan yang patut kita cermati, Bahasa Minang orang sekarang berbeda dengan Bahasa Minang orang Dahulu. Akan halnya dengan Bahasa Arab yang memiliki metode sendiri dalam mempelajarinya karena juga memiliki kata-kata yang bermakna kias, maka demikian pula dengan Bahasa Minang dalam Tambo memiliki metode tersendiri untuk mempelajarinya karena juga bermakna kias.
[4] Menjabat sebagai Controleur Oud Agam dan terlibat langsung, ia memimpin pasukan Belanda dalam melakukan pembantaian di Kamang pada 15 Juni 1908.
[5] Perihal Sosok Iskandar Zulkarnain dan Alexander The Great masih banyak yang memperdebatkan apakah mereka sosok yang sama. Kita juga harus mengkritisi sumber-sumber sejarah dari Barat tentang negeri kita, terutama pada masa kolonial karena pandangan mereka yang bias dan tingginya subjektifitas mereka terhadap Bangsa Timur terutama bangsa-bangsa yang beragama Islam. Sikap membabi buta bahkan cenderung mendewa-dewakan sumber Kolonial (Barat/Orientalis) bagi sebagian kalangan Bangsa Timur sangat menyedihkan. Tanpa sadar mereka merendahkan bangsa sendiri beserta keyakinan yang dianutnya.
[6] Dari bahasa yang digunakan sangat nyata sikap merendahkan dan melecehkan para Kolonialis ini terhadap budaya dan agama Bangsa Timur. Sikap bengis dan kejam penguasa mereka yang suka memperkosa perempuan-perempuan yang mereka jajah negerinya juga takkalah mengerikan. Semenjak masa Romawi hingga masa sekarang, Kebejatan Kelamin orang-orang kulit putih sangat nyata dan ditutupi dengan mencolok oleh sejarawan dan dengan berbagai produk budaya populer yang mereka miliki. Selain itu jangka waktu yang jauh semenjak masa Iskandar Zulkarnain atau menurut keyakinan mereka Alexander The Great tentunya membuat keturunan dari seseorang akan berkembang biak. Menjadikan seorang pengemis sebagai contoh atau model dalam memberikan analisa dalam kasus ini merupakan suatu pelecehan yang sangat nyata dan vulgar. Orang-orang Eropa sendiri merupakan keturunan dari bangsa bar-bar yang memiliki kegemaran membunuh, membantai, dan memperkosa. Semenjak awal masa penyebaran mereka sebagai bangsa primitif.
Baca Juga: Islam Masuk ke Alam Melayu
[7] Daya Pasai, kami baru menemukan nama ini dan bukan sebuah negeri atau pemerintahan melainkan Kesyahbandaran. Hal ini sangat menarik karena Bandar (kota pelabuhan) merupakan bagian dari sebuah kerajaan. Dan pada Dongeng ini merupakan pemerintahan sendiri tanpa ada kerajaan yang membawahi.
[8] Kisah tentang Kesultanan Daya Pasai dan seterusnya pada tulisan ini diambil mentah-mentah bahasanya dari tulisan Poortman, setidaknya kita tahu bahwa narasi ini berasal dari Orang Barat Kafir yang membenci Islam beserta penganutnya.
[9] Hipotesis ini perlu untuk diselidiki lebih lanjut, karena terkait cerita rakyat yang telah diturunkan turun-temurun sangatlah payah melacak sumber awalnya. Kecuali hanya menduga-duga dan berprasangka seperti yang tertuang pada tulisan ini.
[10] Pernyataan ini perlu diselidiki lebih lanjut, sepertinya penulis menyadur habis tulisan dari penulis non Minangkabau (kemungkinan orientalis atau murid pribumi mereka). Karena Pagaruyuang atau Minangkabau tidak pernah melakukan Kampanye Militer. Hubungan yang berlangsung dengan kawasan rantau selama ini ialah hubungan kekerabatan, baik itu karena pertalian raja di daerah rantau dengan raja atau kerabat kerajaan di Nagari Pagaruyuang ataupun pertalian yang terjalin diantara anak nagari (rakyat) karena perpintahan penduduk dari wilayah pedalaman atau daerah rantau Minangkabau yang lain ke wilayah tersebut. Semua tersebut dapat dilacak melalui Tambo Nagari tersebut, Tambo Kerajaan, ataupun tambo-tambo yang lain.
Baca Juga: Delegasi adat khusus Rantau Kampar Kiri ke Pagaruyung | Sekilas Kerajaan Gunung Sahilan