Oleh Saiful Guci Dt. Rajo Sampono
Ciloteh Tanpa Suara # 39 –Dalam status saya ke-39 ini, saya menjawab tantangan dari tuo suluak[1] dari Halaban Tuanku Tunggang Balumuk Lumuk dalam status saya yang ke- 33 “Kurangi Nan Randah Nak Samo Tinggi Jo Nan Tinggi”. Sebuah pertanyaan muncul “Iko timbangan ko yo angku datuak, tunjuak pulo kami naraco angku datuak. Timbangan Akal Naraco Budi." Tidaklah mudah menjawab ujian dari tuo suluak Halaban ini, karena referensinya sudah pasti berbeda dengan buku Tambo atau buku sejarah karena hal ini adalah inti pengajian sifat duo puluah[2] dan orang yang berakal itu selalu mengingat akan Allah SWT. Akan tetapi kita coba juga menjawab untuk menambah pengetahuan karena seorang guru suluak yang punya pengetahuan Agama Islam (Syara’) mengajarkan nilai-nilai ukhuwah berkulindan dengan kebiasaan luhur Minangkabau. Kebiasaan itu seperti tergambar dalam kata ”Senteng Babilai/Kurang Batukuak, Batuka Baanjak/Barubah Basapo”. (kurang panjang disambung, kurang banyak ditambah) yang kita harapkan dari Tuanku Tunggang Balumuk Lumuk. Sebagai seorang muslim, Timbangan akal bermula untuk selalu mengingat Allah SWT melalui ciptaan-Nya dan kekuasaan-Nya. Seperti, terciptanya siang dan malam, luasnya semesta, serta pasang surut air laut. Sebab, dengan memikirkan ciptaan-Nya yang luar biasa, seorang muslim akan mampu untuk selalu mengingat kehendak Allah SWT dalam setiap ciptaan-Nya. Sebagaimana firman Allah tentang kekuasaan-Nya di alam semesta ini tertulis pada Al-Quran Surah Ali-Imran ayat 190 yang artinya :
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal."
Maka nyatalah akal yang sempurna itu sebaik-baik perhiasan dan kemuliaan bagi manusia, yakni kelebihan manusia adanya.
Salah satu sifat nabi yang harus juga kita punyai adalah Fathanah yang artinya sempurna segala pengertian dan terlengkap segala timbangan. Maka mustahil bodoh atau dungu bagi seorang nabi.
Maka sifat Fathanah itu pada Nabi ialah anugerah yang amat besar karena itu sempurna segala timbangannya mengharuskan kebajikan atas segala kita hamba Allah serta mengeluarkan banyak hadis dan aturan hukum yang seadil-adilnya dalam undang syarak yang setuju jalannya dengan adat-adat yang dipakai dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada menyatakan kejadian dari pada fathanah Rasulullah yaitu akal yang sempurna yang wajib padanya, yang mustahil padanya, dan yang ja’iz padanya. Maka berpangkat-pangkat akal itu atas sepuluh pangkat. Pertama, ikhtiar. Kedua, ilmu. Ketiga, cerdik. Keempat, cendikia. Kelima, arif. Keenam, budiman. Ketujuh, shidiq. Kedelapan, midiq. Kesembilan, jauhari. Kesepuluh, bijaksana. Maka terhimpun sekalian itu pada fathanah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa-sallam.
Adapun sifat akal itu panjang perjalanannya senantiasa mencari yang akan menjadi kesudahan bagi tiap-tiap pekerjaan serta bersusun dengan ikhtiar, apabila akal menjalani ikhtiar itu memilih yang didapat oleh akal itu. Maka itulah sebab dikatakan apabila akal menjalani ikhtiar untung yang menyudahi ialah tempat kita berhenti. Artinya sehabis akal dan ikhtiar itu maka terserahlah pada untung dan nasib tidak lagi kita boleh berdaya. Oleh sebab itu janganlah kita putus saja pada untung sebelum akal dan ikhtiar. Maka segala yang mempunyai akal sekali-kali tidak suka menyerahkan pada untung melainkan ia sesudah akal dan ikhtiar adanya.
Maka adalah waktu Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa-sallam membaca do’a kepada Allah subhanahu wa-ta’ala sebab nabi yang lain telah beberapa banyak pertunjuk menentu mu’jizatnya yang ajaib-ajaib, maka pada timbangan akal Nabi Muhammad terlebih kasih Tuhannya kepada segala mereka itu. Oleh sebab itu maka firman Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad: “Ya Muhammad, tidak ada yang lain yang lebih indah daripada pemberi aku kepada engkau yang telah engkau terima itu, yaitu akal yang sempurna itu adanya.”
Maka adalah sebelumnya rasul-rasul, dijadikan Allah akal yang terpakai oleh kita segala manusia hamba Allah, yaitu lima perkara: Partamo aka manjala, kaduo aka sambarang aka, katigo aka takumpa, kaampek aka tawakal, kalimo aka samparoro aka.
Nan dikatokan aka manjala iyolah piuah suok piuah kida, manjala hilia jo mudiak, manjala suok jo kida, piuah jariang nak barisi, pilin kacang nak mamanjek, jalaran aka nak mandapek, tak dapek dek kapai dek kapulang disinggahinyo.
Nan dikatokan aka sambarang aka iyolah sasiuik anguih ka api, salewa basah ka aia, nan tacuai nak maambiak, nan ta jambo nak manunai, manaruah lobo jo tamak, mamakai kisik jo lanat, salalu nak manganai sajo.
Nan dikatokan 'aka 'takumpa iyolah kok lalok talalu mati, manyuruak talalu hilang, badan sanang kaleso tibo, aka ado usaho kurang, manaruah sagan jo ragu, itulah aka nan takumpa.
Nan dikatokan aka tawakal iyolah tiliak nan nyato, manaruah iman jo taat, mamakai saba jo relah, mananti garak jo takadia.
Nan dikatokan aka samparono aka, iyolah tahu mudarat jo mupa'at, manimbang lahia jo batin, mangana awa jo akhia, tahu di Allah dengan Rasul, mambesokan hala dengan haram, mamakai kan sunat jo paralu.
Akal menurut pengajian adat, yaitu kekuatan gaib yang ada pada manusia, yang mana kekuatan itu mendapat apa yang tidak kelihatan se-sudah melihat tanda-tanda. Zat akal yaitu cahaya yang ditanam Tuhan didalam hati manusia,membias sampai keotak dan sinarnya memantul kepada alat berpikir,sehingga pantulannya menjadi penyuluh pada jalan kebenaran yang akan ditempuh.
Menurut pengajian adat, akal itu terbagi lima:
Pertama disebut akal yang menjalar, yaitu cara melaksanakan sesuatu yang dimaksud, tidak mau berputus asa, sehingga dijalankan segala ikhtiar apapun juga asal tak menyimpang dari jalan yang lurus. Akal menjalar tidak mengenal lelah, tidak menaruh bosàn, dia selalu membelit, melingkar dengan sebagaimana daya upaya kekutan berpikirnya sampai kepada tujuannya sampaí berhasil. Akal semacam itu disebut akal menjalar, didalam adat Minangkabau.
Yang kedua disebut akal terkumpal. Seseorang yang mempunyai akal jika dijalankannya, akal itu sanggup menyampaikan kepada yang dimaksud. Kalau si berakal itu ragu-ragu akan ketangkasan dan kekuatan akalnya berarti dia belum percaya akan kemampuan akal yang dimilikinya. Siberakal demikian banyak cita-citanya. Dia ingin melaksanakan ini dan melaksanakan itu, sebagaimana orang lain yang langsung melaksanakan segala cita-citanya. Tetapi karena dia kurang percaya kepada akalnya sendiri, maka belum penuh keyakinannya untuk melaksanakannya dia masih dalam keraguan. Cita-citanya mendorong untuk berbuat, tetapi keraguan-raguannya menjadi penghalang sebagai jurang yang menghalangi pelaksanaannya. Disiang hari dia tidak jadi melaksanakan apa yang dimaksudnya, nanti pada malamnya cita-cita itu timbul kembali dengan mencari jalan lain yang akan diturutinya untuk menyampaikan cita-citanya itu. Tetapi pada siang hari berikutnya, ketika hendak berbuat timbul lagi keraguan dan kurang keyakinan itu, sehingga dia tidak bisa berbuat, malaspun timbul, yang menyababkan pemikiran yang telah ada itu digumpal kembali, akhirnya cita-cita itu mati. Begitulah akal tergumpal menjadikan manusia "cerdik malam binguang siang".
Yang ketiga akal sembarang akal, yaitu akal yang tak memilih, tidak memperdulikan batas baik ataupun buruk, asal cita-cita dan tujuannya tercapai. Dia tak mengenal ukuran "patut" atau "tak patut" dilaksanakan, hanya semata-mata mengejarkan asal cita-citanya dapat di langsungkan. Akal sembarang akal ini dipakai oleh orang yang ditaklukkan oleh hawa nafsu, pekerjaannya jatuh menjadi kebencian dalan negeri, yaitu yang dilarang oleh adat dan agama. Manakala akal semacam itu terpaksa dipergunakan guna merubah yang buruk kepada yang baik, walaupun pelaksanaannya telah diusahakan sebaik-baiknya, tetaplah pelaksanaannya akan membawa korban. Akal sembarang akal ini bila terlangsung pada keburukan, maka pelaksananya adalah diluar penghulu. Sebaliknya bila pelaksana yang hendak memakaikan "akal sembarang akal" itu berhasil mencapai kebaikan dengan memakaikan "perjalanan akal yang menjalar", maka pelaksana itulah yang penghulu. Apakah pelaksanaan begini yang disebut dengan paham revolusi akal sehat ?
Yang keempat akal tawakal, yaitu kesudah-sudahan ikhtiar dan akal, sehingga penuh keyakinan, tak ada jalan lain yang akan dilalui akal untuk ditempuh mengejar cita-cita, hanya secara itulah. Kemudian menyerah pada takdir Ilahi. Tidak bernama akal tawakal sekiranya belum sehabis ikhtiar memilih atau sepadamnya pantulan sinar yang memancar kepada alat berpikir, sehingga gelap dan buntu jalan lain yang akan dítempuh. Setelah daya habis badan terletak, itulah yang menjadi faham dan gerak akalpun berhenti; itulah baru dinamai akal tawakal.”
Yang kelima akal kesempurnaan akal, yaitu akal yang tidak menyimpang dari peraturan adat dan agama. Bilamana si berakal tepat menggunakan dan menjalarkan akalnya menurut aturan yang dua itu, barulah tepat si berakal dalam definisi penghulu yang cukup melaksanakan tugasnya, sesuai dengan sifat dan martabatnya menurut adat Alam Minang.
Adapun tempat terbit akal itu atas empat perkara.
Pertama, daripada dalil kata Allah yakni Qur’an.
Kedua, daripada hadits kata Nabi.
Ketiga, daripada kata mufakat. Kata mufakat itu menambahi pada akal apabila dibiasakan berkumpul mufakat dengan orang ahli akal akan menjadi kebalikan serta rajin menuntut ilmu rahasia yang menghampiri jalan kepada Allah subhanahu wa-ta’ala.”
Keempat, daripada kata pusaka yakni kata undang-undang yang keluar daripada beberapa kitab.
“Ketahui olehmu bahwa hukum yang dibangsakan pada akal itu terbagi atas tiga bagian.”
Pertama, wajib, artinya barang yang tidak dapat akal tidaknya.
Kedua, mustahil, artinya barang yang tidak dapat pada akal adanya.
Ketiga, ja’iz, artinya barang yang sah pada akal adanya dan sah pada akal tiadanya.
Adapun aqli itu menetapkan suatu barang kepada suatu barang atau menafikan padanya dengan tiada berhenti atas berulang-ulang. Tersimpan pula hukum aqli itu pada yang tiga itu adanya.
Sampai disitu dulu pengajian akal .Mohon ”Senteng Babilai/Kurang Batukuak, Batuka Baanjak/Barubah Basapo”.
==========
Catatan kaki oleh Admin:
[1] Mungkin maksudnya seorang pemimpin sebuah tarekat yang berhaluan sufi. Di Minangkabau pernah berjaya dua terekat yakni Syatariyah yang banyak dianut di Pesisir Barat Pantai Sumatera dan Naqsabandiyah yang banyak dianut di Darek. Jumlah penganut tarekat semakin banyak berkurang di Minangkabau seiring dengan reformasi agama oleh Kaum Muda pada permulaan abad ke-20. Adapu Suluk atau Suluak merupakan suatu metode dalam ilmu sufi (tarekat) untuk mendekatkan diri dengan Allah. Biasanya seseorang akan berittiqaf sambil menyendiri di dalam surau, antara satu orang dengan orang lain (apabila yang bersuluk itu lebih dari satu) akan membatasi diri mereka dengan sebuah tabir
[2] 20 Sifat Allah