Pict: Murni Taher |
Ciloteh Tanpa Suara #25 | Penggemar Berat Saiful Guci engku Eri Yusmi, menulis dalam komentar “Kata Sumando ini memang Bahasa #Melayu Kuno atau #BahasaMinangAsli engku Haji.. Sebab Melayu ini tidak punya pembedaharaan kata dan Bahasa.. Orang Minang Asli saja Mengaku #Melayu ngimana tu engku Haji mau meluruskan sejarah engku Haji.. Batambah kacau jadi nyo sejarah tu pak Haji., dalam status CTS #23 : SUMANDO - ORANG YANG MENUMPANG.
Perkenalan pertama adanya pemakaian bahasa Melayu adalah dengan ditemuinya inskripsi-inskripsi disekitar Kota Palembang, di Pulau Bangka pertengahan abad ke-7. Inskripsi tua itu ditulis dalam bahasa yang dekat sekali dengan bahasa Melayu bila dibandingkan dengan pelbagai bahasa lain rumpun bahasa Austronesia. Oleh para ahli bahasa disebut sebagai bahasa Melayu Kuno (Andries Teeuw, 1979). Ini dipegang sebagai petunjuk bahwa bahasa Melayu telah dipergunakan pada daerah yang tersebar luas.
Waktu pemerintahan Belanda mulai memikirkan bahasa yang dipakai untuk mendekati pribumi jajahannya. Dipakai Bahasa Belanda, tidak dipahami masyarakat. Dipakai bahasa semua suku bangsa, memakan biaya dan waktu lama. Maka diadakan penelitian, seperti tahun 1850 Gubernur Jenderal Rochussen-setelah mengililing Jawa-berkesimpulan bahwa bahasa Melayulah yang harus dipakai sebagai bahasa pengantar. Sedang bahasa Melayu pun banyak ragamnya: bahasa Melayu Pasar, bahasa Melayu Dialek, Bahasa Melayu Riau.
Dikuasainya seluruh daerah Minangkabau tahun 1840, mulailah Belanda mempersiapkan tenaga terdidik tingkat rendah dengan membuka sekolah dasar. Saat itu di sekolah diajarkan dan dipakai bahasa Melayu sebagai pengantar.
Tahun 1855 dibuka sekolah guru di Bukit Tinggi, sebagai sekolah guru yang pertama di Sumatera. Sekolah ini kemudian terkenal dengan nama Sekolah Rajo (Kweekschool). Sebagai tingkat yang lebih tinggi, pemakaian bahasa Melayu tidak hanya sebagai bahasa pengantar, tapi sudah dipakai sebagai sarana penyampai ilmu pengetahuan. Bahasa Melayu sudah dipelajari secara mendalam, termasuk tatabahasa atau gramatikalnya.
Akasara yang digunakan adalah huruf huruf Hijaiyah (abjad Arab) yang dimodifikasi (aksara pegon) untuk menulis tulisan berbahasa Melayu, Minangkabau dan lain-lain. Sebagian besar huruf sudah ada padanannya dalam abjad Arab (huruf Hijaiyyah). Akan tetapi ada beberapa huruf yang tidak ada padanannya dalam abjad Arab seperti huruf “c”, “ng”, “p”, “ny” dan “g”. Keempat huruf pertama ditulis dengan menambahkan titik tiga pada huruf Arab “ح” , “ع”, “ف”, dan “ى”. Adapun huruf “g” , ditulis dengan huruf “ك” yang ditambah satu atau tiga titik di bawahnya.
Dalam aksara Pegon;
– huruf “c” ditulis dengan huruf “چ”
– huruf “ng” ditulis dengan huruf “ڠ”
– huruf “p” ditulis dengan huruf “ڤ”
Sekolah Rajo ini sangat besar artinya bagi penyebaran bahasa Melayu ke seluruh Nusantara, mengingat :
a. Dengan berhasilnya anggota masyarakat Minangkabau menyelesaikan pendidikannya. Mereka mempunyai kewenangan menjadi guru tingkat menengah dan tamanatan sekolah Rajo menyebar keseluruh pelosok nusantara.
b. Bagi tamatan yang memilih pekerjaan bidang pemerintah, telah membentuk kaum intelek bumiputera. Dengan tugas dan kekuasaan yang ada padanya dan dengan kesadaran penuh, lebih memungkinkannya untuk mengembangkan pemakaian bahasa itu dalam pergaulan dilingkungan pekerjaan dan masyarakat.
c. Menyelesaikan pendidikan berarti terbukanya horizon baru bagi pengembangan ilmu. Sekolah itu telah berfungsi sebagai persemaian bagi masyarakat modern Indonesia. Banyak tamatan yang melanjutkan sekolah ke Jawa. Disamping sekolah juga mengembangkan profesi guru atau profesi lain yang banyak kaitannya dengan kemanpuan berbahasa. Ada yang aktif dalam pergerakan kebangsaan disamping tekun dalam studi. Ada yang terjun dalam bidang kewartawanan, editor penerbit dan meningkat jadi sastrawan, ada yang jadi pemimpin lainnya. Mereka membentuk intelektual pribumi, yang mengembangkan dan menuangkan fikiran melalui bahasa yang telah dikuasainya sehingga di Minangkabau lahirlah beberapa buku Tambo yang diawali dari sekolah Surau.
Kemudian Van Ophuysen, inspektur sekolah-sekolah Sumatera di Bukit Tinggi terus berusaha mewujudkan bahasa Melayu Standar dengan bukunya Kitab Logat Melayu tahun 1901 dan memperkenalkan ejaan bahasa Melayu dalam huruf Latin.
Untuk lebih menampilkan rasa kesatuan banyak yang sengaja meninggalkan dan menyebut bahasa Melayu. Termasuk Moehammad Yamin pejuang gigih mengangkat harkat bahasa Melayu jadi bahasa nasional Indonesia . Dalam rumusan Sumpah Pemuda Moehammad Yamin menulis pada selembar kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, awalnya dibacakan oleh Soegondo kemudian dijelaskan secara panjang lebar oleh Moehammad Yamin.
Isi dari Sumpah Pemuda hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut:
Pertama: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia)
Kedua: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia)
Ketiga: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia).
Saiful Guci Dt. Rajo Sampono, Pulutan 6 Juni 2024
Baca Juga: Bahasa MelayuBahasa Melayu