Pict: Agura Forest Tray |
FB Herman Moechtar | Hampir semua lokasi galodo[1] berlangsung di hulu zona transporting sungai. Disitulah tempat maksimum dari kecepatan arus aliran sungai yang menyatu dari ordo ordo sungai yang lebih kecil. Sebagian besar wilayah Sumbar ditutupi oleh hasil erupsi Singgalang dan Marapi berupa material piroklastik berukuran pasit hingga bongkah. Ketika musim penghujan tiba ....... energi aliran *meninggi* membawa material dari *zona erosional*, maka terjadilah *banjir bandang*. Energi aliran vs Suplai sedimen.
*BELAJAR MENGENAL BUDAYA SUNGAI*
Herman Moechtar
Pemerhati Lingkungan
Dasar Pemikiran
Proses alam yang terjadi dipermukaan bumi, semestinya dijadikan pedoman dan dikawal agar supaya lingkungan menjadi bersahabat. Juga dapat dijadikan sebagai pempelajaran dalam menjalani kehidupan yang bertahan tanpa mengusik lingkungan alam. Dikalangan masyarakat geologi, *sungai* merupakan tempat perburuan dan sebagai fokus utama mencari *rahasia proses bumi*. Karena, disepanjang alirannya dijumpai singkapan batuan dan endapan yang *segar*. Singkapan inilah yang menyimpan rahasia dinamika proses bumi sepanjang usia pembentukannya sejak 4,6 milyar tahun lalu.
Sungai merupakan suatu sistem lingkungan yang komplek atau disebut sistem "fluvial". Diantaranya terdiri dari alur sungai ("Channel floor"), beting/kelok ("meander"), tanggul ("levee"), pulau ("bar"), dataran banjir ("floodplain"), dan lain sebagainya. Dia hidup penuh keteraturan bersama lingkungan alam pedataran lainnya, seperti: laut, rawa, dan danau, serta perbukitan hingga pegunungan yang berelevasi tinggi.
Morfologi atau bentang alam adalah merupakan hubungan antar berbagai lingkungan, mereka memiliki karakter yang spesifik satu sama lainnya. Secara vertikal, proses pembentukan lahan mengikuti waktu adalah identik dengan sejarahnya yang diekspresikan oleh berbagai kombinasi lingkungan.
Sungai dari segi pembangunan telah dirasakan manfaatnya sebagai sarana irigasi, pembangkit tenaga listrik, kebutuhan air, perikanan, dan sebagainya. Terbukti telah dibangunnya ratusan bendungan. Tapi ada pula yang menyatakan bahwa sungai juga merupakan sumber bencana sebagai cikal bakal terjadinya banjir, terlebih banjir bandang. Bencana yang dimaksud bukanlah semata mata kesalahan yang sepenuhnya dituduhkan pada sungai.
Didasari latar belakang tersebut, maka sungai dapat dikatakan sebagai lingkungan yang unik dan penting. Sehingga tidaklah salah bila kita mengenal budaya sungai, setidaknya memahami betapa besar artinya bagi kehidupan manusia.
Penderma Kebutuhan Hidup Manusia
Sungai merupakan lingkungan yang secara kasat mata prosesnya dapat dilihat dan dikaji, serta dikenal lebih jauh secara mendalam. Dari tingkah laku perjalanan hidupnya itulah Ia memberikan *arti kehidupan bagi manusia*, dan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan guna memahami keterdapatan *energi dan mineral, serta kebencanaan.*
Energi air tidak diragukan lagi kontribusinya pada manusia. Begitu pula halnya energi hidrokarbon yang berassosiasi dengan sungai purba yang terbentuk jutaan tahun lalu. Sistem "fluvial" dapat pula dijadikan sebagai tipe batas bawah dari urut-urutan sekuen lapisan batuan pembawa hidrokarbon dan gas ("Sequence boundary"). Begitu pula halnya dengan batubara, sungai purba yang terbentuk dimasa lalu adalah merupakan indikator berprospeknya suatu wilayah karena berkorelasi dengan lapisan lingkungan lainnya di cekungan batubara.
Bagaimana dengan mineral ?, hampir sebagian besar mineral yang berasal dari batuan terombakkan, terakumulasi pada sistem "fluvial", sebut saja intan, emas, timah, dan lain sebagainya, dan disebut yang sebagai endapan plaser. Posisi kandungan mineral tersebut secara teratur tersusun dalam tubuh alur sungai. Baik terendapkan di dasar sungai ("Channel floors") atau beting sungai ataupun dataran banjir.Semuanya berproses secara teratur.
Bagaimana keterkaitannya dengan bencana?, luar biasa. Ia dapat menginspirasi gejala-gejala tektonik yang menimbulkan bencana, seperti gempabumi dan longsoran.
Secara sederhana, tektonik dapat diartikan sebagai pergerakan kerak bumi yang menyebabkan timbulnya gerak vertikal dan lateral yang memberikan efek naik-turunnya permukaan, dan dalam sekala besar menghasilkan cekungan dan tinggian. Tektonik ini pula yang memicu terbentuknya sesar atau patahan dan lipatan.
Sepanjang alur-alur sungai sekarang, indikasi tektonik dapat ditafsirkan pada sungai. Ini dapat dipahami karena gerakan tektonik telah mengusik proses sungai yang berlangsung. Seperti, membesarnya alur sungai secara tiba-tiba vmembentuk pola gelas anggur ("wine glass structure"), sebagai pertanda alur tersebut dipotong oleh gaya vertikal naik (uplifthing). Struktur ini juga menyebabka sungai berpindah dan saling memotong. Gerak tektonik mendatar ("lateral movement") yang memotong alur sungai mengakibatkan alur bergeser membentuk beberapa alur ("distributary channels"). Sebaliknya bila gaya tersebut searah sungai maka, akan menghasilkan bentuk struktur rantai yang dicirikan oleh perulangan terbentuknya pulau/nusa. Dibawah permukaan, sungai purba mengekspresikan pola tektonik masa lalu. Seperti, gerak vertikal menghasilkan "stacking channels" yaitu alur-alurnya saling berimpit. Sebaliknya, gerak lateral akan menyebabkan alur mengalami pergeseran ("shifting channels"). Bila didalami lebih rinci, terminologi efek tektonik pada sungai relatif rumit dan banyak. Banyak nama besar ahli geologi sepertil Walker (1977), menyatakan bahwa sistem fluvial adalah merupakan indikator terbaik dalam mengenal tektonik aktif disuatu darah.
Secara umum, suatu WAS atau wilayah aliran sungai dapat dijadikan parameter yang menarik untuk diketahui dalam mengkaji Tata Ruang suatu daerah, karena berbagai proses alam yang sedang berlangsung dapat ditafsir dan diketahui. Misalnya riset analisaTata Ruang berbasis Kebumian, yang pada dasarnya dibatasi oleh karakter dinamika proses alam.
Corak Budaya Sungai
Sungai selaku lingkungan alam memiliki corak kehidupan budaya, ia hidup di kontinen (daratan), mengalir dari hulu diketinggian gunung atau bukit hingga bermuara ke arah laut. Sepanjang perjalanan proses alurnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) zona perilakunya, mulai dari zona *pengikisan* ("erosional zone") menuju zona *angkut* ("transporting zone") yang akhirnya terhenti di zona *pengendapan* ( "depositional zone").
Sebagian besar air yang berasal dari atmosfer tertampung padanya, dan berstatus sebagai lapisan akuifer air tanah bawah permukaan yang potensial.
Secara lateral, alur sungai di zona erosional umumnya membentuk sungai menganyam yang bagian tengahnya membentuk nusa atau pulau ("braided stream"/"low sinuosity channels"). Selanjutnya, di alur zona angkut tubuhya beralih menjadi lurus ("stright channels") hingga agak berkelok, yang pada akhirnya di zona pengendapan membentuk tubuh alur berkelok ("meandering river"/"high sinuosity channels"). Sedangkan di daerah pesisir ber-rawa alur berkelok ini saling memotong ("anastomosing river"). Jadi, berkeloknya suatu alur sungai mengikuti karakter bentangalam sepanjang alirannya. Artinya apa ?, artinya adalah sistem sungai adalah berkorelasi dengan lingkungannya, sehingga bila tidak berkesesuain perlu dicurigai misalnya, ada pengaruh tektonik. Pengaruh tektonik inilah yang mengakibatkan berubahnya elevasi permukaan.
Bandung sekitarnya dapat dijadikan contoh kerja tektonik di alur zona sungai. Darah ini merupakan hulu dari zona angkut, akan tetapi alur Citarum membentuk tipe sungai berkelok ditempat tersebut. Tipe ini terjadi akibat lingkungannya berubah menjadi pedataran yang dikenal sebagai "Dataran Tinggi Bandung" atau "Plateau Bandung" yang mekanisme pembentukannya berhubungan dengan tektonik. Apabila dalam kondisi normal dan stabil, zona ini ditempati oleh tinggian berupa perbukitan bukan dataran.
Seandainya, sepanjang alur sungai Citsrun ditelusuri dan dikaji lebih mendalam mulai dari hulu hingga hilir (Kertasari hingga Kerawang), maka akan terbukti bahwa Citarum adalah merupakan pengontrol tektonik aktif. Setidaknya, diperkirakan akhir Plistosen atau lebih kurang 40.000 tahun silam (Plistosen akhir) hingga sekarang (Subiyanto dan Moechtar, 2010). Ringkasnya, Citarum dapat dijadikan model untuk diceritakan tentang dinamika proses alam aktif.
Berubahnya iklim mengikuti siklus Milankovitch terekam baik dalam fasies "fluvial" Perlmutter dan Matthews (1989). Alur sungai secara vertikal mengikuti waktu akan merubah bentuk kelokannya. Gejala ini diakibatkan oleh bertambah dan berkurangnya volume air termasuk kecepatan arus. Gejala ini berhubungan dengan berubahnya iklim. Ketika iklim berada pada posisi maksimum (basah/"humid") berkembang sungai berkelok yang secara berangsur beralih lurus (kering/"dry"). Dengan demikian, fasies sungai merupakan salah satu indikator faktor kontrol baik sehubungan riset berubahnya iklim.
Sungai juga merupakan faktor kontrol turun-naiknya muka laut. Secara lateral, manakala muka air laut tinggi ("High sealevel") umumnya setara ketika kelokan sungai berkembang ("high sinuosity"). Sebaliknya, kelokan sungai rendah ("low sinuosity") identik dengan turunnya muka laut ("low sealevel"). Selain itu, menyusutnya muka laut juga ditandai oleh berkembangnya alur sungai di wilayah pesisir ("progradational"), dan ketika muka laut mulai naik, alur sungai mundur ("aggradational"). Muka laut makin naik mendesak alur sungai, terjadi percampuran kedua proses akan tetapi proses laut makin dominan ("retrogradational").
Uraian di atas, memberi kesan bahwasanya budaya sungai dapat merekonstruksi hubungan antara tektonik, sirkulasi iklim, dan berfluktuasinya muka laut (Geodinamik).
Perilaku Manusia terhadap Sungai
Sadar atau tidak, terbukti bahwa, sungai telah memberikan kontribusinya terhadap manusia. Sewajarnyalah, manusia berbuat baik padanya.
Sejenak kita lihat di Eropa. Di zona erosional luarbiasa keindahannya. Begitu banyak tempat wisata yang membuat orang nyaman menikmatinya. Sungai berintegrasi dengan kehidupan flora dan bentangalamnya. Alirannya bersih dan tidak tercemar oleh kegiatan manusia dan berlokasikan jauh dari pemukiman. Panorama demikian terlihat nyata di daerah pegunungan di Eropa. Demikian pula halnya, dilingkungan zona *transporting* alirannya berwarna jernih biru kehijauan, terpelihara, asri dan sejuk seperti aliran sungai di Jerman. Ke arah hulu, di zona pengendapan airnya mulai berwarna coklat, tapi bukan oleh ulah manusia. Warna coklat di zona ini umum dikarenakan ditempat itu diendapkan materiel halus berukuran lempung. Situasi ini bisa terlihat di daerah pedataran Belanda, Belgia, dan Inggeris. Di Belanda, sungai sungai dipecah berubah menjadi kanal kanal, selain mengurangi banjir juga merupakan tempat wisata air di saat musim panas. Ringkasnya di Eropa, sungai mereka pelihara, kawal dan jaga disepanjang alirannya, seolah olah mereka berkawan dan taat dengan aturan yang diperlakukan. Kalau tidak mau dikatakan *sayang* terhadap proses alam dan lingkungan yang telah banyak memberi kemanfaatan bagi mereka.
Sedikit pengalaman semasa saya belajar. Untuk keperluan data lapangan, maka setiap 3 bulan (musim panas) dalam setiap tahun selama 3 tahun harus ke Spanyol. Bukan saja saya bertempat tinggal di tenda pinggir sungai, tapi lebih dari 90 % saya bekerja *menelusuri sungai* setiap harinya yang mencakup zona erosi hingga zona angkut. Salah satu sungai yang saya lintasi adalah "Rio Alcanadre", terletak dikaki pegunungan dan melintasi perbukitan dikenal sebagai Tinggian Pyrenees. Alamnya tidak secantik Pegunungan Alpen di Swiss, tapi di kala musim panas berubah menjadi kawasan wisata. Dari berbagai negara khususnya Eropa datang kesana menikmati alamnya, rata-rata lebih dari satu minggu. Mereka camping ada pula menggunakan "caravan" tanpa sedikitpun merusak lingkungan. Untuk kebutuhan air disediakan oleh Pemerintah setempat.
Rio Alcandre, sepanjang alirannya memiliki tebing yang terjal dengan jeram-jeram yang indah meski tidak tinggi, airnya bersih (Gb. 1). Selain panoramanya indah, sepanjang alirannya tersingkap batuan sedimen yang bercerita tentang peristiwa bumi kurang lebih 54 - 36 juta tahun lalu (Eosen). Luarbiasa, suatu pengalaman yang sulit terlupakan. Untuk mengenangnya, ketika anak simata wayang kami lahir, kami beri nama sungai tersebut .... Rio Alcanadre.
Bagaimana sungai di Indonesia ?. Sulit untuk diceritakan, bukan saja jati dirinya sudah hilang, tapi sungguh memprihatinksnkarena sebagian besar sungainya telah tercemar berat. Seperti S. Citarum yang mengalir dari G. Wayang hingga bermuara ke laut Jawa. Sungai ini termasuk 6 (enam) sungai yang tercemar berat di *dunia*.
6 bulan lamanya di th 1984, saya berkesempatan menelusuri alur S. Citarum beserta anak sungainya mulai dari hulu hingga waduk Jatiluhur sehubungan penelitian penyebab mendangkalnya waduk. Tak terasa 40 th lalu, kondisi sungai tersebut sudah rusak dan tercemar.
Secara umum, sungai sungai di Indonesia bukan saja telah tercemar tapi sudah dirusak, seperti: menutup dan memindahkan aliran anak sungainya di daerah pedataran terutama di Kota-kota besar. Manusia telah memperkosanya, tanpa memberi toleransi.
Perilaku manusia pada sungai ternyata berbeda. Ada yang menjaga dan menikmati keindahannya, tapi ada pula yang mengeksploitasinya secara berlebihan tanpa ada rasa peduli dan kasihan.
Berterimakasihlah pada Alam
Sungai merupakan kajian penting dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti teknik sipil, pertanian, dan kebumian. Tidak pelak lagi, sungai terbukti telah memberikan berbagai kebutuhan hidup manusia, seperti:
1.Sumber energi, mineral, air yang manfaatnya besar bagi manusia.
2.Keindahan alam untuk dinikmati manusia
3.Sinyal ketidak rawanan suatu lingkungan yang dapat mendatangkan bencana alam.
Oleh karena itulah, sudah sepantasnyalah manusia berterima kasih padanya dengan jalan menjaga kelestariannya, atau dengan kata lain mengawal kelangsungan proses lingkungan secara alami.
Hakekatnya, alam tidak pernah menimbulkan bencana karena alam memiliki keteraturan proses mengikuti budayanya. Bencana Alam terjadi pada umumnya akibat dari terganggunya perjalanan hidupnya yang merubah karakter asalnya. Untuk itulah budaya alam dan budaya manusia ternyata saling berkaitan. Dimana perilaku manusia akan terkait dengan perilaku alam. Sudah saatnyalah manusia menyadarinya.
Penutup
Untuk kelangsungan hidup manusia, tak pelagi lagi di abad 21 dan mendatang *kebutuhan energi dan pangan menjadi faktor utama*. Permasalahan ini hanya satu yang dapat mengatasinya, yaitu *AIR*. Bukan saja manusia, tapi semua makhluk hidup (biotic) membutuhkannya.
Pernahkah kita berpikir, suatu ketika iklim akan berubah menjadi minimum ("Climatic Minimum") dimana bumi bersuasana *Arid*. Ketika itu kelembaban hampir ² tidak ada sehingga hujan tidak turun. Dipermukaan bumi kondisi kering berkepanjangan berlangsung, temperatur mulai panas (global warming), sungai kering kalaupun berair tidak mengalir, dan sebagainya.
Rasanya, sudah saatnyalah berbagai pihak menyadari betapa pentingnya sungai untuk dijaga, dikawal, dan di rawat agar kehidupan tetap berlangsung.
Kini, Geosain gencar melakukan risetnya, sehubungan:
(1).*Bumi, Kehidupan, dan Iklim*, serta
(2).*Permukaan Bumi dan Air* (Gb. 2).
Semoga kita menyadari berbagai kesalahan yang kita lakukan selama ini terhadap lingkungan dan alam, dan memulai memperbaikinya. *Suatu saat nanti manusia akan mengatakan, bahwa SUNGAI adalah nafas kehidupan*. Pepatah mengatakan, *ikuti harus* rasanya tidak sepenuhnya benar. Bila mengikuti arus pada sungai kotor hingga muara, maka semakin kotorlah kita.
===========
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Bahasa Minang untuk Banjir Bandang