Sumber: https://www.abebooks.com |
Hanya kira-kira 15 mil saja dari kola Malaka, terdapatlah negeri Naning. Naning adalah satu negeri kecil, yang berpenduduk kurang lebih 50.000 orang. Dia adalah sebuah negeri kecil yang bersejarah, yang menjadi kemegahan bangsa Melayu.
Adat istiadat negeri itupun berbeda dengan negeri-negeri tetangganya. Dia dibuka beberapa abad yang telah lalu, oleh orang-orang perantauan dari Minangkabau. Kabarnya konon; sementara Kerajaan Malaka masih berdiri, orang perantau dari Minangkabau telah membuka negeri di Malaya. Dahulunya negeri itu adalah satu di antara sembilan (9) negeri yang berserikat, mendirikan Negeri Sembilan dan mengangkat seorang "Yang Dipertuan" sebagai kepala dari kesembilan negeri itu, dan semuanya berasal dari Minangkabau.
Negeri yang sembilan itu, sebagai susunan di Minangkabau sendiri juga, merdeka dan berdaulat menyusun masyarakatnya dan adatnya sendiri. Yang Dipertuan tidak mencampuri hal ihwal dalam negeri, dia hanya sebagai lambang kesatuan. Tiap-tiap kampung dan desa (di Minangkabau bernama Nagari) diperintahi oleh kepala suku (pengulu, ninik mamak atau andika). Kumpulan daripada beberapa negeri itulah yang di Minangkabau sebelum tahun 1912, dinamai Laras.
Sembilan buah negeri di Negeri Sembilan itu adalah kira-kira sebesar sebuah kelarasan di Minangkabau, dan diperintah oleh seorang Kepala Adat, yang dinamai Undang. Maka Undang yang sembilan itulah yang mengangkat seorang Yang Dipertuan.
Telah silih berganti bangsa-bangsa putih memerintah Malaka, sejak Portugis lalu kepada Belanda dan lalu kepada Inggris, namun Naning yang dekat dari Malaka itu masih tetap utuh dalam kemerdekaannya. Mereka teguh dengan adat istiadatnya, yang dinamai.
"Adat Datuk Perpatih, " atau Caniago kata orang Minangkabau.
Setelah negeri Malaka terserah ke tangan Inggris (1824), sehabis Perdamaian Vienna, yakni setelah dipertukarkan dengan Bengkulu, belumlah Inggris merasa puas, sebelum negeri Naning yang kecil di pinggir Malaka itu jatuh ke bawah kekuasaannya. Dengan mengemukakan beberapa alasan dan syarat, negeri Naning akhirnya diserang. Yang menjadi Datuk atau Undang di Naning ketika itu, ialah Dul Said dengan gelar pusaka: "Orang Kaya si Raja Merah.
Meskipun negerinya kecil dan kekuatan tidak seimbang, tidaklah dia mau menyerah kalah saja.
Dia melawan dengan gagah perkasa sehingga serangan Inggris yang pertama ke Tabuh Naning, dapat digagalkan. Dan Inggris terpaksa memperbesar bantuan tentaranya dan Naning akhirnya dapat juga diduduki.
Setelah Naning jatuh ke bawah kuasa Inggris dan diperintah langsung oleh Inggris dan digabungkan dengan Malaka, Datuk Dul Sa'id dikeluarkan dari kampung halamannya dan disuruh tinggal dalam negeri Malaka sampai tuanya. maka Datuk Dul Sa'id Naning adalah salah seorang pahlawan yang dimuliakan oleh kaum kebangsaan Melayu, sebagai kita memuliakan Imam Bonjol, Diponegoro dan Teungku Cik di Tiro juga. Kuburan beliau di Tabuh Naning dipelihara baik-baik oleh anak cucunya dan diziarahi orang setiap waktu. Di dekat kuburan Naning yang sekarang (Datuk Ahmad Syah, dengan gelar Orang Kaya Siraja Merah) ada sebuah mesjid yang bagus.
Sehabis Perang Dunia kedua, pemerintah Inggris untuk mengobat hati orang Melayu, telah mengakui baik hak Datuk Naning, meskipun sejak Datuk Dul Said meninggal, orang Naning sendiri belum pernah menghapuskan gelar pusaka Datuknya, yang dicintainya itu.
Meskipun telah terlepas dari lingkungan Negeri Sembilan, namun di hari baik bulan baik, Datuk Naning masih ziarah menziarahi dengan Datuk-datuk yang lain dalam Negeri Sembilan dan jika Datuk Naning datang menghadap Yang Dipertuan di istana Sri Menanti, masih disambut dengan kebesaran yang layak.
Apabila kita menziarahi Naning atau salah satu daripada negeri yang sembilan itu, kita masih mendengar pelat lidah Minangkabau, terutama di dalam pepatah dan petitih pusaka adat Minangkabau. Orang tua-tua masih lancar mengeluarkan pepatah itu. Satu di antaranya ialah:
"Biar mati anak, jangan mati adat!"
"Adat bersendi syara', syara' bersendi Kitab Allah,.”
"Raja sedaulat, besar seandika, orang tua sebuah hukum, alim sekitab, hulubalang semalu.” "Kata penghulu menyelesai, kata hulubalang kata menderas, kata manti kata berhubung, kata orang banyak kata bergalau.”
Dan beratus-ratus lagi pepatah lain, yang meskipun tidak tertulis, tetapi sangat dihafal dan dipertahankan, sehingga kita di sini merasa sebagai di Minangkabau juga. Sudah sekian ratus tahun mereka tinggal di Semenanjung Tanah Melayu, dan negeri tetangganya memakai susunan adat yang sama, namun dia mengganjil sendiri serupa di Minangkabau juga.
Suku-suku sebagai di Minangkabau terdapat di sini, cuma namanya lain sedikit, yaitu menurut nama tempat asal nenek moyang mereka di Minangkabau juga. Ada suku bernama Payakumbuh, suku Simalanggang, suku Tiga Batu, suku Lima Puluh, suku Tanah Datar dan lain-lain. Pujangga Melayu yang terkenal itu, Zainal Abidin bin Ahmad yang lebih terkenal dengan Za'ba adalah seorang anak Negeri Sembilan juga, suku Tiga Batu. Dengan tersenyum beliau menyatakan kepada penulis, bahwa menurut adat "Kecil dihimbau nama, besar diberi gelar".”Cuma" - kata beliau "gelar Lebai Kari itu telah lama terpendam dan terpakai hanya di Negeri Sembilan saja.”
Saya jawab "Sebagai gelar saya sendiri, Datuk Indomo, telah lama terpendam dan hanya laku di Minangkabau saja.”
Tuan Za'ba oleh Kongres Bahasa Melayu di Johor diberi gelar "Pandita" bahasa Melayu.
Demikianlah perlawatan ke Naning itu telah meninggalkan kesan yang baik dan indah sekali dalam jiwa saya. Dan bukan mainlah girang hati Datuk Naning seketika saya menjawab pertanyaan beliau, apakah arti perkataan "Naning" itu, saya jawab:
"Naning ialah nama sebangsa penyengat, yang membuat sarang daripada tanah. Meskipun orang lalu lalang, atau membuat sarang dan huma di dekat sarang itu, tidaklah akan diapa-apakannya, jika tidak menganggunya. Tetapi bila mereka akan menyerang si pengganggu itu bersama-sama berkeputung, sampai yang mengganggu itu pingsan atau mati.”
"Memang demikianlah semangat kami, " kata Datuk Naning yang tidak pernah melepaskan kerisnya dari pinggangnya dan tetap memakai songkok berwarna kuning, lambang daripada mempertahankan adatnya "Yang tidak lapuk dihujan, tidak lekang di panas.”
Bila saya melihat Datuk Naning, saya teringat Datuk Simarajo!
diangkat dari : "Dari Perbendaharaan Lama" Buya HAMKA 1982
Halaman: 193-196
__________________________________
Di Grup Facebook Sejarah Sumatera (Bhumi Malayu)
Pada hari Jum'at tanggal13 Rajab 1441/ 07 Februari 2020