Sumber Gambar: https://www.mamhtroso.com |
“Een gearresteerde Menangkabauer.
Op de vraag van den heer Abdul Firman Gelar Maharadja Soangkoepoen de Regeering bereid is mede te deelen welke de redenen zijn de arrestatie van den Menangkabauer Sjech Mohamad Tahir Djalaloeddin Al Azhard, en of er kans is op zijn spoedige invrijheidsstelling, heeft de regeering als volgt geantworord:
De Menangkabauer Sjech Mohamad Tahir Djalaloeddin al Azhard is 8 Maart jl. komende van Singapore, te Fort de Kock aangehouden, omdat hij reeds geruimen tijd te voeren door den resident van Sumatra’s Westkust voor interneering was voorgedragen, daar hij geacht werd te behooren tot de gevaarlijke P. K. I.-kern in dat gewest, voornamelijk indien zijn, dat hij met behulp van den godsdienst propaganda voor die partij zou hebben gemaakt.
Naar de rol, welke hij in deze beweging heeft vervuld, wordt intusschen een nader onderzoek ingesteld, hetwelk nog niet is beëindigd.
Hangende dit onderzoek kan de regeering geen uitspraak doen omtrent de vraag, of er kans is op zijn spoedige invrijheidsstelling.”
***
Laporan De Indishe Courant (Surabaya) edisi 5 Juli 1928 (lihat juga De Sumatra Post (Medan), 9 Juli 1928 dan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (Batavia), 3 Juli 1928) tentang penangkapan terhadap Syekh Tahir Djalaloeddin, ulama Minangkabau lulusan Universitas Al-Azhar, Mesir.
Isi laporan di atas kurang lebih sebagai berikut: Pada tanggal 8 Maret 1928, Syekh Moehammad Tahir Djalaloeddin Al-Falaki Al-Azhari – demikian nama lengkapnya – yang tinggal di wilayah British Malaya pulang sebentar ke kampung halamannya di Minangkabau, tepatnya ke Fort de Kock (Bukittinggi). Akan tetapi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda segera menangkapnya. Penangkapan itu dilakukan dengan alasan atas desakan pihak-pihak tertentu dalam masyarakat Minangkabau (tampaknya yang pro Belanda) yang menuduh ulama ini terlibat dalam propaganda penentangan yang dilakukan kaum Komunis terhadap Otoritas Kolonial Hindia Belanda.
Dikatakan bahwa Pemerintah khawatir bahwa Syekh Tahir Djalaloeddin akan menggunakan pengaruhnya sebagai ulama besar yang memiliki banyak pengagum dan pengikut untuk menggerakkan perjuangan kaum Komunis di Sumatera Barat, yang masa itu memang sejalan dengan cita-cita orang Muslim yang juga bersikap anti penjajahan.
Dengan demikian, penangkapan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadapnya bersifat antisipasi, sekaligus untuk menyelidiki kemungkinan peran yang telah dimainkannya dalam penyebaran perasaan penentangan terhadap Pemerintah yang telah mengakibatkan pecahnya pemberontakan kaum Komunis melawan penjajah Belanda pada tahun 1926 di Sumatera Barat.
Wakil Pribumi di Volksraad Abdul Firman Gelar Maharadja Soangkoepoen yang asal Tapanuli mengkritisi dan menanyakan ihwal penangkapan Syekh Tahir Djalaloeddin itu kepada Pemerintah. Ia menanyakan alasan penangkapan itu dan kemungkinan untuk membebaskannya sesegera mungkin.
Pemerintah menjawab bahwa hal itu menunggu investigasi lebih lanjut dan mereka belum bisa menyatakan apakah ulama itu dapat segera dibebaskan.
Belum berhasil ditemukan akhir dari proses penahanan Syekh Tahir Djalaloeddin ini. Akan tetapi, berdasarkan sumber-sumber kedua dapat diketahui bahwa beliau akhirnya kembali ke Semenanjung Malaya, tempat ia sudah bermastautin sejak 1899, yaitu di Perak.
Syekh Tahir Djalaloeddin yang ahli ilmu falak itu adalah ulama keturunan Minangkabau yang menjadi Mufti Perak serta telah membawa reformasi keagamaan (Islam) di Semenanjung Malaya. Lebih jauh mengenai peran politik dan keagamaannya di negara jiran itu, bacalah antara lain disertasi Dr. Hafiz Zakariya, ‘Islamic reform in colonial Malaya: Shaykh Tahir Jalaluddin and Sayyid Shaykh al-Hadi’ [Disertasi PhD, University of California, Santa Barbara, 2006].
Meskipun tinggal di Perak, Syekh Tahir Djalaloeddin aktif menyebarkan pengetahuan Islam ke berbagai wilayah di Asia Tenggara, termasuk Pulau Sumatera.
Ulama kelahiran Ampek Angkek Agam pada 9 Desember 1869 ini wafat di Kuala Kangsar Perak pada 26 Oktober 1956.
Dr. Suryadi – Leiden University, the Netherlands / Padang Ekspres, Minggu 22 September 2019
________________________________________________
Disalin dari blog Engku Suryadi Sunuri: Niadilova.wordpress.com