Dari latar belakang pun sudah dapat ditebak siapa lelaki yang sedang berpidato di depan massa yang diabadikan oleh foto ini. Beliau adalah Kolonel Ahmad Husein. Lelaki ganteng inilah, lebih-lebih lagi dalam seragam militernya, yang telah mendeklarasikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) bersama kawan-kawannya di padang pada tahun 1958. Tindakannya itu telah menimbulkan perang saudara berdarah-darah di Sumatera Barat. Sebagian orang mungkin memandang peristiwa PRRI sebagai refleksi penunjukan harga diri orang Minang, tapi sebagian lain mungkin beranggapan itu adalah lembaran hitam dalam sejarah Minangkabau.
Seorang penanggap yang mengomentari foto ini di internet antara lain menulis:
“Kota Padang, 20 Februari 1958. Seorang laki laki berpakaian militer berpidato dengan berapi api di depan rapat umum di kota tersebut. Dengan lantangnya laki laki betubuh tegap ini berkata: ‘Apabila saudara-saudara tidak mendukung perjuangan PRRI, maka saat ini juga saudara-saudara boleh menangkap saya dan menyerahkan saya ke pemerintahan Soekarno…!!!’ seraya mencopot dan membanting tanda pangkatnya ke tanah.
Nampaklah sekali dia sangat gusar saat berpidato itu, wajahnya memerah karena menahan amarah di dalam dada. Rasa kesal, marah, kecewa bercampur aduk di dalam dirinya saat itu. Pemerintah pusat melalui Perdana menteri Ir. Djuanda menuduhnya sebagai seorang pemberontak dan memerintahkan KASAD untuk memecatnya dan teman teman kolonel seperjuangannya dari dinas kemiliteran.
Sebagai seorang tentara yang telah malang melintang berjuang semasa revolusi fisik dahulu dia merasa sangat terhina [dan] ditantang oleh seorang sipil seperti Djuanda, tak pedulilah kiranya ia seorang Perdana menteri sekalipun.
Siapakah laki laki yang dengan berani mengacungkan kepalannya kepada Pemerintah Pusat ini…? Dia adalah Kolonel Ahmad Husein Ketua Dewan Banteng, sang Harimau Kuranji.” (Liga Chaniago, https://chaniagoxfiles.wordpress.com/2014/01/10/prri-protes-si-anak-tiri-dan-catatan-luka-urang-awak/, diakses 22-12-2016).
Apakah PRRI dideklarasikan karena perasaan sakit hati? Apakah PRRI gerakan makar atau koreksi terhadap Jakarta yang makin arogan di tangan Sukarno (dan juga kini)? Entahlah! Allah lah yang maha tahu! Yang jelas, setelah gerakan PRRI itu dilumpukan Sukarno dengan sepatu lars dan bedil berujung bayonet, yang mencabik-cabik tubuh ratusan ribu orang Minangkabau, bangsa penganut sistem Matrilineal ini tidak mancaduak lagi, kehilangan mantagi, dan sering menjadi pangganta, bahkan panggaca.
Pada tahun 2001, sejarawan Universitas Negeri Padang Prof. Mestika Zed and Hasril Chaniago menerbitkan buku yang berjudul Perlawanan seorang pejuang: biografi Kolonel Ahmad Husein, diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan, Jakarta. Bacalah riwayat Ahmad Husein selengkapnya dalam buku itu, supaya orang Minangkabau bisa melihat contoh ke yang sudah, melihat tuah ke yang menang.
Suryadi – Universiteit Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 29 Januari 2017 (Sumber foto: James Burke/Time Life).
_______________________________________
Disalin dari blog: Engku Suryadi Sunuri: Niadilova.wordpress.com
Tanggal: 30 Januari 2017
Tanggal: 30 Januari 2017