81. PRRI: Di Nagari Manggopoh [3]

 PRRI: Di Nagari Manggopoh [3]
 
 
 


Historia vero testis temporum = sejarah adalah saksi zaman
Lux veritatis = sinar kebenaran
Vita memoriae = kenangan hidup
Magistra vitae = guru kehidupan
Nuntia vetustatis = pesan dari masa silam

P.R.R.I di nagari Manggopoh
Naskah asli oleh : Deka Maita Sa
Diedit ulang tg. 20 - 9 - 2012 oleh : DR. Mestika Zed, Abraham Ilyas, Drg.

C. Perang terjadi di nagari Manggopoh
Ketika APRI menduduki kota
Guru dan pegawai pindah ke desa
Anak isteri ikut dibawa
Nagari bertambah jumlah penduduknya

Karena tak sama pendirian ideologi
Pegawai dan guru pergi mengungsi
Meninggalkan kota yang telah sepi
Tandanya setia pada PRRI

Dari Pariaman dan nagari Tiku
Pengungsi datang satu persatu
Tidak dianggap sebagai tamu
Kemenakan dibimbing, anak dipangku


Pengungsi dijadikan anak kemenakan
Sedang susah mendapat kesulitan
Perlu dibantu diberi perhatian
Dipinjamkan rumah dibantu makan

Penduduk membantu dengan ikhlas
Walau hanya ubi talas
Bagi pengungsi sangat berbekas
Percaya Allah pasti membalas

Karena perjuangan tegakkan yang adil
Menggunakan perlengkapan senjata bedil
Anak nagari ikut terpanggil
Tua muda, besar dan kecil

Dari dahulu sampai sekarang
Alasan rakyat terlibat perang
Mengikuti pesan nenek moyang
Tuah sekata, celaka bersilang

Mulanya perang saat terjadi
Manggopoh belum perlu didatangi
Tujuan musuh mengacaukan PRRI
Atau disebut teror psikologi

Awal Manggopoh mencium mesiu
APRI datang dari Tiku
PRRI menghadang di Balai Satu
Tembak menembak berlangsung seru

Mortir ditembakkan dari jauh
Tiada jelas tempatnya jatuh
Penduduk ketakutan keluar peluh
Penyakit jantung menjadi kambuh

Ibarat memilih acak acakan
Hadiah tak langsung dijatuhkan
Bom mortir yang ditembakkan
Lokasi jatuh tak bisa ditentukan

Walau sasaran sering meleset
Desingan mortir mirip roket
Karena terkejut sangat kaget
Ada yang pingsan, banyak yang mencret

Saat subuh masih berkabut
Kedatangan APRI lalu disambut
Dengan tembakan sahut-bersahut
Suasana kacau timbul kalut

Berkali kali APRI datang
Dalam perjalanan sering dihadang
Terdengar letusan berulang-ulang
Begitu suasana ketika perang

Suatu ketika saat operasi
APRI datang berjalan kaki
Tiada tembakan yang mengiringi
Nagari lengang tampak sepi

Bulan Mei tahun 60
Waktu hujan baru teduh
Nagari didatangi oleh musuh
Amat Ali mati dibunuh

Amaik Ali penduduk biasa
Bukan sukarelawan ikut gerilya
Menjadi korban perang saudara
Dibunuh tentara yang dari Jawa

Walau tidak punya masalah
Amat ditembak bersimbah darah
Tubuh terkapar di pematang sawah
Sebelum diusung menuju rumah

Ketika asyik mencari rumput
Saat dipanggil tidak menyahut
Tantara marah sambil bercarut
Amat dibunuh tanpa diusut

Dia petani disangka gerilya
Tanpa diusut, tanpa ditanya
Di depan isteri sangat dicinta
Amat ditembak tepat di kepala

Janda almarhum, Upiak Jurai
Hidup sendiri, kini dimulai
Air mata jatuh berderai
Dengan suami harus bercerai

Dari isteri kisah didengar
Ada oknum kurang ajar
Menggunakan kaki mayat diputar
Seperti memeriksa bangkai Ular
Saat menumpas pergolakan PRRI

OPR berlaku tidak manusiawi
Oknum ditunggangi ide PKI
Penganut paham, ateis sejati

Bukan dendam perlu disimpan
Tapi ingatan untuk pelajaran
Jangan terulang di masa depan
Karena tak sesuai dengan kemanusiaan

Sesama pejuang juga ada masalah
Saling curiga timbul musibah
Ada kejadiaan menjadi kisah
Manusia mati bersimbah darah

Karena tiada disiplin tentara
Pada pasukan kelompok gerilya
Terjadi tuduhan dasarnya curiga
Seperti dialami Amin Duya

Amin Duya komandan kompi
Pergi ke Padang urusan pribadi
Prajurit ditinggal tanpa koordinasi
Ketika pulang ditembak mati

Amin Duya dianggap bersalah
Dikira berunding hendak menyerah
Amin dibunuh tidak bisa dicegah
Karena prajurit sangat marah

Menjadi serdadu harus disiplin
Patuh dan taat kepada pemimpin
Semua perintah dikerjakan yakin
Tak boleh menjawab: tidak mungkin
___________________________________________

Disalin dari: http://prri.nagari.or.id/manggopoh.php





Tidak ada komentar:

Posting Komentar