Sumber Gambar: https://www.kosingkat.id |
oleh: Sjamsir Sjarif (Mak Ngah)
Radius lingkaran jarum jam keliling Solok yang Mak Ngah jalani bulan
September 1958 itu telah melebihi jarak Solok - Muaro Paneh maupun jarak
Solok - Panyakalan. Muaro Paneh waktu itu memang telah agak panas dalam suasana perang dan itu perlu MakNgah jauhi.
Lingkaran perjalanan Solok bulan September 1958, merupakan salah satu
lingkaran kecil dari lingkaran besar dan belok-belok kerak keling antara
13 April 1958 sampai Juli 1961. Dari total milieage, mungkin tapak kaki MakNgah yang melatah bumi kampung halaman yang terpanjang di antara para pejalan waktu itu.
Panjang ceritanya, rasanya takkan terpenuhi permintaan Rangkayo Rina untuk menuliskan seluruhnya. Bagaimana cara membeberkan cerita radius lingkaran Solok yang Mak Ngah jalani. Kalau ya nama nama nagari, tolong simakkan dan telusuri lingkaran jarum jam itu.
Saya mulai dari Rawang, sesudah merayap dan merangkak dari Padang Gantiang melintasi Bukit Batu Palano. Sulik Aia. Melapor dan diterima sebagai tamu Wali Nagari. Malamnyo membari ceramah di mesjid Sulik Aia. Suatu Ceramah yang sukses dihadiri oleh ratusan orang kampuang yang sangat ramai. Tanjuang Balik.
Kami melapor kepada wali Nagari dan Camat. Menjadi tamu dari kawan lama, seorang pegawai dari Kantor Gubernur di Bukittinggi yang bernama engku Dt. Tumanggung. Kesempatan itu digunakan untuk istirahat dan maota dengan kawan lama. Perlu istirahat, karena sebelum muncul di Sulik Aia MakNgah, datang dari Bonjol melaksanakan perintah dari surat tugas dari Pak Imam.
Berangkat dari Tanjuang Balik dan berjalan terus ke nagari Katialo, Labuah Panjang, dan ke Sibarambang. Pemandangan indah yang tidak kan terlupakan seumur hidup. Dalam perjalanan mengelilingi kabupaten Solok arah jarum jam itu MakNgah bertemu dengan Rivai Marlaut di Gantuang Ciri di tempat ijoknya.
Di sana kami maota semalam suntuk, karena MakNgah senang sekali membaca tulisan tulisan beliau di harian Haluan th. 1950. Baru baru ini MakNgah chek out buku Dr. Haslinda buah tangan Rivai Marlaut dari perpustakaan Univeristy of California, tapi tidak berupa buku, hanya computer file.
Sayang, tidak bisa dibaca karena filenya telah rusak. Selama perjalanan panjang ini, MakNgah hanya berdua dengan Ridwan Asky yang ketika tulisan ini dibuat, beliau telah meninggal. Kami diantar dan dibimbing oleh orang orang ronda. Orang orang ronda pendamping ini dipercayai sebagai kawan pembimbing sekaligus panunjuk jalan dan tak jarang berpantun dan bercerita kisah kisah lokal.
Sesampai di tempat tujuan, orang ronda akan kembali lagi ke kampungnya. MakNgah tak pernah membayar upah kepada mereka. Mereka itu bertugas membantu perjuangan dengan sukarela. Dari Kajai, ke Lumindai, ke Indudua, ke Pianggu. Dari Pianggu turun melintas jalan raya di Sungai Lasi, lalu melalui lembah sempit menuju Sawah Liek dan Sigumantan. Berjalan panjang mudik ke nagari Supayang, akhirnya sampai ke Sirukam.
Di Sirukam Mak Ngah melapor kepada Bupati PRRI kabupaten Solok Buya H. Darwis Taram, yang saat itu beliau merangkap sebagai Resident PRRI Sumatera Barat. MakNgah berdua manjadi tamu dengan keramahan yang tiada terhingga. Bukan saja karena kami memperlihatkan Surat Tugas dari Pak Imam, tapi karena MakNgah memberi tahu bahwa MakNgah telah mengenal beliau waktu masih muda sekali.
Ketika itu beliau menjadi Kepala Laras Ampek Angkek-Tilatang di Biaro tahun 1940. Ketika itu MakNgah berusia kurang dari 6 tahun melihat beliau berbicara melalui telepon dari Biaro ke Bukittinggi. Itulah telepon yang MakNgah lihat dan perhatikan seseorang berbicara dengan kesungguhan hati.
Dari Sirukam bermaksud akan terus mancari menemui Letkol Ahmad Husein di selatan, namun tanyata masih ada tujuh lapis bukit lagi yang akan ditempuh. Setelah berpisah dan diberkati selamat jalan oleh Buya H. Darwis Taram, kami terus masuk rimba sebelah timur Kubang nan Duo, berbelok ke nagari Batu Bajanjang menunggu hari malam untuak melintas jalan menuju ke Aia Angek di Lereng Gunung Talang.
Kami tiba di kantor camat Kecamatan Gunuang Talang di Aie Angek. Walaupun nama nagarinya Aia Angek, tapi diginnya alahurabbi, betul betul beku tubuh dibuatnya bila pagi telah datang. Di Aia Angek kami menjadi tamu kecamatan Gunung Talang.
Sesudah briefing tibalah masanyo MakNgah dan Ridwan untuk memberi ceramah di mesjid Talang.
Dalam suasana malam yang sangat mencengkam, tapi masih bisa dikumpulkan banyak orang. Ketika sedang memberi ceramah, MakNgah menerima selembar surat kecil, berita singkat, tentara Pusat yang mencium kegiatan itu telah berada kira-kira duo kilo dari mesjid. Pertemuan dibubarkan, para pengunjung pulang dengan diam-diam dan waspada.
MakNgah dan Ridwan dibawa lari oleh orang Ronda pada malam itu dan di sembunyikan di suatu dangau Santo di Batu Kuali jauh di lereng Gunuang Talang.
Dangau Santo
Dari Dangau Santo di Batu Kuali itulah MakNgah dapat manyaksikan perang
penghadangan konvoi tentara Pusat di jalan raya Solok Padang antara
Talang dan Aia Sirah. Pertempuran jarak dekat yang diakhiri dengan pembakaran rumah-ramah Gadang yang MakNgah saksikan dari tempat persembunyian. Api mengepul bergejolak, rasanya dekat sekali di hadapan MakNgah yang masih terbayang sampai kini.
Pasukan PRRI menjunjung korban kawan kawannyo dengan tandu masih jelas terbayang. Meremang bulu kuduk, jangan jangan pertempuran akan meluas ke tempat MakNgah bersembunyi. Lupa MakNgah apa nama kampuang yang dibakar itu. Kalau engku Muchlis di Muaro Paneh yang berumur teenage waktu itu, atau
mungkin urang-urang setempat bisa mengingat nama kampung dan rumah-rumah
gadang yang dibakar saat itu. Kalau tidak salah namanya mungkin Kubu. Tolong diverifikasi dan diberi tahu MakNgah untuk catatan.
Demikianlah dahulu kisah perjalanan lingkaran Solok. Kalau ada umur sama panjang, kalau ingatan masih terbuka maka MakNgah lanjutkan cerita perjalanan ini nantinya.
Santa Cruz, California 28 Februari 2011
___________________________
Disalin dari: http://prri.nagari.or.id/perjalanan.php