Tampilkan postingan dengan label bagagarsyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bagagarsyah. Tampilkan semua postingan

Silsilah Keturunan Raja Alam Pagaruyung

 

Gambar: Pinterest

Daulat Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagarsyah merupakan Raja Alam Minangkabau pada abad ke 19. Nama [gelar] asli dari Sultan Alam Bagagarsyah adalah Sultan Tunggal Alam Bagagar Ibnu Khalifatullah yang lahir di Tanah Datar pada tahun 1789. Sultan Alam Bagagarsyah meninggal pada 12 Februari 1849 di Batavia.
Berdasarkan Silsilah Ahli Waris Daulat yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung, Daulat Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam Bagagar Syah yang dikenal juga dengan panggilan Yang Dipertuan Hitam mempunyai 4 orang saudara;-
1.Puti Reno Sori,
2.Tuan Gadih Tembong, 3.Tuan Bujang Nan Bakundi
4.Yang Dipertuan Batuhampar,

hasil perkawinan dari Daulat yang Dipertuan Sultan Alam Muningsyah (II) yang juga dikenal dengan kebesarannya Sultan Abdul Fatah Sultan Abdul Jalil (I) dengan Puti Reno Janji Tuan Gadih Pagaruyung XI. Daulat Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam Bagagar Syah menikah pertama kali dengan Siti Badi’ah dari Padang mempunyai 4 orang putera yaitu:-

Sulthan Bagagar Syah dibuang

Sumber Foto: https://koleksibpcbsumbar.wordpress.com
Surat Sultan Alam Bagagar Syah
 
Sejarah rupanya menghendaki lain. Cita-cita Sultan rupanya belum akan berhasil di waktu itu. Akhirnya Belanda mengetahui juga Gerakan Rahasia "Tiga Segi" ini, karena Surat Edaran Sultan (Regen Tanah Datar)[1] yang dikirimkan kepada Yang Dipertuan di Parit Batu, Tuanku Sembah di Batang Sikilang dan Tuanku di Air Batu, menyampaikan seruan agar dengan serentak seluruh pimpinan, baik Raja-raja, atau Pengulu-pengulu, dan seluruh Tuanku-tuanku Ulama, agar bersatu mengusir Belanda. Dan disebutkan di dalam surat bahwa Sultan telah bersepakat dengan Sentot Mohammad Ali Basya Raja Jawa dan Tuanku Imam.

Mengenal Sultan Alam Bagagar Syah


Jpeg
Penulis: Undri*

Dalam sejarah Minangkabau, posisi Sultan Alam Bagagar Syah cukup unik selain sebagai keluarga Raja Pagaruyung juga pernah menandatangani surat “penyerahan” beberapa daerah di Minangkabau kepada Belanda-tepatnya tanggal 10 Februari 1821. Peristiwa itupula yang menjadi ganjalan sehingga sampai hari ini belum dilekatkan sebagai pahlawan nasional.

Kendati belum menjadi pahlawan nasional banyak diantara kita yang belum tahu kiprah tokoh ini secara jelas. Tumpuan kejelasan tidak terlepas dari jiwa zamannya (tijdgebundent dan cultuurgebundenheid), yang mencerminkan sikap dan perbuatan serta nilai yang dipancarkannya.