FB Saiful Guci | Berkunjung Kerumah Orangtua Chatib Sulaiman di Sumpur. Nagari Sumpur terletak di Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar. Wilayah ini terletak di tepian Danau Singkarak dengan keindahan alam memukau. Selain itu, Sumpur juga terkenal kukuh menjaga adat dan istiadatnya.
Terbayang bagi saya luasnya Afdeeling (Kabupaten Agam) dari Simawang, Sumpur Danau Singkarak sampai Bonjol Pasaman. Dan baru di tahun 1868 Batipuah X Koto menjadi Afdeeling sendiri Yang wilayahnya dari Simawang sampai Pandai Sikek.[1]
1. Abdul Hamid Hakim
Lebih populer disebut Angku Mudo Hamid, Abdul Hamid Hakim lahir sekitar tahun 1893. Beliau adalah ulama terkemuka yang menjadi murid kesayangan Haji Rasul (Ayah Buya Hamka). Hamid merupakan Pimpinan Perguruan Sumatera Thawalib dan KUI periode 1926 hingga 1959. Hamid mendidik sejumlah orang yang kemudian menjadi orang besar di Indonesia seperti AR Sutan Mansyur, Hamka, Rasuna Said hingga Mukhtar Yahya.
2. Muhammad Rajab
Ia lahir sekitar tahun 1913, lebih dikenal sebagai seorang jurnalis, penerjemah maupun pengarang buku handal. Salah satu buku paling terkenalnya berjudul Semasa Kecil di Kampung. Di buku ini, Rajab menceritakan masa kecilnya di Sumpur termasuk pendidikan agama yang ia tempuh.
Rajab meninggal pada 1970. Balai Pustaka mencatat, Rajab adalah seorang lulusan Fakultas Hukum dan Ilmu Kemasyarakatan UI Jurusan Publistik. Sejumlah karya lain yang ia hasilkan adalah Catatan di Sumatera, Dongeng-dongen Sulawesi Selatan, Perang Padri di Sumatera Barat.
3. Barnawi Latif yang merupakan ajudan Bung Hatta dan ikut dibuang ke Digul.
4.Bahauddin Lathif, ulama sekaligus suami dari Rahmah El Yunusiah
Dirumah keluarga Chatib Sulaiman Saiful Guci bersama Sutan Palindih di sambut oleh Fauzi Taher Keturunan ke 5 dari Pewaris Rumah Gadang Chatib Sulaiman. Kami bercerita dan mengitari Rumah Ayah dan keluarga Chatib Sulaiman dan pergi melihat rumah Gadang sudah tak berpenghuni dirumah itu ada sekitar 10.000 buku.
Fauzi Tarmizi mengatakan, Chatib Sulaiman atas kiprahnya, menjadi salah satu nama yang diajukan oleh Pemerintah Sumatera Barat untuk diberi gelar pahlawan nasional pada Hari Pahlawan 10 November 2023. Akan tetapi, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH-2023 tertanggal 6 November 2023, Khatib Sulaiman masih belum lolos untuk memperoleh gelar pahlawan nasional.
Chatib Sulaiman tercatat bahwa dirinya merupakan anak kelima dari pasangan Haji Sulaiman dan Siti Rahmah yang dilahirkan pada tahun 1906. Saudara kandung Chatib Sulaiman berjumlah tujuh orang yakni Usman Sulaiman, Dalimah Sulaiman, Abbas Sulaiman–yang dilahirkan dengan dua kembarannya namun meninggal saat kecil dan tidak diberi nama–serta Hindun Sulaiman.
Chatib Sulaiman mengawali mengawali pendidikannya di Government Benteng Padang setara sekolah dasar. Setelah itu, dia melanjutkan bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Adabiah yakni sekolah dasar berbahasa Belanda. Adapun untuk jenjang menengah atas, dirinya bersekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Padang.
Awal kehidupan Chatib Sulaiman dimulai dengan berkarir sebagai guru di salah satu Madrasah di Padang Panjang pada tahun 1930. Pada tahun 1932, Chatib Sulaiman bergabung dengan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI-Baru yang dibentuk oleh Mohammad Hatta.
Selama pendudukan Jepang, Chatib Sulaiman menjadi bagian dari organisasi yang dibentuk oleh Jepang, yaitu Syu Sangi Kai. Melalui organisasi ini, ia berhasil mempengaruhi pembentukan Gyugun, sebuah laskar rakyat yang direkrut secara profesional dan anggotanya merupakan orang pribumi yang berpendidikan.
Puncak perjuangan Chatib Sulaiman terjadi selama Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948. Saat itu, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, lantas Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) didirikan di Bukittinggi oleh Syafruddin Prawiranegara.
Chatib Sulaiman memainkan peran kunci dalam mempertahankan eksistensi PDRI dengan terlibat dalam pertempuran di berbagai tempat. Selain itu dia juga memimpin rapat-rapat untuk merancang strategi perjuangan.
Namun, nasib tragis menimpa Chatib Sulaiman pada tanggal 15 Januari 1949, di Situjuh Batur, Kabupaten Limapuluh Kota. Saat berusaha menyelamatkan diri dari serangan pasukan Belanda, ia menjadi salah satu korban keganasan mereka. Peristiwa ini mengakhiri perjalanan hidup seorang pejuang kemerdekaan yang gigih dan berdedikasi.
Fauzi Tarmizi juga menjelaskan tentang Jasa dan Perjuangan Chatib Sulaiman dimulai sejak kepindahannya dari Padang ke Padang Panjang. Chatib Sulaiman memutuskan untuk pindah ke Padang Panjang sekitar tahun 1930 atas desakan dan permintaan para pemuda Padang Panjang, terutama dari Persatuan Murid-Murid Diniyyah (PMDS).
Dengan saran dari Inyiak Abdullah Basa Bandaro, Chatib Sulaiman menjadi pemimpin mereka. Sosoknya diakui sebagai pemuda cerdas dengan pendidikan Barat dari Gouvernement Benteng, HIS, dan MULO. Kemampuan menerjemahkan buku-buku berbahasa Inggris oleh Chatib Sulaiman sangat dibutuhkan oleh pemuda pada masa itu.
Pada sekitar tahun 1929, Chatib Sulaiman bersama teman-temannya di Padang Panjang mendirikan Gerakan Pramuka Muslim Indonesia (KIM), Pendirian organisasi tersebut dipengaruhi semangat nasionalisme yang digerakkan oleh Chatib Sulaiman sebagai guru di Sumatera Thawalib. Adapun keputusan mendirikan gerakan ini adalah untuk memberikan wadah bagi kegiatan yang bisa merangsang pemikiran bebas melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Beberapa tahun kemudian, Chatib Sulaiman dipercayai sebagai pemimpin Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Muhammadiyah di Padang Panjang. Selama kepemimpinannya, sekolah ini mengalami kemajuan pesat, baik dalam hal kurikulum maupun disiplin menerapkan aturan sekolah.
Chatib Sulaiman juga mengajar di sekolah-sekolah swasta lain di Padang Panjang, termasuk Madrasah Irsyadinas (MIN). Kehidupan sehari-hari Chatib Sulaiman yang selalu terkait dengan dunia pendidikan membuatnya menjadi sosok guru yang dihormati.
Dalam bidang politik, Chatib Sulaiman memiliki pemikiran yang luas. Ia mengagumi pemikiran tokoh politik terkenal dari Minangkabau seperti Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta. Setelah pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 17 April 1931, Syahrir dan Hatta mendirikan PNI yang baru.
Pada 11 November 1932, Chatib Sulaiman dan Leo Salim mendirikan Cabang PNI yang baru di Sumatera Barat, berbasis di Padang Panjang. Kala itu, Chatib Sulaiman diangkat oleh Hatta sebagai komisaris utama dan ketua umum organisasi tersebut.
Dalam perjalanan hidupnya, Chatib Sulaiman terlibat dalam perjuangan melawan penjajahan, terutama selama Perang Kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi tokoh kunci dalam berbagai organisasi dan gerakan, termasuk menjadi ketua Dewan Pertahanan Rakyat (DPR) Sumatera Barat selama Agresi Militer Belanda kedua pada tahun 1948.
Pada 15 Januari 1949, dalam kejadian yang dikenal sebagai Peristiwa Situjuh Batur, Chatib Sulaiman dan sejumlah tokoh lainnya berkumpul untuk membahas strategi menghadapi serangan militer Belanda yang semakin agresif. Sayangnya, pertemuan ini terungkap oleh Belanda, dan serangan tiba-tiba terjadi.
Chatib Sulaiman dan para peserta lainnya terlibat dalam pertempuran yang tidak merata karena keterbatasan jumlah dan senjata. Dalam pertempuran tersebut, Chatib Sulaiman tewas setelah berusaha menyelamatkan diri dari serangan peluru Belanda.
Perjalanan hidup dan perjuangan Chatib Sulaiman mencerminkan dedikasi dan kontribusinya yang besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama di tingkat lokal wilayah Sumatera Barat.
============
Saiful Guci | 24 April 2024
=============
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Dimasa Kolonial Belanda, Nagari Sumpur merupakan bagian dari Afdeeling Oud Agam yang beribu negeri di Bukit Tinggi.