FB Sutan Bandaro Sati - Ada dua tongkat mistik khas suku Karo yang biasa digunakan dalam ritual pengusiran makhluk halus pengganggu :
1. Tungkat Malekat.
2. Tungkat Tunggal Panalun (bukan Panaluan).
Tingkat spritual dari Tungkat Malekat adalah lebih tinggi daripada Tungkat Tunggal Panalun.
Tungkat Malekat digunakan oleh 'Guru Pakpak Pitu Pertandang'. Pakaian ritualnya adalah jubah berwarna putih. Sedang Tungkat Tunggal Panalun digunakan oleh bawahannya yakni 'Guru Simeteh Wari Telu Puluh'. Pakaian ritualnya adalah jubah berwarna merah.
Kenapa harus pakai JUBAH.?
Kenapa harus warna MERAH dan PUTIH.?
Mak Lampir saja pakai jubah dan tidak ada yang bilang kalau Mak Lampir itu datang dari Arab. Jangan berpikir penggunaan warna merah dan putih berasal dari tradisi Islam. Merah dan Putih sesungguhnya adalah warisan dari perbendaharaan langit, jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Islam dan Nabi Muhammad hanya mewarisinya berdasarkan Wahyu dari Sang Pemilik dan Pencipta langit lewat hadist yang bunyinya sebagai berikut, Diriwayatkan dari Tsauban, Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah memperlihatkan kepadaku seluruh bumi, hingga aku dapat melihat timur serta baratnya. Dan Allah melimpahkan dua perbendaharaan kepadaku, yaitu MERAH dan PUTIH.”
(HR. Muslim, Kitab Al-Fitan Bab Halakul Ummah Ba’dhum Biba’dh).
Terkadang ada pula yang menyamakan antara 'Guru Pakpak Pitu Pertandang' dengan 'Guru Pakpak Pitu Sedalanen', padahal kedua nama itu adalah dua sosok pribadi yang berbeda. 'Guru Pakpak Pitu Pertandang' itu menetap di Tanah Karo, menjadi bagian dari suku bangsa Karo. Mungkin benar beliau awalnya datang dari tanah Pakpak. Sama halnya dengan beberapa merga suku Karo yang leluhurnya datang dari tanah Pakpak.
Sedang 'Guru Pakpak Pitu Sedalanen' itu adalah 7 orang musafir dari tanah Pakpak yang datang ke tanah Karo untuk menantang kesaktian 'Guru Diden' tapi lalu mengaku kalah dan balik pulang lagi ke tanah Pakpak. Konon 'Guru Pakpak Pitu Sedalanen' itu hanya sampai di Desa Raja Tengah. Kurang jelas dimana lokasi desa Raja Tengah itu. Tapi ada yg bilang di desa itu ada telaga yang berasal dari 7 lubang yang kemudian menjadi 7 mata air.
Lanjut...
Kekuatan mistik dari kedua tongkat khas suku Karo itu bersumber dari kekuatan roh makhluk halus tingkat tinggi yang dipinjam tondinya, bukan dari roh manusia biasa. Proses ritual pembuatannya mirip dengan proses ritual pembuatan patung-patung Mejan peninggalan budaya suku Pakpak, (bukan peninggalan budaya Batak), yang prosesnya lama dan mahal, dan berkaitan erat dengan agama kuno suku Pakpak purba. Tondi yang boleh dimasukkan ke dalam Mejan itupun harus yang setingkat 'nangguru', seperti roh nenek moyang ataupun makhluk halus penghuni hutan/gunung yang dianggap kuat, bertingkat spritualitas tinggi dan mau diajak kerja sama. Kedua macam tongkat mistik itu adalah peninggalan berharga suku bangsa Karo yang layak dijaga.
Sudah tentu jauh beda sifat dan tingkat spritualnya dibandingkan tongkat Tunggal Panaluan khas Batak yang kekuatan mistiknya hanya bertingkat rendah seperti roh penasaran dari manusia anak kecil yang sengaja dibunuh dan dikorbankan. Proses ritual pembuatan tongkat Tunggal Panaluan khas Batak persis sama dengan proses ritual pembuatan patung yang berbentuk manusia mini dan disebut patung 'Pangulubalang' khas peninggalan budaya batak yang proses pembuatannya lebih mudah, sederhana, dan tondi yg dimasukkanpun hanya kelas rendah semacam roh penasaran anak manusia, tapi proses pembuatannya tergolong biadab karena harus mengorbankan anak kecil yang disiksa hidup-hidup sampai mati. Tongkat mistik khas batak seperti itu tentu tidak layak dibanggakan mengingat proses ritual pembuatannya yang tergolong biadab.