Ilustrasi gambar: bridestory |
KATA BATAK.
FB AJAN - Tidak harus selamanya kita sebagai anak bangsa mengikuti pandangan para penulis Eropa yang tanpa dasar menyebutkan bahwa semua wilayah yang jauh dari pantai adalah Batak.
Menurut Penelitian Pakar Sejarah Perancis bernama Daniel Perret yang telah diuji oleh para Ahli Sejarah di Universitas Negeri Medan, tidak satupun dokumen lama Sumatera Utara ada yang menyebut kata Batak sebelum tahun 1800M.
Penelitian Daniel ini juga sejalan dengan penelitian seorang guru besar Sosiologi Antropologi yang telah menerima Anugerah PAGARI dari yayasan Pelestari Kebudayaan Batak yg bernama Prof. Dr. Bungaran Simanjuntak.
Prof Simanjuntak menyebutkan Kosa kata Batak, berasal dari sebutan orang Mongol yang ditujukan pada suku pedalaman Manchuria yang artinya ahli menunggang Kuda. Hal itu juga sejalan dengan bahasa Batak yang menyebutkan 'Mamatak Hoda' yang artinya menunggang kuda, Pambatak Hoda yang artinya penunggang Kuda dan Bataki yang artinya Cambuk Kuda.
Kemungkinan dari sebutan orang Mongol inilah mulanya orang Eropa menyebut Batak pada masyarakat yang berdomisili dipedalaman Filipina, Malaysia, Bulgaria dan sebagainya, mengingat Mongol pernah berkuasa mulai dari Asia hingga Eropa.
Raja Batak untuk sebutan Raja di kerajaan Tamiang, telah dituliskan oleh penulis sejarah dari Aceh bernama Hasanuddin Yusuf Adan dalam bukunya "Islam dan sistem pemerintahan di Aceh masa kerajaan Aceh Darussalam".
Hasanuddin mengutip kata "Raja Batak" itu dari sumber Portugis Mendez Pinto tahun 1539M. Kata Batak yang disebutkan oleh Pinto bukannya berasal dari masyarakat Tamiang tetapi dikutip Pinto dari kebiasaan bangsa Eropa dalam penyebutan berbagai wilayah pedalaman sebagai wilayah Batak.
KERAJAAN HARU.
Dokumen tertua tentang Kerajaan Haru adalah kronik Majapahit Negarakertagama tahun 1365M. Pada sejarah Majapahit itu disebutkan keberadaan Kerajaan² Melayu di Sumatera Utara diantaranya Haru, Panai, Mandailing, Padanglawas dan Barus.
Dalam kronik itu ada lima wilayah Melayu berlainan diantaranya Panai dan Haru, hal itu menunjukkan bahwa Haru bukan Panai atau Panai dan Haru adalah dua wilayah yg berbeda dan diketahui Sebutan Panai itu (Sekarang terdapat tiga Kecamatan Panai) berada di Hilir sungai Barumun dan dibagian Hulu sungai Barumun ini berubah nama menjadi Batang Pane.
Kerajaan Haru menurut Ekspedisi Singhasari tahun 1292M dan Negarakertagama thn 1365M adalah Kerajaan Melayu. Artinya seluruh wilayah Haru adalah Wilayah Melayu bukan wilayah Batak (Tano Batak) dan Melayu itu terdiri dari berbagai Suku.
Banyak kesimpang siuran tentang letak Kerajaan Haru kerena orang tidak melihat Keberadaan sesuatu dimasa lalu yang dapat diketahui dari Pra Sejarah yang tidak tertulis maupun peninggalan Sejarah yang tertulis. Banyak peninggalan tidak tertulis dari Kerajaan Haru yang dapat ditemukan di Kota Rentang, Kota Cina (kota cabai ?) dan di Benteng Putri Hijau Delitua.
Dipertuan Serdang Tengku Luckman Sinar SH, seorang Pemuka adat Kesultanan Serdang yang juga peneliti sejarah Melayu dalam bukunya "Bangun dan runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur" menjelaskan bahwa, berita tertulis tentang Kerajaan Haru terdapat pada sebuah Meriam Lela yang ditemukan oleh seorang Belanda bernama Kontelir Cats de Reat pada tahun 1869M di Benteng putri Hujau Delitua. Menurut beliau meriam itu telah dikirim ke Museum Jakarta.
Adapun berita tertulis pada Meriam tersebut adalah tulisan dalam Aksara Melayu/Jawi [Arab Melayu] yang berbunyi:
SANAT...03 ALAMAT BALUN HARU. Dalam kalimat tersebut Kata ■ "SANAT" yang artinya dalam bahasa Arab adalah tahun Hijrah, ■"03" ialah 1003H yang pada tahun masehi setara dengan tahun 1539M (persis seperti tahun penyerangan Aceh ke Delitua). ■"ALAMAT" artinya tanda ■"BALUN" diketahui kata Balun dalam artinya libas dan dalam bahasa Karo artinya Gulung, dalam hal ini punya makna yg sama yaitu penyerangan. ■ "HARU" adalah nama Kerajaan Haru.
Diketahui Kerajaan Haru adalah Kerajaan besar yang berkuasa pada jalur perdagangan Internasional di Selat Malaka sebagai penghubung perdagangan Asia-Afrika-Eropa bersama dengan Aceh, Melaka dan Portugis.
Adapun kekuasaan Kerajaan Haru terbentang mulai dari Langkat Tamiang hingga Rokan Riau dan dari Selat Melaka hingga Pegunungan bukit Barisan (Kabupaten Karo yg sekarang).
Menurut sejarah dan hasil penemuan Meriam bertuliskan Haru dibenteng Delitua dan peperangan yang menyebabkan Runtuhnya Kerajaan Haru Delitua tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Haru berakhir di Delitua.
Dalam sejarah Delitua, diwilayah ini terdapat Raja² yang berkuasa yang merupakan bagian dari Kerajaan Haru. Mereka adalah Empat Raja Urung yang semuanya bermerga Karo.
Dalam sejarah Kerajaan Urung Senembah, disebutkan Raja² urung ini turut berperang di Kerajaan Haru Delitua melawan Aceh dan setelah runtuhnya Kerajaan Haru Delitua, Kerajaan Urung berempat ini pada tahun 1632M kemudian mendirikan Federasi Deli bersama perwakilan Aceh bernama Tuanku Gocah Pahlawan.
Kerajaan yang didirikan bersama tuanku Gocah Pahlawan itu sekarang disebut Kesultanan Deli dan Raja Urung Empat Suku telah berubah sebutan pula menjadi Datuk empat suku Deli.
Raja² Haru Empat Suku Deli ini, mulanya adalah bagian dari raja² Haru yang pada masa kerajaan Haru disebut Raja Urung. Mereka ini terdiri dari Empat Suku yang merupakan bagian dari Lima Suku pada Bangsa Haru.
Pada perkembangan selanjutnya orang Karo sekarang menyebutkan Lima suku menjadi satu Suku yaitu bernama Suku Karo ber Merga Silima yang terdiri dari berbagai sub Merga.
Ternyata diwilayah Aceh (Gayo, Alas, Kluet) terdapat Merga yang serupa dengan merga suku Karo yaitu:
■ Milala = Meliala.
■ Munte = Munthe.
■ Cibro = Sibero.
■ Linge = Sinulingga.
■ Keling = Keling.
■ Kekaro = Karo².
■ Mehe = Maha.
■ Bukit = Bukit.
■ Pinim = Pinem.
■ Bencawan = Pencawan.
■ Terigan = Tarigan.
■ Sugihen = Sugihen.
Merga di Aceh ini bukan Suku Karo tetapi SUKU ACEH yang pada masa tahun 1537M oleh Sultan Aceh Al-Kahar disebut Kaum Lhee Reutoih yang dimasukkan kedalam kelompok Mante (penduduk asli). Disamping itu Suku² tersebut tidak masuk dalam Komunitas Merga Silima sebagai syarat kesukuan Karo.
Dari Merga (Merge) Gayo, Alas, Kluet dan Marga Karo dan kemiripan bahasa dipastikan Antara Suku di Aceh dan Suku Karo adalah satu keturunan dan dapat disimpulkan bahwa pada Masa dulu belum ada sebutan Suku Karo.
Dilihat dari sebutan Raja² Urung Empat Suku Deli, ke empat Suku Deli ini adalah bagian dari Lima Suku yang sekarang telah berubah nama menjadi Suku Karo. Dapat dipastikan Suku yang bermarga sama dengan Karo yang berada di Aceh tersebut, adalah bagian dari Silima Suku juga. Jika ditinjau dari sejarah Raja² Deli, SILIMA SUKU ADALAH MERUPAKAN SUKU BANGSA DARI KERAJAAN HARU.
■ Perangin Bangun.
===================
Baca juga:
- Label Batak dan Melayu
- Bangsa Karo
- Perihal Marga Purba Tambak
- Batak Maninggoring
- Makna Tuan di Simalungun