![]() |
Ilustrasi Gambar: https://www.viva.co.id |
Peristiwa Batak Maninggoring adalah penekanan kolonial kepada kuria-kuria di
Mandailing. Para kuria dipaksa meneken surat pernyataan yang berisi bahwa
Mandailing adalah sub-Batak. Tokoh2 Mandailing tak menerima perlakuan kolonial itu, lalu menggugat ke mahkamah di Batavia.
Pada Konvensi Sejarah dan Budaya Negeri Perak Darul Ridzuan di Dewan
Jubli, Politeknik Ungku Omar, Ipoh, Perak, Malaysia, 29 September 2001
lalu, sejarawan Malaysia Mohamed Azli Bin Mohamed Azizi mengatakan bahwa
Mandailing bukan Batak.
Dalam makalah bertajuk "Sejarah Kedatangan Orang-orang Mandailing ke Semenanjung Tanah Melayu" Mohamed
Azli Bin Mohamed Azizi mengatakan bahwa pendapat tersebut telah didukung
oleh sarjana Belanda, Jerman dan Indonesia. Mereka adalah Prof. Dr.
G.A. Wilken Hoogleeraar Van Het Rijks dari Universitas Leiden, Dr. Van
Deur Tuk, dan Dr. Jughun. Pendapat mereka didukung pula oleh Abdullah
Lubis, Mangaraja Ihutan, Dada Muraxa, Pangaduan Lubis, dan Arbain Lubis.
Puncak kekeliruan mengenai "Mandailing bukan Batak" telah tercetus dari
satu peristiwa pada tahun 1922 di Kayu Laut, Mandailing. Dalam
peristiwa tersebut seorang kepala sekolah HIS bernama Todung Gunung
Mulia yang bersekongkol dengan seorang kolonial tentara Belanda dari
Sibolga untuk menguatkan orang Mandailing itu sebagai satu rumpun dengan
orang Batak demi kepentingan agama dan politik serta pentadbiran
(mengelola pemerintahan) bagi penjajah Belanda.
Usaha Todung dan
kolonial Belanda tersebut berhasil mendapatkan tanda tangan 14 orang
kepala Kuria di Mandailing (yang dari mulanya dilantik sebagai kepala
Kuria oleh pihak pentadbiran Belanda) diatas surat pengakuan bahwa
Mandailing itu adalah sebagian dari daerah Batak.
Pengakuan
tersebut telah membawa arti bahwa tanah Mandailing tergolong dalam
daerah tanah Batak dan dengan kemiripan budaya antara kedua etnik itu,
maka Mandailing dengan mudah dikategorikan sebagai yang berasal dari
suku Batak.
Dalam peristiwa ini, orang- orang Batak yang beragama
Kristen sangat disenangi oleh Belanda, sehingga tercetuslah hasrat
mereka untuk menonjolkan etnik Batak sebagai ibu rumpun bagi kaum-kaum
yang mempunyai persamaan dalam beberapa aspek budaya di Sumatra Utara
yang meliputi daerah Tapanuli Selatan, yaitu Mandailing.
Kenyataan ini juga seakan-akan menggambarkan missionaris Kristen telah
berjaya mengkristenkan daerah Tapanuli lebih dari 60% penduduknya,
padahal mereka gagal di Tapanuli Selatan dan Mandailing. Jika benar
Mandailing itu Batak, kenapa perlu ada satu pengakuan (1922) di Kayu
Laut sebagai pengakuan Mandailing bagian dari rumpun Batak?
AGENDA TERSELUBUNG
Jelas sekali Todung, missionaris Kristen, dan kolonial Belanda dari
Sibolga itu mempunyai agenda terselubung untuk menjadikan daerah
Mandailing sebagai daerah Batak sekaligus menjadikan Mandailing sebagai
rumpun Batak yang kebanyakan telah menjadi Kristen.
Peristiwa ini
(yang merupakan satu penipuan oleh kaum Batak dengan Belanda) telah
ditentang habis-habisan oleh masyarakat Mandailing hingga kemuka
pengadilan Mahkamah Tinggi di Folks Road, Batavia pada tahun 1922.
Seorang ahli antropologi yang sangat disegani, H. Van Wageningen dari
Holland, telah memberi ulasan di Mahkamah mengenai bantahan orang-orang
Mandailing itu.
Peristiwa penipuan Batak/ Belanda ini juga
dikenal sebagai "Batak Maninggoring" dan telah berakhir dengan keputusan
pengadilan di Folks Road yang menyatakan dengan jelas bahwa Mandailing
asalnya bukan Batak dan bukan pula bagian dari daerah Batak, dan tidak
pernah ditaklukan oleh orang Batak.
Ada juga peristiwa yang
menyangkal anggapan Mandailing itu Batak. Kisah tanah wakaf bangsa
Mandailing di Sungai Mati, Medan yang memperlihatkan tuntutan Batak
Islam untuk dikebumikan ditanah wakaf khusus untuk orang-orang
Mandailing. Perkara ini telah dibawa ke pengadilan Mahkamah Syariah
Islam dan juga Mahkamah Raad Van Justice di Medan.
Keputusan
kedua mahkamah itu menyatakan, orang- orang Batak meskipun beragama
Islam tidak boleh dikebumikan di tanah wakaf yang dikhususkan untuk
orang- orang Mandailing karena mereka tetap bukan orang Mandailing.
Orang batak yang telah Islam dan tinggal di tanah Mandailing juga tidak
benar dikebumikan di tanah wakaf Sungai Mati di Medan karena mereka
bukan orang Mandailing. (Abdul Wahid Lubis).
--
Link postingan: https://www.facebook.com/sutanbandaronan.sati/posts/2939324092832208
--
Link postingan: https://www.facebook.com/sutanbandaronan.sati/posts/2939324092832208
_________________________
Disalin dari kiriman facebook St. Bandaro Sati
Diterbitkan pada 14 Mei 2020