Disalin dari kiriman FB Bee
Kampar merupakan salah satu Suku yang mendiami kabupaten Kampar di Riau. Orang Kampar di sering disebut juga dengan orang Ocu. Ocu sendiri berarti Abang.[1] Panggilan itu sering disematkan kepada orang-orang Kampar.
Menurut saya, Kampar merupakan salah satu bagian dari Suku Minangkabau.[2] Tidak ada perbedaan yang signifikan antara Kampar dengan Minang. Baik bahasa, adat, budaya dan tradisinya sangatlah mirip. Namun, orang-orang Kampar tidak mau mengakui dirinya sebagai orang Minang. Mereka akan marah jika digolongkan sebagai Orang Minang.
Dalam tambo adat Minangkabau, daerah Kampar merupakan salah satu daerah rantau bagi orang Minang [yang wilayah intinya disebut dengan] Darek. Kampar menjadi kawasan rantau dari Luhak Limo Puluah yang bernama Rantau Limo Koto yang terdiri dari Kuok, Bangkinang, Salo, Air Tiris, dan Rumbio. Hal tersebut tentunya memengaruhi sedikit banyaknya budaya Kampar.
Kampar dahulunya merupakan salah satu daerah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan Pagaruyung terbentang dari Pesisir Barat Sumatera Utara (Sibolga) sampai ke Mukomuko Bengkulu.[3]
Dalam hal budaya dan tradisipun tidak ada perbedaan yang mencolok. Masyarakat Kampar menganut sistem matrilineal Sama halnya dengan orang Minang.
Rumah Lontik/ Lontiok Kampar. Dalam bahasa Minang sendiri, kata lantiak, Lontik atau Lontiok diartikan sebagai lentik [atau lantiak]. Mengacu pada arsitektur atap rumahnya yang lentik.
Namun terjadi usaha untuk menghilangkan unsur-unsur Minang oleh masyarakat Kampar dengan cara me-Melayukan[4] adat istiadatnya. hal ini tercermin dari berubahnya arsitektur rumah Lontik yang disesuaikan dengan budaya Melayu.
Dalam hal adat istiadatpun, Minang dan Kampar tidak ada bedanya. Di Kampar sendiri terdapat upacara Malewakan Gala atau Batagak Panghulu, yaitu upacara pengangkatan penghulu atau Datuk.
Talempong Minang, namun di beberapa daerah seperti Payakumbuh talempong disebut juga dengan caklempong atau calempong sama halnya dengan di Kampar. Hingga saat ini ini di Malaysia, talempong sendiri dikenali dengan nama caklempong.
Bagi saya pribadi orang-orang Kampar adalah orang Minang yang tidak ingin disebut Minang (Minang Anyuik) dan lebih memilih menjadi Melayu. Orang Kampar ialah orang Minang yang ingin jadi Melayu tapi tidak diterima oleh Orang Melayu itu sendiri.
Jika menilik lebih dalam, daerah-daerah sekitar Kampar seperti Kuantan Senggigi dan Rokan Hulu juga memiliki keterkaitan dan hubungan yang erat dengan Minangkabau.
Kuantan Sengingi merupakan salah satu kabupaten di provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Dharmasraya di Sumatera Barat. Budaya dan adat Minang sangat terasa di daerah tersebut. Hal tersebut dikarenakan Kuantan merupakan daerah Rantau Darek Luhak Tanah Datar.
Begitu juga dengan daerah Rokan Hulu. Meskipun banyak dipengaruhi oleh budaya Mandailing, sebagian masyarakat di sana masih mengakui dirinya sebagai Minang.
Bagi saya pribadi faktor perbedaan provinsi menjadi penyebab banyaknya masyarakat Kampar yang tidak mau mengakui dirinya sebagai orang Minang. Ketika ditanya Apakah mereka berbahasa Minang, mereka akan menjawab bahwa mereka berbicara dalam bahasa Ocu. Hal tersebut tentunya menjadi sesuatu yang janggal karena sejatinya bahasa Minang memiliki ragam logat dan dialek yang berbeda.
=====================
Kata dalam [] ditambahkan admin.
=====================
Baca juga:
- Minang Iya, Sumbar Bukan
- Kampar; Antara Melayu & Minangkabau
- Sudah Nyata Keminangkabauan Kita
- Masih Perihal Orang Kampar
- Puti Sari Dunia, Muaro Takus, & Andiko Ampek Puluah Ampek
- Hubungan Antara Kebudayaan Melayu, Andiko 44, & Luhak Limo Puluah
- Suku Ocu: ANtara Melayu & Minangkabau
======================
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Ocu, Uncu, Bonsu, Bunsu. Bahasa Minangkabau memiliki banyak dialek salah satu dialek ialah seperti yang terdapat di Luhak Limo Puluah Koto (Dimana Kampar termasuk ke dalam wilayah rantau dari Luhak tersebut). Ciri khas bahasa Minangkabau mereka ialah banyak menggunakan huruf vocal 'O'
[2] Lebih tepatnya wilayah dari salah satu Rantau Minangkabau. Suku di Minangkabau mengacu kepada himpunan solidaritas komunal/kelompok yang membentuk sistem sosial, politik, pemerintahan, dan budaya di Minangkabau. Apabila merujuk kepada suku seperti yang lazim dimaknai banyak orang maka Minangkabau merupakan salah satu puak (sub) dari Bangsa Melayu.
[3] Kekuasaan raja di Minangkabau tidak sama maknanya dengan kekuasaan di daerah lain. Raja berdaulat di Minangkabau namun bukan berarti memiliki wewenang baik di bidang politik, sosial, budaya, maupun pemerintahan layaknya wewenang yang dimiliki raja-raja di daerah lain. Kekuasaan di Minangkabau berada di tangan para penghulu yang menjalankan pemerintahan melalui kerapatan atau sidang di majlis (balai) yang ada pada setiap nagari. Kekuasaan raja lebih kepada simbol pemersatu, yang memayungi atau seperti yang diungkapkan "Ditinggikan seranting, di dahulukan selangkah" Tidak ada kekuasaan absolut atau berada di satu tangan.
[4] Memelayukan disini mengacu kepada Melayu Riau yang adat resamnya pada masa sekarang lebih banyak mengacu ke Melayu Kepulauan. Hal mana memiliki kemiripan dengan Kesultanan Johor dikarenakan kedua wilayah ini pada masa dahulunya berada dalam satu kerajaan yang silih berganti pusatnya. Kerajaan Johor dan Riau Lingga. Riau sendiri mengacu kepada wilayah Kepualauan sedangakan sebagian wilayah Riau Daratan yang tidak termasuk kepada wilayah rantau Alam Minangkabau sendiri berada dibawah kedaulatan Kesultanan Siak.