Disalin dari kiriman FB Sutan bandaro Sati
Di Minangkabau jaman dulu sebelum Islam tidak ada istilah 'pawang hujan'. Yang ada adalah 'TUKANG AMBUIH AWAN'..., bukan 'pawang hujan'. 'Ambuih' artinya 'tiup', 'meniup dengan mulut'.
Ilmu kuno orang Minang jaman dulu bukan ilmu menghentikan hujan, melainkan ilmu memindahkan awan hitam. Menghentikan air hujan itu mustahil karena turunnya air hujan adalah takdir dari Yang Maha Kuasa. Hanya Allah yang berkuasa menghentikan hujan. Tapi memindahkan awan hitam bukanlah mustahil karena Allah juga memberi ANGIN untuk kebaikan manusia.Dan manusia diberi akal budi bagi yang mampu memanfaatkan angin untuk mendorong awan hitam berpindah ke tempat lain.
Jadi....
Seorang pawang sejatinya bukan menghilangkan atau menghentikan hujan. Tapi, persepsi inilah yang berkembang di tengah masyarakat. Padahal, pawang hujan hanya bekerja untuk memindahkan awan hitam. Untuk memindahkan awan, juga harus paham kondisi dan perhitungan arah angin. Jika salah mengarahkan angin dan awan bisa berakibat munculnya kilat dan petir disebabkan terjadinya benturan awan hitam positif dan negatif.
Angin menjadi kunci utama kemana awan hitam akan dipindahkan sehingga hujan tidak terjadi di lokasi yang telah dipilih. Jadi bukan menghentikan hujan, tapi mengarahkan angin dan memindahkan awan hitam. Orang selama ini salah persepsi yang mengatakan pawang hujan menghilangkan atau menghentikan hujan, padahal sebenarnya tidak.
Angin dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti menggerakkan kapal berlayar di laut, menggerakkan pesawat di angkasa, pembangkit tenaga listrik, mendinginkan ruangan, dan tentu saja untuk memindahkan awan hitam.
Kakek saya dulu sewaktu beliau masih hidup bahkan bisa berjalan amat cepat jarak jauh dari kampungnya ke Kota Padang atau ke Pekanbaru dengan cara 'menunggang angin'. Itu memang ilmu kuno orang Minang, termasuk dalam golongan ilmu batin khas Minangkabau.
Syrik atau tidakkah itu.? Entahlah.!
Yang jelas dari bunyi mantranya tidak meminta kepada jin atau makhluk halus manapun. Dan tentu saja tidak perlu bakar kemenyan atau pakai sesajen apapun. Mantra hanya berfungsi ibarat saklar. Kalau yang pawang hujan yang sedang mengontrol awan seringkali hanya perlu merokok terus menerus hingga selesainya acara.
Kenapa si pawang harus merokok terus menerus.?
Alasannya agar dia tidak tampak lucu saat mulutnya harus sering meniupkan angin ke arah awan hitam. Dari situlah asal mula istilah 'TUKANG AMBUIH AWAN'.
Kuncinya adalah ANGIN dan memanfaatkannya. Bisa atau tidaknya itu tergantung ahlinya. Syirik atau tidak syirik itu tergantung caranya. Meminta atau tidak meminta juga gak ngaruh karena Allah lah yang mendorong manusia agar memanfaatkan angin untuk segala keperluan manusia.
Alhasil...
"Gabak ditulak, hujan taduah...."
(Note: Gabak = mendung, awan hitam yang mengandung hujan. Ditulak = didorong. Hujan Taduah = hujan berhenti).