REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian besar Yahudi zaman sekarang yang kini menduduki Israel, dan mengeklaim Yerusalem sebagai miliknya, ternyata bukanlah Yahudi yang sering kita baca dalam kitab suci [Al Qur'an].
Betapa pun mereka menganut agama Yahudi dan menggunakan nama Israel (yang merupakan nama dari Nabi Ya'kub) sebagai nama negara jajahannya, namun sebagian besar mereka sesungguhnya bukanlah keturunan Nabi Ibrahim dan Nabi Ya'kub.
Bahkan mereka bukan keturunan Shem. Sehingga, apa yang mereka lakukan di Palestina, berupa perampasan wilayah, pembantaian para penghuninya yang merupakan anak cucu Shem, sesungguhnya adalah antisemitisme itu sendiri, betapapun mereka sering melakukan kampanye antisemitisme di Barat.
Seperti diketahui, dalam genealogi bangsa-bangsa disebutkan, ada tiga anak Nabi Nuh, yaitu Shem, Yafits (Japeth), dan Ham, yang merepopulasi dunia setelah kaum Nuh ditenggelamkan. Shem merupa kan nenek moyang bangsa-bangsa di Timur Tengah, Yafith nenek moyang orang Turki dan Eropa, sedangkan Ham adalah nenek moyang orang Afrika.
Sebagian besar Yahudi saat ini, yang memobilisasi pendirian negara Israel di Palestina, ternyata juga bukan orang-orang dari bekas kerajaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman di Yudea dan Samaria. Sebagian besar mereka ternyata adalah orang lain, dari ras lain.
Pendeknya, mereka bukan Yahudi yang sering kita baca dalam kitab suci. Semua itu, dikonfirmasi fakta sejarah dan penelusuran yang dilakukan peneliti sejarah termasuk oleh Ernest Renan, bahkan dibuktikan pula melalui hasil penelitian ilmiah. Lalu, siapakah mereka? Mari kita periksa.
Pertama-tama, mari kita lihat dunia Yahudi saat ini. Total populasi orang Yahudi di dunia pada 2010 adalah 13,4 juta jumlah orang. Sebagian besar orang Yahudi di dunia saat ini, adalah Yahudi Ashkeazi. Komposisinya di kisaran 60-80 persen.
Israel, berdasarkan data sensus 2016, mempunyai penduduk sekitar 8,58 juta orang. Sebanyak 6,45 juta orang di antaranya atau 74,8 persen adalah Yahudi. Dari jumlah orang Yahudi tersebut, sekitar separuhnya adalah Yahudi Ashkenazi. Selebihnya adalah Yahudi Sephardi, Yahudi Mizrahi, dan lain-lain. Sedangkan penduduk lainnya adalah orang-orang Arab (Muslim, Kristen, Druze) dan lain-lain.
Hampir semua pendiri negara Israel saat ini, adalah orang-orang Yahudi yang bermigrasi dari Eropa, khususnya Rusia, Eropa Timur, Eropa Tengah, dan sebagian Eropa Barat seperti Jerman. Dan, hampir semuanya adalah Yahudi Ashkenazi. Mulai dari Chaim Weizmann (presiden pertama Israel), David ben Gurion (perdana menteri pertama Israel), hingga Benjamin Netanyahu (perdana menteri Israel saat ini). Gal Gadot, bekas tentara perempuan Israel, yang kini populer karena memerankan Wonder Woman dalam film Hollywood, juga termasuk Yahudi Ashekenazi.
Yahudi Ashkenazi yang jumlahnya paling besar di Israel, adalah Yahudi first class. Sedangkan, penduduk Yahudi lainnya, diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Sedangkan orang-orang Arab, baik Muslim, Kristen, Druze, dan lain-lain, yang enggan pergi dari rumahnya sejak kawasan itu dianeksasi Israel, juga mendapat diskriminasi, bahkan lebih buruk.
Aljazirah, dalam artikel bertajuk Israel's Great Divide, pada 13 Juli 2016, misalnya, mengungkapkan perlakukan diskriminatif terhadap Yahudi Mizrahi dan Yahudi Sephardi itu. Diskriminasi itu juga ditulis Times of Israel dengan judul Study Finds Huge Wage Gap Betwween Ashkenazim, Mizrahim.
Yahudi Mizrahi adalah Yahudi dari kawasan Timur Tengah, sedangkan Yahudi Sephardi adalah Yahudi Spanyol, yang dulu merupakan bekas penduduk Andalusia, yang sebagiannya kemudian pindah ke Afrika, terutama Maroko, atau Anatolia yang saat wilayah itu dikuasai Khilafah Usmani, agar tidak dipersekusi dan diinquisisi saat wilayah itu direbut dari tangan Muslim.
Salah satu gugatan telak tentang identitas orang-orang Yahudi Ashkenazi, datang dari salah seorang pencetus konsep negara bangsa (nation state), yaitu Ernest Renan (1823-1892). Filsuf dan sejarawan Prancis, yang juga pakar peradaban dan bahasa Semitik ini, adalah orang yang pertama mengemukakan Teori Khazaria, antara lain dalam tulisannya bertajuk Judaism as a Race and as Religion pada 1883.
Teori Khazaria yang dikemukakan Mahaguru Universitas Sorbonne, Prancis, tersebut, pada intinya, menyatakan bahwa orang-orang Yahudi Ashkenazi adalah keturunan bangsa Khazar yang pernah eksis di Eurasia.
"Mereka sesungguhnya adalah orang-orang Turki (bukan Kanaan), yang memeluk agama Yahudi. Dan, menyusul kehancuran Imperium Khazaria akibat serbuan Mongol, mereka bermigrasi ke Eropa."
Tak seperti orang Yahudi Kanaan yang berbahasa Ibrani, orang Yahudi Khazaria berbahasa Yiddish. Dan, bahasa Yiddish itu pun tetap digunakan orang Yahudi di Israel saat ini.
Terminologi Turki yang digunakan Renan, bukanlah dalam pengertian sempit bangsa Turki saat ini. Turki dalam pengertian ini longgar, meliputi suku-suku nomaden yang hidup di kawasan yang luas, mulai dari Asia Tengah hingga Eurasia. Imperium Khazaria sendiri mulai berdiri pada abad ke- 7. Suku semi-nomaden Turki ini mengambil alih kawasan tersebut menyusul runtuhnya Kekaisaran Hun pasca-kematian Attila The Hun.
Selama lebih dari dua abad, Teori Khazaria yang disampaikan Ernest Renan, yang juga penulis buku Life of Jesus, ini menjadi kontroversi. Namun, seperti halnya gagasan nasionalisme yang dikemukakannya lewat esai terkenal berjudul What is a Nation? (Qu'est-ce qu'une nation?) yang kemudian banyak dipraktikkan, Teori Khazaria ini pun kemudian menemukan pembuktian kuat.
Sekadar informasi, selain Teori Khazaria, teori lain yang berkembang soal asal muasal Yahudi Ashkenazi atau Yahudi Eropa adalah Teori Rhineland (Rhineland Hypothesis). Teori ini beranggapan Yahudi Ashkenazi merupakan keturunan Yahudi dari Kanaan, Timur Tengah.
Mereka bermigrasi ke Eropa menyusul keberhasilan Umar Bin Khattab membebaskan Palestina dari Romawi Byzantium pada 637. Konon, migrasi berdurasi panjang, hingga 200 tahun.
Kemudian, pada abad ke-15, sekitar 50 ribu Yahudi yang mengisolasi diri, meninggalkan Rhineland atau Jerman di Eropa Barat, menuju Eropa Tengah dan Eropa Timur. Konon, di sana, Yahudi berkembang pesat melebihi komunitas lain berkat hyperbaby boom.
Alhasil, meskipun terjadi perang, persekusi terhadap orang Yahudi, wabah, dan kesulitan ekonomi, populasi Yahudi Ashkenazi tetap melonjak signifikan. Dan, pada abad ke-20, telah moroket mencapai delapan juta orang.
Tapi, karena cerita ledakan populasi itu terbilang ganjil dan kurang masuk akal, Science Daily menyatakan bahwa sejumlah pakar seperti Prof Harry Ostrer dan Dr Gil Atzmon akhirnya hanya menyebutnya dengan istilah "keajaiban".
Like & Follow: Bukit Tinggi Salingka Agam Heritage