Pada masa sekarang ini disaat komunikasi dan perhubungan menjadi lancar dimana jarak menjadi dekat, berbagai pengaruh dari luar dengan mudah datang dan masuk ke dalam masyarakat Melayu dan Minangkabau. Kebiasaan atau adat yang dahulu tidak ada, kini diadakan atau yang sudah ditinggalkan kembali dipakai dengan dalih melestarikan budaya agung leluhur.
Beberapa masa nan silam tersebar sebuah postingan tentang Nasi Tumpeng yang dianggap syirik. Yang menarik dari sisi ini ialah orang Melayu ikut-ikut pula membela. Kalau seandainya orang Jawa tiada masalah karena itu pakaian mereka.
Pada masa sekarang berbagai pengaruh dari luar Pulau Sumatera ini dengan mudah diterima. Seperti pemakaian 'Gong' dalam membuka acara padahal di Minangkabau ada 'Aguang'. Walau memiliki rupa sama namun dari segi bunyi Gong dan Aguang berbeda.
Kemudian pemakaian baju batik yang hampir jamak kita temui pada masyarakat Melayu, baik laki-laki maupun perempuan. Bagi orang Melayu di Minangkabau dikenal kain cindai yang pada masa sekarang dikenal dengan nama "Batik Tanah Liek". Sesungguhnya bukan batik karena proses pembuatannya bukan dilukis seperti batik. Kain inilah yang banyak kita dapati dipakai oleh orang dahulu, bagi perempuan dijadikan kodek atau selendang sedangkan bagi lelaki dijadikan sarawa (celana) atau kain sarung bagi lelaki bujang.
Terkait Nasi Tumpeng, kami belum mendapati ada kantor-kantor yang memakainya sebagai bagian dari perayaan kantor mereka. Entahlah kalau kami kurang cermat dalam mengamati. Namun walau bagaimanapun, nasi ini bukan budaya kita orang Melayu di Minangkabau. Terlpas dari syirik atau tidaknya.
Tumpeng sendiri merupakan singkatan dari 'yen me tu kudu sing mempeng" yang artinya jika keluar harus dengan sungguh-sungguh [1] Pada mulanya, tumpeng digunakan masyarakat Jawa dan sekitarnya (termasuk Madura dan Bali), untuk membuat persembahan kepada gunung-gunung sebagai bentuk tanda penghormatan bahwa ada leluhur yang mendiami gunung-gunung tersebut. Hal ini terjadi sejak lama, jauh sebelum agama masuk ke Nusantara.
Kemudian, agama Hindu masuk ke Indonesia. Perayaan dan pembuatan tumpeng mengalami sedikit perubahan, yaitu dari bentuk nasinya. Nasi tumpeng baru mulai dibuat kerucut ketika era Hindu. Kerucut merupakan tiruan bentuk gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa-dewi mereka. [2]
Sebaiknya kita usah meniru-niru atau memakai apa yang bukan pakaian kita. Jangan hanya karena ikut tren atau kejawa-jawaan maka semuanya diterima dan ditiru.
Catatan Kaki:
[1] Silahkan baca DISINI
[2] Silahkan baca DISINI