Ciloteh Tanpa Suara #31 | Pak Eri Yusmi dalam sebuah komentarnya bersama pak Afrion Sulasmantri dalam status CTS #27: BILO ADO SUKU, SASUKU, SAPASUKUAN ?.
“Iko juo Tambo Tuo Gunuag Marapi ko sebagai Bantahan dari Tambo Tulisan Darah yang di Robah oleh Kaum penjajah yang tersimpan di Maseum Nasional sekarang ini. Katanya Nenek Moyang orang Minang dan Minangkabau asal muasalnya di Pulau #LangkahPuri perbatasan #Palembang dan #Jambi. Asal muasalnya #DapuntaHyang .. Perbaikan yang sebenarnya adalah Bukan #PulauLangkapuri tapi yg Benar itu adalah #PulauLanggapuri itulah yang dikatakan Puncak Gunung Marapi itu. Buktinya aslinya ada pada Tulisan Arab Pegonnya. Bukan Tulisan dari bahasa Belanda Robahan.. “ Tulis Eri Yusmi
Status Ciloteh Tanpa Suara ke 31 ini saya turunkan Tambo Darah yang dimaksud untuk dikoreksi oleh engku Eri Yusmi yang lebih tahu dan mengenal tulisan Arab Pegon untuk mengetahui kebenaran isi Tambonya untuk menambah pengetahuan kita.
Membaca sejarah ibaratkan kita melihat “kaca spion” melihat ke belakang untuk maju kedepan. Tambo Darah ini saya peroleh saat berkunjung ke Perpustakaan Nasional, Sabtu 3 Februari 2018, tak lupa singah di lantai 9 tempat berada Naskah Kuno, dalam buku Katalog, saya tertarik dengan nama panggil ML.483. Silsilah Raja-raja Pagaruyuang 1 hlm, Bhs Melayu/Minang. Rol 429.06.665.06 setelah dibuka ternyata CIBA TAMBO DARAH yang dicari cari selama ini yang berukuran lebar 40 cm dan panjang 120 cm dalam keadaan bergulung.
TAMBO DARAH ditulis dengan tinta hitam dan disela dengan merah. Konon khabarnya tinta merah tersebut adalah darah seorang putra raja, dengan demikian ada yang menyebut naskah tersebut TAMBO DARAH.
Naskah terdiri dari tiga bagian:
1. Bagian paling atas di dalam petak ukiran motif bunga terdapat 13 buah lingkaran. Tiga diantaranya berbentuk stempel dan satu diantaranya yang tiga itu mirip dengan bentuk stempel Sulthan Alam Bagagarsyah dan tidak dapat dibaca lagi isinya. Sedangkan yang sepuluh yang lain merupakan lingkaran biasa yang berisikan nama-raja-raja. Diluar lingkaran tersebut terdapat keterangan dari raja tersebut serta wilayah kekuasaanya.
2. Bagian dibawah lagi merupakan seakan-akan Mimbar Mesjid bentuk kuno, dimana bahagian-bahagian diterangkan sebagai tempat atau merupakan alat-alat kebesaran serta benda-benda muhjizat kepunyaan raja.
3. Bahagian tengah adalah isi dari naskah tersebut yang bercampur dengan ayat al-Quran, menerangkan daulat yang Dipertuan Minangkabau. Bagian bawah atau akhir di dalam petak tersendiri yang berukir motif bunga dan pucuk rebung seakan menerangkan penulis naskah dan identitasnya berikut keturunannya.
Cuplikannya :
1. Inilah bab Sultan di Jambi …….. (tak jelas) anak yang dipertuan di Pagaruyung adanya.
2. Inilah bab Sultan …… (tidak jelas lagi ) ……..
3. Inilah bab Sultan di Pariaman yang bernama……….. (tidak jelas ) anak yang dipertuan Pagaruyung jua adanya, Inilah yang mula-mula jadi raja di Pariaman melimpah ke Kinali.
4. Inilah bab Sultan di Negeri Puto Sungai Pagu anak yang dipertuan Sungai Pagu anak yang dipertuan di Pagaruyuang jua. Inilah mula yang menjadi raja di Sungai Pagu melimpah ke Bandar Sepuluh.
5. Inilah bab sultan di Negeri Zulwakiah bernama Raja Mahabah anak yang dipertuan di Pagaruyuang jua adanya. Inilah mula-mula menjadi raja Zulwakiah melimpah ke Kurai Ke Banu Ampu.
6. Inilah bab Sultan di Siak anak yang dipertuan di Pagayung jua adanya. Inilah yang menjadi raja di negeri siak melimpah ke Patapahan, Palalawan ke Tanjung Bunga.
7. Inilah bab Sultan di Negeri Indragiri anak yang dipertuan di Pagaruyuang. Inilah yang mula jadi raja di Indragiri namanya Kakuantan inilah anak dipertuan Pagaruyuang.
8. Inilah bab Sultan dinegeri Bintan yang bernama Sultan Muhammad Kalif, anak yang dipertuan di Pagaruyuang jua.
9. Inilah bab Sultan di Palembang yang bernama Sultan Indra Sariatsah anak yang dipertuan di Pagaruyuang.
10. Inilah bab Sultan di negeri Aceh yang bernama Sutan Saripado anak yang dipertuan di Pagaruyuang adanya.
………………………………………
……………………………………………
Diakhir :
Tuanku Permata Lelo Nan Putiah anak dari Datuak Bagindo Maharajo (chatib) yakni cucu Tuanku Laras Saruaso Minangkabau. Keturunan nan sepanjang Adat yang sah dalam kampuang Saruaso Nan Gadang.
Cucuran/Keturunan/dari semua kami kabarkan Datuk Pamuncak Maharajo Lelo yang mati di Kuntu di bawa Rajo Alam dahulunya, karantau menjadi mulia.
Orang cadiak pandai oleh Raja Nan Duo Lelo sarato rajo alam tahun 1818 sampai 1829.
Maka ia jemput Rajo turun temurun kepada cucu dan warisnya cucu Datuak Pamuncak Maharajo Lelo ialah yang tersebut di atas segala keturunan Rajo Alam Pagaruyuang wajib maklum baginya turun temurun segala anak-anak cucunya nimkat lagi.
******
SURAT WASIAT RAJA MINANGKABAU
Sebuah dokumen berupa surat wasiat kerajaan Minangkabau di Perpustakaan Universitas Leiden, (Cod.UBLOHS Or.4818.a.IV) dengan tiga cap hitam dibagian kepala suratnya dimana ketiga cap hitam tersebut berupa delapan kelopak bunga, masing-masing diberi warna persegi. Segel surat wasiat ini tampaknya memiliki prasasti yang sama - al-wa-thiq bi-'ina-yat Sulta-n al-'Azı-m Sultan Maharaja Diraja ibn Sultan Abdul Jalil al-Muazzam Syah marhum,
"Dia yang mempercayai Sultan Tertinggi, Sultan Maharaja Diraja, anak laki-laki almarhum Sultan Abdul Jalil al-Muazzam."
Diameter cap Hitam yang disebelah kanan sedikit lebih besar dari pada di tengah. Dokumen ini dimulai dengan deskripsi tentang Adam sebagai nenek moyang dari garis kerajaan Minangkabau.
Trankripsi dari dokumen tersebut telah dicoba diartikan sebagai berikut :
Dengan di mulai dengan bacaan :
1. Bismillahirahmanirrahim yabastawi amruka sultan akzim mukarromah alalloh fil alami
2. Al masyur fil arabi wal ajami balahu fil wujudil kiram sahadatan Nabi Adam Ya Tuhan Syahibul Alam. Maka tersebutlah, adapun tatkala diturunkan Allah Ta ‘ala Adam dengan Siti Hawa ke atas dunia ini ialah pada bukit Syaratul Basyirah Zamzamilah ialah antara Masyrik dan Magrib antara Awing dan Gumawang, antara bumi dengan langit, pada tanah yang Hasyim pada bundaran Baitul Makmur ialah negeri yang bernama Darussalam dan Darul Hasyim yang hening dengan sendirinya. Tempat menyatakan martabat, pertama Bangsa Adam kabari namanya, kedua Adam Shufi namanya dan ketiga Adam Abu Basyari namanya, keempat Adam Khalifatullah namanya.
Maka berbantahanlah segala anak Adam yang empat puluh empat, setengah mengatakan Sembilan Puluih Sembilan. Ialah berbantahlah setengah mengatakan dirinya patut jadi raja. Seperti perbantah karena kebesaran. Maka berbantahlah Adam dengan Siti Hawa. Isi perbantahan anaknya mengatakan dirinya seoranglah yang patut menjadi raja. Maka berkatalah Adam Khalifatullah kepada istrinya “ pergilah kamu mencari anak tiada berbapak, aku mencari anak tiada beribu”.
Maka seorang berjalan ke Magrib dan seorang berjalan ke Masasyrik. Maka berjalanlah Adam Khalifatullah dengan takdir Allah Ta’ala serta dengan iradatnya dan hidayahnya dengan asyiknya, maka terbitlah manikam yang sempurna dalam kendil maha jingga, ilang gumilang rupanya permai, akan (oleh) manusia tiada dapat ditantang nyata lebih dari cahaya bulan dan matahari., Maka dengan takdir Allah Taala maka lahirlah anaknya itu ialah yang dinamainya Sultan Hidayatullah akan raja di dalam dunia ini, maka berkatalah Adam Khalifatullah siapa yang memelihara anakku ini yang akalnya terlalu tajam, rupanya terlalu permai umpama bulan empat belas hari bulan, tiadalah dapat di tantang nyata dan kamilah yang memeliharakan saudara kami. Tatkala itu sembah maklum titah berjunjung. Manakala raja menolak sembah, Raja dimakan biso kawi, karena raja itu tiada kaya di emas melainkan kaya disembah.
Wa ba’du. Adapun kemudian dari pada itu, maka munajatlah Adam Khalifatullah pada Padang Zilkarnain serta menyertakan bagi anaknya Sultan Hidayatullah seperti firman Allah Taala di dalam Quran Arahman ‘ala Maliki: Tatkala aku jadikan jin dan manusia akan menyembah aku didalam dunia ini.
Maka diturunkan oleh Allah Taala seekor Burung lagi pandai, berkatalah kepada Sultan Hidayatullah Iskandar Zulkarnain Khalifatullah fi Alami Johan Berdaulattullah Taala Dawan Berkat Baidil Anam. Burung itu mencari tanah daratan yang bernama Pulau Langka Puri 2). Maka berlayarlah Sultan Hidayatullah mencari tanah daratan beserta kelengkapan manti, hulubalang ialah kodrat Jati Tumanggulati Cumeti Kalimunting Syafaniyah Ladah Siraja Hitam Sambung Gulah Hulu Balang Maharajo Bangso Singsana Putra Janiah Citai.
Beberapa lamanya maka diturunkan pula oleh Allah Taala tanah daratan yang bernama pulau Langka Puri antara Palembang dengan Jambi. Akan tempat raja asal anak Sultan Hidayatullah ialah yang diturunkan Allah Taala antara Awang dan Gumawang ialah anak yang dipertuan bernama Sultan Hidayatullah Raja Iskandar Zulkarnain Khalifatullah fil Alamin Johan berdaulat berinayatullah Azhim Alaihi Taala Dawan Berbarakati Saidil Anam Nagari bertuang berkunci besi yang amat hijau warnanya, dipandang kuning warnanya, dipandang putih warnanya, tiada dapat ditantang nyata ialah kebesaran raja yang bertiga bersaudara lagi melimpahkan adilnya dan kemurahannya pada segala hamba Allah dan pada segala Raja yang dibawahnya dan berkah Muhammad Habibur Rahman, ialah Sultan Yang mat budiman istihawan pada segala hamba Allah.
Dari seluruh CIBA TULISAN TANGAN yang ada stempel kerajaan PAGARUYUANG disebutkan tempat mendarat Sri Maharaja Alif, Srimaharaja Depang dan Srimaharaja Diraja adalah di Pulau LANGKA PURI Dimanakah Pulau Langkapuri itu ?
Saiful Guci Dt. Rajo Sampono, Pulutan 9 Juni 2024