Ilustrasi: Biografi Singkat Tokoh |
Disalin dari kiriman FB Aldianyansyah Chaniago
๐๐ญ๐ข๐ฎ๐ข ๐๐ฆ๐ณ๐ฌ๐ฆ๐ฎ๐ถ๐ฌ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ถ๐ข๐ฏ๐จ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐๐ด๐ญ๐ข๐ฎ,๐๐ข๐ญ๐ข๐ฉ ๐๐ข๐ต๐ถ ๐๐ญ๐ข๐ฎ๐ข ๐๐ช๐ฏ๐ข๐ฏ๐จ ๐ ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ช ๐๐ฆ๐ฏ๐ซ๐ข๐ณ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฐ๐ญ๐ฆ๐ฉ ๐o๐ฆ๐ฌ๐ข๐ณ๐ฏ๐ฐ
Mohammad Natsir adalah Ulama Terkemuka, tokoh intelektual, Pejuang Kemerdekaan Indonesia, sekaligus negarawan , Pencetus Proklamasi Republik Indonesia, & Pejuang Islam Di Dasar Negara.
Mohammad Natsir merupakan pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi (Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan tokoh Islam terkemuka Indonesia. Di dalam negeri, ia pernah menjabat menteri dan Perdana Menteri Indonesia, sedangkan di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.
Natsir banyak menulis tentang pemikiran Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929; hingga akhir hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Ia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Ia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam. Selama hidupnya, ia dianugerahi tiga gelar doktor honoris causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia.
pada tanggal 26 April 1951 Muhamad Natsir Berselisih dengan Soekarno,kerana Suekarno Dekat dengan PKI ( Partai Komunis Indonesia ) dan ia semakin vokal menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia kerana saat itu Suekarno berpandangan Bahwa posisi agama dan negara harus dipisahkan,
Bung Karno mengedepankan paham nasionalisme dan mengkritik Islam sebagai ideologi. Ia bahkan “menyerang" kaum ulama serta pemikiran umat Islam di Indonesia yang disebutnya beku dan kolot (Tempo, 14-20 Juli 2008, hlm 62), Muhammad Natsir tak terima Menantang Pernyataan Suekarno Tersebut M.Natsir Berpendapat Bahwa Negara & Islam Tidak bisa di Pisahkan,Muhammad Natsir juga mengkritik Suekarno Karena Tidak Memikirkan Masyarakat Di Luar Jawa,Natsir mengkritik Soekarno yang dekat dengan komunis dan dinilai mengabaikan kesejahteraan rakyat di luar Jawa.
kerana Pernyataan tersebut membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno, seluruh aset dan hartanya pun disita oleh rezim Sukarno (Idrus F. Shahab, dkk., Natsir: Politik Santun di Antara Dua Rezim, 2008: 47) & mengkritik Soekarno bahwa Soekarno kurang memperhatikan kesejahteraan di luar Pulau Jawa.
Muhammad Natsir bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PPRI). yang menuntut adanya otonomi daerah yang lebih luas Malah di Salah tafsirkan Soekarno sebagai pemberontakan.Suekarno mengirimkan tentara untuk melawan gerakan ini. PRRI kalah,Natsir dipenjara oleh Suekarno & Partai Masyumi yang pernah dipimpinnya juga dibekukan & Di bubarkan Soekarno. Rakyat Di Ranah Minang Ramai menjadi Korban Keganasan Tersebut, .
Tak lama setelah Natsir bebas, Sukarno justru menuai keruntuhannya yang lantas benar-benar terjadi beberapa tahun berselang. Hingga akhirnya, sang proklamator wafat dalam kenestapaan pada 21 Juni 1970 di tengah naiknya Soeharto sebagai penguasa baru.
Di sisi lain, Natsir –yang juga dianggap sebagai “musuh" oleh rezim Orde Baru– dikaruniai umur panjang. Ia meninggal dunia di Jakarta tanggal 6 Februari 1993 dalam usia 84 tahun dengan tetap memegang teguh prinsipnya tentang Islam dan nasionalisme kendati tidak pernah direstui negara.
Sukarno menerbitkan artikel yang kali ini langsung ditujukan untuk kalangan agamis di Indonesia, khususnya kaum ulama. Judul tulisannya pun terkesan provokatif: “Masyarakat Onta" dan “Masyarakat Kapal Udara".
Natsir yang mewakili golongan kanan pun tidak tinggal diam. Ia membalas “serangan” dari kubu nasionalis melalui sejumlah artikel yang dimuat di majalah Al Manaar , juga Panji Islam yang sebelumnya dimuat di tulisan Soekarno.
Rangkaian pemikirannya yang tersusun dalam artikel berjudul “Cinta Agama dan Tanah Air”, “Rasionalisme dalam Islam”, serta “Persatuan Agama dengan Negara”, Natsir menjawab sekaligus menyangkal skeptisme Sukarno tentang Islam. Ia yakin bahwa agama (Islam) justru bisa melahirkan rasa nasionalisme yang kuat.
Prediksi Natsir itu terbukti setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Umat Islam di Indonesia yang dinilai lembek dengan pikiran kolotnya, justru menjadi salah satu tonggak utama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di berbagai daerah.
“Kalau tadinya mereka (umat Islam di Indonesia) diibaratkan sebagai seekor domba atau kambing yang menurut saja, sekarang sekonyong-konyong mereka menjelma menjadi macan yang menyaksikan kegagahan dan keberanian yang luar biasa, sampai menakjubkan orang-orang di luar negeri," tulis Natsir.
Setelah dibebaskan dari penjara, Natsir kembali terlibat dalam organisasi-organisasi Islam, seperti Majelis Ta'sisi Rabitah Alam Islami dan Majelis Ala al-Alami lil Masjid yang berpusat di Mekkah, Pusat Studi Islam Oxford (Oxford Centre for Islamic Studies) di Inggris, dan Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) di Karachi, Pakistan.
Di era Orde Baru, ia membentuk Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ia juga mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti ketika ia menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980, yang menyebabkan ia dilarang pergi ke luar negeri. Pada masa-masa awal Orde Baru ini, ia berjasa mengirim nota kepada Tunku Abdul Rahman dalam rangka mencairkan hubungan dengan Malaysia. Selain itu pula, dialah yang mengontak pemerintah Kuwait agar menanam modal di Indonesia dan meyakinkan pemerintah Jepang tentang kesungguhan Orde Baru membangun ekonomi. Soeharto menganggap orang yang mengkritik dirinya sebagai penentang Pancasila. Ia ikut menandatangani Petisi tersebut bersama dengan Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, Sanusi Hardjadinata, SK Trimurti, dan lain-lain. Akibat dilarangnya ia pergi ke luar negeri, banyak seminar yang tidak bisa diikutinya. Natsir menolak kecurigaan Soeharto terhadap partai-partai, terutama partai Islam dan mengkritik Opsus (Operasi Khusus) yang berada di bawah pimpinan langsung Soeharto.Padahal, badan intel inilah yang meminta Natsir dalam memulai hubungan dengan Malaysia dan Timur Tengah setelah naiknya Soeharto.
PENGHARGAAN "
Pemerintah Indonesia saat itu, baik yang dipimpin oleh Soekarno maupun Soeharto, sama-sama menuding Mohammad Natsir sebagai pemberontak dan pembangkang, bahkan tudingan tersebut membuatnya dipenjarakan. Sedangkan oleh negara-negara lain, Natsir sangat dihormati dan dihargai, hingga banyak penghargaan yang dianugerahkan kepadanya.
Dunia Islam mengakui Mohammad Natsir sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Bruce Lawrence menyebutkan bahwa Natsir merupakan politisi yang paling menonjol mendukung pembaruan Islam. Pada tahun 1957, ia menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Raja Tunisia, Lamine Bey atas jasanya membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Penghargaan internasional lainnya yaitu Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah pada tahun 1980, dan penghargaan dari beberapa ulama dan pemikir terkenal seperti Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan Abul A'la Maududi.
Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi melalui Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi. Ia juga memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang politik Islam dari Universitas Islam Libanon pada tahun 1967. Pada tahun 1991, ia memperoleh dua gelar kehormatan, yaitu dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia. Pemerintah Indonesia baru menghormatinya setelah 15 tahun kematiannya, pada 10 November 2008 Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Soeharto enggan memberikan gelar pahlawan kepada salah satu "bapak bangsa" ini. Pada masa B.J. Habibie, dia diberi penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana.
Reporter Ramadhian Fadillah melaporkan bahwasanya ia tokoh sederhana sepanjang zaman. Ia juga melaporkan bahwa Natsir "tak punya baju bagus, jasnya bertambal. Dia dikenang sebagai menteri yang tak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil mewah."George McTurnan Kahin -pengajar di Universitas Cornell- mendapat info dari Agus Salim bahwa ada staf dari Kementerian Penerangan yang hendak mengumpulkan uang untuk Natsir supaya berpakaian lebih layak. Apalagi, kemejanya cuma dua setel dan sudah butut pula. Sewaktu dia mundur sebagai Perdana Menteri pada Maret 1951, sekretarisnya -Maria Ulfa, menyerahkan padanya sisa dana taktis dengan banyak saldo yang sebenarnya juga hak Perdana Menteri. Natsir menolak, dan dana itu dilimpahkan ke koperasi karyawan tanpa sepeser dia ambil. Natsir dikatakan menolak mobil Chevrolet Impala. Padahal, di rumahnya dia hanya memiliki mobil tua, De Soto yang dia beli sendiri untuk mengantar-jemput anak-anaknya.