Sejak kapan media massa Islam muncul di nusantara? Media massa atau penerbitan yang menyuarakan aspirasi umat Islam dan berfungsi sebagai media dakwah pertama di Indonesia muncul pada 1911. Media Islam tertua di Tanah Air itu bernama majalah Al-Munir.
Al-Munir adalah Majalah Media Islam Pertama Di Indonesia yang terbit Pertama di Ranah Minang Kota Padang Sumatera Barat. Diprakarsai langsung Oleh Ulama Asal Minang yaitu : Abdullah Ahmad pada awal April 1911, Al-Munir tercatat sebagai media massa Islam pertama di Indonesia.Keberadaanya terinspirasi dari majalah Al-Imam pimpinan Tahir Jalaluddin Al-Azhari ulama keturunan Minang di Singapura (1906–1909) murid dari pada Ulama Minang "Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi" di Makkah.
Majalah ini menampilkan beberapa rubrik di antaranya: tajuk rencana seputar Islam, forum tanya jawab yang umumnya berkenaan hukum fikih, perkembangan pemikiran Islam di dunia, dan kronik yang biasanya diterjemahkan dari majalah-majalah Islam Timur Tengah. Namun, akibat kendala dana, majalah ini berhenti terbit pada 1915. Meski begitu, kelahiran Al-Munir segera disusul oleh penerbitan sejenis oleh berbagai gerakan Islam di Nusantara.
Al-Munir giat menyerukan kepada pembaca untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Secara khusus, majalah ini menjadi corong gerakan Kaum Muda dalam gelombang pembaruan Islam jilid kedua di Minangkabau pada awal abad ke-20.
" SEJARAH "
Pada 1906, muncul majalah Al-Imam di Singapura di bawah asuhan Ulama Minang " Tahir Jalaluddin Al-Azhari" . Majalah ini dalam sejarahnya mempunyai keterkaitan yang erat dengan Al-Urwatul Wusqa, majalah yang diterbitkan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh di Paris, Prancis.
Majalah ini beredar di Semenanjung Malaya dan Pulau Sumatra. Salah satu daerah yang mendapat pengaruh paling kuat dari penerbitan Al-Imam adalah Minangkabau.
Setelah penerbitan Al-Imam terhenti pada 1909, delegasi Minangkabau Abdullah Ahmad segera menemui pimpinan majalah Al-Imam di Singapura. Dalam kunjungannya, Abdullah Ahmad menyampaikan maksud untuk menerbitkan majalah dengan visi dan misi dakwah yang sama. Pulang dari kunjungan ke Singapura, Abdullah Ahmad dengan dukungan para pedagang lokal mulai merintis penerbitan Al-Munir di Padang.
Perkumpulan ulama pendiri Al-Munir tergabung dalam Sjarikat Ilmu, yang sekaligus menjadi badan penerbitan dan pengelola Al-Munir.
Anggotanya terdiri dari para ulama dari kelompok pembaru Dari Ulama Minangkabau atau sering disebut Kaum Muda. Abdullah Ahmad tidak menjadi pengurus harian. Pimpinan harian majalah adalah Marah Muhammad. Dalam jajaran dewan redaksi, yang diketuai oleh Sutan Djamaluddin Abubakar, tercatat sejumlah nama di antaranya Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka), Muhammad Thaib Umar, dan Sutan Muhammad Salim (ayah Agus Salim).
Penulis-penulis lain yang tidak masuk dalam struktur kepengurusan di antaranya Ibrahim Musa Parabek, Abbas Abdullah, Zainuddin Labay El Yunusy, dan Muhammad Jamil Jambek.
Al-Munir menyatakan maksud berdirinya saat terbit edisi perdana pada awal bulan April 1911, tertanggal 1 Rabiulakhir 1329 Hijriyah.[10] Menurut Masoed Abidin dalam Ensiklopedi Minangkabau, tujuan penerbitan majalah Al-Munir dapat terlihat dari namanya yang berarti lilin atau suluh.[10] Majalah ini terbit setiap hari Sabtu, pada awal dan pertengahan bulan dalam kalender Islam.[11] Sebagian besar edisinya berjumlah 16 halaman. Tulisan dalam Al-Munir menggunakan abjad Jawi, sebagaimana pada awal abad ke-20 sebagian masyarakat Minang masih banyak yang hanya pandai menulis dan membaca abjad Jawi. Namun, ejaan yang digunakan mengikuti standar ejaan yang dipakai pada sekolah-sekolah pemerintah kolonial.[8]
Untuk mendistribusikan majalah dan memungut uang langganannya, Al-Munir mempunyai 31 agen di berbagai daerah yang tersebar di Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[12] Faktor penyebab luasnya penyebaran majalah ini adalah karena memanfaatkan jaringan penyebaran majalah Al-Imam yang sudah berhenti penerbitannya.[13] Sejak penerbitan pertama, Al-Munir telah didistribusikan kepada pembaca di seluruh daerah Sumatra, Jawa dan Semenajung Malaya.[14] Dalam perkembangan selanjutnya terjadi penambahan dan perkembangan jumlah pembaca hingga Kalimantan dan Sulawesi.[15][16]
Dari segi isi, Al-Munir memiliki beberapa kesamaan dengan Al-Imam. Banyak masalah-masalah yang sudah dimuat dalam Al-Imam kembali dimuat dalam Al-Munir.[17] Isi majalah Al-Munir secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian; tajuk rencana, surat kiriman, tanya jawab, serta berita dalam dan luar negeri. Selain itu, terdapat pula ruangan terjemahan dari majalah-majalah Timur Tengah seperti Al-Manar dan Al-Ahram. Artikel-artikel yang ditulis dan jawaban-jawaban terhadap surat-surat pembaca banyak berkenaan dengan masalah-masalah fikih dan akidah.
" BERHENTI TERBIT"
Al-Munir berhenti terbit pada 1915.[19] Pada edisi terakhir tertanggal 15 Rabiulawal 1333 [Kalender Masehi: 31 Januari 1915] ditampilkan karangan perpisahan dengan judul "Khatama". Dalam karangan itu dinyatakan bahwa "Al-Munir tak dapat dilanjutkan lagi. Namun, kepada pembaca dan masyarakat Islam dianjurkan agar terus menambah ilmunya dengan rajin membaca." Terhentinya penerbitan majalah ini diduga akibat kekurangan dana. Pada edisi-edisi terakhir, berkali-kali dimuat pengumuman kepada agen-agen dan langganan agar mengirimkan uang langganannya. Di sisi lain, para ulama yang mengelola majalah ini sama sekali tidak mempunyai latar belakang sebagai pedagang. Penerbitan pada waktu itu diadakan hanya untuk tujuan dakwah, tanpa dibarengi kemampuan bisnis dan profesionalitas.
Tiga tahun setelah berakhirnya Al-Munir, Sumatra Thawalib (atas usulan Abdul Karim Amrullah) menerbitkan majalah dengan nama Al-Munir Al-Manar di Padang Panjang pada 1918. Majalah ini dipimpin oleh cendekiawan Muslim Zainuddin Labay El Yunusi, yang merupakan kakak dari Rahmah El Yunusiyyah. Namun, majalah ini hanya bertahan selama enam tahun. Penerbitan Al-Munir Al-Manar terhenti setelah kematian Zainuddin Labay El Yunusi pada 1924. Al-Munir Al-Manar kerap disebut sebagai kelanjutan majalah Al-Munir.Sama dengan Al-Munir, majalah ini terbit dua kali sebulan, pada awal dan pertengahan bulan.