Menurut sahibul hikayat, di Negeri Antah Berantah dalam hutan rimba - tentu saja menggunakan hukum rimba - sedang ramai dan menjadi perbincangan di "ranah maya" bahwa sang Raja Rimba sedang terjangkit "Penyakit Demam Busuk".
Apa saja yang jadi bagian dari Raja Rimba semuanya dikatakan busuk, bau badan, bau nafas, dan termasuk pikiran Tuanku juga disebut "busuk" (entah bagaimana pula cara mengetahui pikiran sedang busuk, serba tak jelas pula).
Mengetahui pergunjingan yang sedang menjadi, Tuanku Raja Rimba kemudian memanggil tiga pembantu utama dengan jabatan setingkat menteri, yaitu Menteri Sapi, Menteri Beruk, dan Menteri Kancil. Ketiganya dipanggil satu persatu, sehingga di antara pembantu utama tidak saling mengetahui apa yang dibahas bersama Tuanku Raja Rimba.
Pada waktu yang ditentukan, ketiga pembantu utama sang raja sudah berada di ruang tamu Penting di depan ruang kerja Tuanku Raja Rimba.
Menteri Sapi dapat giliran pertama dipanggil menghadap "Hamba siap mendengar titah dari Tuanku," kata Menteri Sapi sambil mengaturkan salam sembah sebagaimana Undang Taratik Istana menghadap Duli Yang Maha Mulia.
"Ya, silakan duduk," kata Paduka dengan suara berwibawa.
"Terima kasih Yang Mulia."
"Begini Menteri Sapi. Tuan tentu sudah mendengar, sekarang sudah menjadi perbincangan di ranah maya yang mengatakan bahwa saya, Raja Rimba, sedang terkena Penyakit Busuk. Saya ingin mendengar pendapat Tuan Menteri Sapi sendiri sebagai orang terdekatku..."
"Oh..., tentang itu rupanya Tuanku. Dalam hal ini, sesuai juga dengan titah Tuanku selama ini, akan hamba jawab dengan jujur."
"Ya, silakan. Itu yang aku harapkan."
"Jadi memang demikian adanya Tuanku. Semua kita di negeri rimba ini memang busuk. Pertama karena hampir tidak pernah mandi, dan ...."
Raja Rimba memotong "Bukan hanya badan, nafasku pun dikatakan busuk. Bahkan pikiranku pun disebut busuk... ini rakyat rimba sudah keterlaluan sekali."
"Wajar saja Tuanku! Karena Tuankukan juga selalu makan daging mentah. Makan yang masak-mentah saja juga busuk bau nafasnya," jawab Menteri Sapi.
Mendapat jawaban tak sesuai harapan, bahkan bisa dianggap sangat lancang, muka Tuanku Rimba langsung merah padam. Diapun menekan lonceng pertanda memanggil ajudan.
"Siap menerima titah, Paduka Yang Mulia," sembah sang ajudan, seekor Beruang, begitu masuk ruangan.
"Hukum mati Menteri Sapi, untuk hidangan santap siang saya!" Titah Raja Rimba.
Menteri Sapi langsung pucat pasi, peluh dingin bercucuran dari sekujur tubuhnya.
"Ada apa, Menteri Sapi?" Tanya Menteri Beruk melihat koleganya pucat pasi melintas di Ruang Tamu Penting.
"Pidatonya selalu meminta kita jujur. Tapi begitu saya jawab jujur, saya diperintahkan dihukum mati untuak santap siang Raja Rimba," kata Menteri Sapi dengan tubuh gemetar.
Senang hati Menteri Beruk dapat bocoran soal.
Kini giliran Menteri Beruk dipanggil untuk menghadap, dengan tingkat kepercayaan diri yang meningkat setelah mendapat bocoran soal, ia menghatur sembah "Paduka yang mulia, Menteri Beruk siap menerima titah," sembahnya dengan ceria dan gembira.
"Ya begitulah. Menteri Berukkan sudah mendengar semua yang sedang menjadi perbincangan penduduk rimba di ranah maya akhir-akhir ini," kata Raja Rimba.
"Benar, Tuanku. Hamba dengar dan hamba sudah pantau bersama Badan Pengintai juga."
"Kesimpulannya bagaimana?"
"Semua itu salah besar Tuanku. Ini dan kerjaan orang-orang yang tidak suka dengan tuanku. Mereka juga punya Tukang Hembus Saluang...!!" jawab Menteri Beruk berapi-api
"Jadi...." pancing Raja Rimba
"Salah besar Tuanku. Tuanku yang begini harum nama dan juga wangi bau nafasnya, kok dikatakan busuk..." kata Menteri Beruk sambil menghirup-hirupkan nafas seolah sedang menyerap bau nafas dan bau tubuh junjungannya.
Wajah Raja Rimba kembali merah padam. Gerahamnya gemeretak menahan amarah.
"Ada apa, Paduka....?" Menteri Beruk mulai salah tingkah.
"Tuan tidak jujur. Hanya menyenang-nyenangkan aku saja.... aku tidak suka pejabat ABS, tahu engkau!?" kata Raja Rimba sembari menekan lonceng memanggil ajudan.
"Siap, Paduka," sembah ajudan Beruang yang segera menghadap.
"Hukum Mati untuk santap malam!" Titah Raja Rimba.
Menteri Berukpun keluar ruangan dengan wajah pucat pasi dan bermandikan keringat dingin.
Kini giliran Menteri Kancil. Dia masuk mengenakan menggunakan songkok hidung dan badan berbau minyak kayu putih sangat kentara bahkan menyengat.
"Sembah sujud, salam homat dari hamba, Tuanku," kata Menteri Kancil dengan penuh takzim.
"Aku memanggil Menteri Kancil untuk meminta pendapatnya mengenai pergunjingan tentang aku yang sedang menyeruak di ranah maya."
"Hamba sudah menduganya, Paduka Yang Mulia."
"Lalu bagaimana pendapat Tuan?"
"Mohon ampun beribu ampun Tuanku. Hamba minta maaf yang sebesar-besarnya, karena hamba sedang tidak ada penciuman. Jadi sulit memberikan pendapat, takut hamba nanti salah," kata Menteri Kancil.
"Kenapa Tuan Menteri Kancil, rupanya?"
"Hamba kena Copid, Tuanku. Penciuman hamba tak dapat dipakai, tidak bisa lagi membedakan harum maupun busuk. Tapi apapun Tuanku, bagi hamba tuanku tetapkan Raja Rimba yang berkuasa. Tak sedikitpun sumbing kesetiaan hamba kepada Tuanku, apapun kata semua orang itu..."
Langsung saja Raja Rimba melihatkan wajah iba. "Mestinya Tuan Menteri Kacil tidak usah memenuhi panggilanku, karena sedang sakit..."
"Tapi patik adalah hamba yang setia. Tak mungkin mungkin mengabaikan titah Tuanku."
"Ya.. tidak apa-apa. Aku paham kalau keadaannya demikian. Menteri Kancil harus melakukan pengucilan. Selalu ikuti Aturan Kesehatan."
"Daulat, Tuanku."
Raja Rimba lalu menekan lonceng. Ajudan masuk tergopoh-gopoh. Menteri Kancil sempat ketar-ketir.
"Siap menerima titah, Paduka. Apakah paduka perlu kudapan atau makanan ringan untuk petang hari?" sembah ajudan
"Tidak, sudah cukup." jawab Raja Rimba
"Siap mendengar titah dari Paduka."
"Menteri Kancil kena Copid. Dia harus melakukan pengucilan dan diberi obat. Buatkan titah saya untuk Menteri Logistik, isinya kirimkan sembako yang cukup untuk Menteri Kancil. Kedua, titah saya untuk Menteri Obat, siapkan perawatan dan beri Menteri Kancil obat-obat terbaik."
"Ampun Paduka, hamba mohon untuk tidak memberatkan beban anggaran negara...," kata Menteri Kacil.
Belum selesai kalimatnya, Paduka langsung berkata: "Oo tidak. Ini perintah saya, semua pegawai kerajaan, semua rakyat Rimba, yang setia dan hormat kepadaku, harus mendapat pelayanan terbaik dari istana."
* Sekian, salam akhir pekan.
Disalin, disunting dan diubah sekenanya tanpa mengurangi isi dan makna dari kiriman FB Engku Hasril Chaniago