Foto: Wikipedia |
IN MEMORIAM
Djohari Kahar, Pembelajar Seumur Hidup
Oleh Hasril Chaniago
Sudah cukup lama saya tidak mengunjungi Pak Djohari – lengkapnya H. Djohari Kahar Dt. Bagindo, S.H., M.Si. – tokoh pendidik, politisi, dan sesepuh masyarakat Sumatera Barat yang sangat menonjol di zamannya. Beliau satu-satunya sosok yang pernah menjabat Ketua DPRD Sumatera Barat selama dua periode (1977-1982 & 1982-1987). Saya cukup dekat berinteraksi dengan beliau, terutama ketika bersama Khairul Jasmi menulis biografi Kaharoeddin Dt. Rangkayo Basa, Gubernur Sumbar yang pertama dan ayahanda Pak Djohari. Demikian pula ketika mengumpulkan bahan serta penelitian untuk menulis buku Sejarah Kepolisian RI di Sumatera Barat/Tengah, kami juga banyak mendapat bahan arsip dan dokumentasi dari beliau.
Seperti abangnya, Prof. Adrin Kahar, Pak Djohari adalah seorang arsiparis dan pendokumentasi pribadi yang telaten. Banyak dokumen serta foto-foto lama ayahanda dan pribadi beliau tersimpan dengan rapi. Salah satu yang saya peroleh dari Pak Djohari adalah foto bersejarah ketika tiga pemimpin Sumatera Tengah –Gubernur Roeslan Moeljoharjo, Kepala Polisi Sumatera Tengah Kaharoeddin Dt. Rangkayo Basa, dan Komandan Daerah Militer Sumatera Tengah Ahmad Husein– menyambut kedatangan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Bandara Tabing tahun 1956. Sejarawan cum Indonesianist asal Amerika Dr. Audrey Kahin begitu surprise melihat foto tersebut, kemudian minta izin dimuat dalam bukunya yang terkenal, Rebellion to Integration: West Sumatra and the Indonesia Polity (Amsterdam University Press, 1999:181).
Sejak lebih satu setengah tahun pandemi Covid 19 saya sangat membatasi berkunjung ke rumah-rumah kenalan. Tapi dari sahabat saya Ir. Aswil Nazir, salah satu tandem saya berkolaborasi menulis buku yang juga kemenakan Pak Djohari, saya selalu bertanya perkembangan beliau. Sampai pekan lalu Aswil mengformasikan kepada saya akan pulang kampung karena ibundanya, Ibu Reno – adik kandung Pak Djohari – genap berusia 88 tahun hari ini, 13 September 2021. Ketika itulah kami berjanji akan bertemu dan datang mengunjungi Pak Djohari yang sejak beberapa waktu belakangan mengalami sakit.
Tapi belum kesampaian niat tersebut, pas ketika azan Zuhur kemarin (Ahad, 12/9/21) masuk pesan ke WA saya dari Aswil Nazir: Innalillahi wainna ilaihi raajiun ... bpk Djohari Kahar Dt. Bagindo telah menghembuskan nafas terakhir hari ini jam 12.03. Mohon dimaafkansegala kesalahan beliau ...
Saya hanya bisa terkesima. Setelah shalat Zuhur saya pun langsung melayat ke rumah duka di Jalan Palupuh No. 9A Padang.
Saya mengenang H. Djohari Kahar Datuk Bagindo bukan hanya sebagai seorang pendidik dan politisi yang sederhana, tetapi juga seorang pembelajar seumur hidup. Tak lama setelah menyelesaikan tugasnya sebagai anggota DPR RI periode 1987-1992, beliau mendaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas. Tahun 1994 beliau diwisuda dengan gelar M.Si. Waktu itu disebutkan, Pak Djohari adalah wisudawan Universitas Andalas tertua sepanjang sejarah. Saat itu usia beliau sudah 64 tahun. “Saya ingin memberikan contoh dan motivasi kepada anak-anak dan cucu, bahwa belajar itu harus seumur hidup,” kata beliau.
*
Djohari Kahar dilahirkan di Solok 11 November 1930, merupakan anak ke-3 dari lima bersaudara dari pasangan Kaharuddin Dt. Rangkayo Basa dan Mariah yang berasal dari Bayur, Maninjau, Agam. Ayahnya adalah Gubernur Sumatera Barat yang pertama (1958-1965). Kakaknya, Adrin Kahar, adalah seorang pejuang kemerdekaan, pengajar dan politisi, serta salah seorang pendiri dan rektor yang ke-2 Universitas Bung Hatta, Padang. Sedangkan adiknya, Amrin Kahar, pernah menjabat Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Pertanian selama tujuh tahun, serta anggota DPR-RI mewakili Sumatera Barat tahun 1997-1999. Dari pernikahannya dengan Zoelfidar Abidin tahun 1956, Dhohari dikaruniai empat orang anak, 8 orang cucu dan 2 cicit. Mertua beliau, Zainal Abidin Sutan Pangeran, adalah seorang jaksa dan Walikota Padang 1958-1962.
Jenjang pendidikan Djohari diawali dari HIS (SD) Adabiah Padang, Tyu Gakko Padang zaman Jepang, dan SMP di Bukittinggi di awal kemerdekaan. Pendidikannya sempat terputus saat Agresi II Militer Belanda, dan bergabung dengan Tentara Pelajar (TP) Komando Sumatera Tengah di Bukittinggi. Seusai Perang Kemerdekaan, Djohari kembali ke bangku sekolah. Ia masuk SMA ABC Bukittinggi dan pernah menjadi ketua Ikatan Pelajar SMA yang bernama Ganesa. Setelah lulus SMA melanjutkan kuliah ke Fakultas Hukum Universitas Andalas dan meraih gelar Mester in de Rechten (Mr.), yang belakangan dengan Keputusan Presiden Nomor 265 Tahun 1962 diganti dengan gelar Sarjana Hukum (S.H.).
Semasa kuliah di tahun 1958-1960 Djohari menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas. Kariernya sebagai pendidik diawali sebagai guru di SMP Udaya Padang pada tahun 1952 dan kemudian menjadi guru di SMAN 1 Padang (1957-1961). Ketika terjadi keterbatasan kapasitas kursi di SMA, Djohari bersama Pemerintah Daerah mengupayakan pembangunan gedung baru SMAN 2 Padang yang akhirnya diresmikan pada 17 Agustus 1962. Djohari Kahar ditunjuk sebagai Direktur SMAN 2 Padang yang pertama (1961-1964).
Setelah mengakhiri masa baktinya di SMAN 2, Djohari mendaftar dan diterima sebagai PNS di Direktorat Jenderal Industri Mesin dan Logam Dasar Departemen Perindustrian (1964-1987). Di masa itu, ia ditugaskan memimpin proyek Galangan Kapal Pelabuhan Teluk Bayur. Selama karier kepegawaiannya Djohari juga menjadi dosen luar biasa Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, dosen tidak tetap di Akademi Koperasi Negara di Padang dan Akademi Keuangan Perbankan dan Pembangunan (AKBP) merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Kurator.
Di luar karier PNSnya, Djohari juga terlibat aktif dalam kegiatan sosial dan politik. Di pentas politik Djohari Kahar ikut dalam kepengurusan Golongan Karya (Golkar) Sumatera Barat sejak tahun 1965. Keterlibatannya semakin intens sehingga mencapai puncaknya ketika menjadi Ketua DPRD Sumatera Barat untuk dua periode yaitu tahun 1977-1982 dan 1982-1987. Pada periode kedua tersebut, Djohari Kahar juga dipercaya sebagai Ketua Umum DPD Golkar Sumbar dan anggota MPR RI utusan daerah. Selanjutnya, dalam Pemilu 1987 terpilih sebagai anggota DPR/MPR RI (1987-1992) mewakili Sumatrera Barat.
Dalam kegiatan organisasi sosial, ia pernah menjadi Ketua Umum IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) Sumatera Barat dan Ketua Dewan Pertimbangan LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau). Ia duduk dalam kepengurusan di berbagai yayasan. Bahkan di usia 90 tahun, beliau masih aktif sebagai Ketua Pembina Harian YSO Adabiah Padang yang bergerak di bidang pendidikan TK sampai perguruan tinggi. Selain itu juga masih tercatat sebagai anggota pengurus Yayasan Pembina Semangat Menabung Sumbar, sebuah yayasan yang bergerak untuk membantu masyarakat yang kurang mampu.
Djohari memperoleh penghargaan berupa Piagam Satya Lencana Karya Setia (25th) dari Presiden RI. Pada Agustus 2008, bersama beberapa tokoh Minang lainnya yang dianggap telah berjasa terhadap Sumatera Barat dianugerahi penghargaan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang diserahkan oleh Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi. Masih pada tahun yang sama, di bulan Oktober, Djohari Kahar bersama Lukman Harun, seorang tokoh Muhammadiyah, juga mendapatkan penghargaan dari Golkar atas perannya dalam perkembangan partai di Sumatera Barat. Jauh sebelumnya, 1981, beliau memperoleh gelar Veteran Pejuang Kemerdekaan RI serta terdaftar sebagai anggota Legiun Veteran RI daerah Sumatera Barat.
Ibarat berjalan sudah sampai ke batas, hari Ahad (12/9/2021), tokoh yang bersahaja dan rendah hati ini wafat di usia menjelang usia 91 tahun. Jenazah beliau rencananya dimakamkan hari Senin pagi ini di samping makam ayahandanya, Kaharoeddin Dt. Rangkayo Basa di TPU Tunggul Hitam, Padang.
Selamat jalan Pak Djohari, semoga seluruh dosa dan kesalahan diampuni Allah SWT, dan semua amal, jasa dan pengabdian yang telah diberikan akan melapangkan jalan ke surga jannatun naim. Amin YRA.*