Foto: Andalas Tourism |
Svarṇadvīpī Dharmakīrti
'Di dalam Buddha, Dharma, dan Sangha
Aku pergi berlindung hingga tercapai pencerahan.
Melalui buah mempraktikkan kedermawaan dan kesempurnaan lainnya,
Semoga aku mencapai Kebuddhaaan demi kebahagiaan semua semua makhluk.'
Nama lain beliau Sarliṅgpā Dharmakīrti atau pada catatan Cina disebut Chökyi Drakpa. Beliau adalah seorang pangeran dari Śrī-Vijayēndra-Rājā atau masiih bagian dalam silsilah Dinasti Syailendra.
Nama awal beliau, Svarṇadvīpī, adalah julukan yg terkenal, menunjukkan darimana beliau dilahirkan. Swarnadwipa sekarang dikenal dengan Sumatera. Dalam catatan Cina, disebutkan beliau berasal pada sebuah sistem negara 'kadatuan', dimana sang 'datu' membawahi beberapa kerajaan. Dapat disimpulkan beliau adalah putera Sumatera yang hidup di zaman Sriwijaya.
Ajaran bodhicitta merupakan ajaran yang umum di Mahāyāna, dan tentu saja guru-guru India lainnya juga mengajarkan ajaran ini. Lalu, mengapa Atisha mesti berguru pada Sarliṅgpā?
Sebagian ahli menyebutkan bahwa pada zaman itu ajaran Bodhicitta sudah langka di India, sehingga mesti belajar pada silsilah yang tepat, dan silsilah yang masih ada adalah dari Sarliṅgpā. Atisha berguru pada Sarliṅgpā di Sumatera agar suatu saat dapat membawanya kembali ajaran bodhicitta itu ke India.
Nama akhir beliau merujuk pada seorang Arahat Buddhis dalam Tradisi keilmuan di Nalanda lndia. Dharmakīrtī Sāṅg Ādi Sāṅgakārā (569SM-537SM) lahir di keluarga Brahmin, yang yang ditahbiskan oleh Sang Buddha Gautama itu sendiri. Pendapat beliau seputar Dharmic menjadi rujukan 3 agama besar di India (Hindu, Buddhis, Jain) hingga sekarang. Selian itu beliau ikenal juga sebagai Kepala Universitas Nalanda, India yang pertama. Dapat disimpulkan Svarṇadvīpī Dharmakīrti dipercaya sebagai reinkarnasi Sāṅg Ādi Sāṅgakārā itu sendiri.
Sumber dari Tibet menyebutkan bahwa beliau hidup sezaman dengan Raja Tibet Srong Btan Gampo. Beliau dipercaya pernah datang ke Tibet untuk menyebarkan Ajaran nya disana.
Atisha (982-1054) pernah berguru kepada beliau di Nusantara, tepatnya di Sumatera. Atisha tinggal bersama Serlingpa selama 12 tahun, yakni antara tahun 1004 hingga 1016 M.
Pada umur 45 tahun, Atisha Dipamkara Shri Jnana kembali ke India. . Ketika beliau mendengar nama Svarṇadvīpī Dharmakīrti, Atisha meneteskan air mata. Suatu ketika muridnya bertanya apakah Serlingpa adalah guru terdekatnya. Atisha menjawab, 'Aku tidak membedakan guru-guruku. Namun demikian, karena kebaikan Guru Dharmakirti Suvarnadvipa aku mencapai kedamaian dan memahami inti dari ajaran bodhicitta.
Ajaran Serlingpa yang memengaruhi agama Buddha Vajrayana di Tibet memiliki pendekatan yang agak berbeda. Ajaran ini justru meletakkan pentingnya metode bodhicitta, bukan sekadar aspirasi. Dengan berlatih bodhicitta, maka jalan pencerahan justru lebih cepat tercapai. Artinya bodhisattva yang hidup dalam dunia ini adalah juga mahkluk yang tercerahkan. Bodhisattva sudah bukan menunda mencapai pencerahan, tapi untuk mencapai pencerahan lebih cepat.
Ajaran “Tujuh Poin Instruksi untuk Membangkitkan Bodhicitta” antara lain :
1. Analisis hubungan (Sāmbadhaprikshāvirtti)
2. Penetapan validitas (Pramānāviniścaya)
3. Pengakuan validitas (Prāmānavāarttikakārika)
4. Penolakan atas pemikiran (Nyāyabinduprakarana)
5. Esensi atas tertolaknya pemikiran (Hetubinanāmapakarana)
6. Kotinuitas dari sebuah kajian akademik (Samtānātasiddhanāmaprakarana)
7. Penalaran sebagai pendekatan ilmiah (Vādanyāmaprakarna).
Dari banyaknya metode, metode yang paling penting adalah bodhicitta, yang diarahkan pada welas asih yang aktif. Disebut aktif karena mengarahkan diri demi kebahagiaan semua mahkluk, dan yang dimaksud dengan kebijaksanaan adalah realisasi akan kekosongan (sunyata) yang menjadi sifat alami dari segala sesuatu. Metode dan Kebijaksanaan, atau Welas Asih dan Kebijaksanaan, keduanya saling berkaitan. Secara alami, jika dua prinsip utama itu dikembangkan, maka akan membawa pada pencerahan.
Kejayaan agama Buddha di Nusantara di masa lalu tidak mungkin jika tidak turut membentuk budaya dan cara berpikir masyarakat pada zaman itu. Dagpo Rinpoche yang sudah beberapa kali mengajar dan membimbing retret Lamrim di Indonesia menyebutkan bahwa budaya Nusantara yang terbuka dan penuh keramahan adalah peninggalan ajaran bodhicitta ini.
Universitas Dharmapala dibuka di Kanva Minanga dikenal sebagai darimana tradisi ini berasal. Salah satu situs Candi Bungsu menghadap tenggara pada komples yg kini dikenal sebagai Candi Muara Takus diyakini tempat beliau di Dharmakan
Disalin dari kiriman FB Riff ben Dahl