Ilustrasi gambar: sultan in indonesia |
Blok BATAK (Barus Tanah Kristen), Misi Kolonial Inggris yang Gagal Berkembang.
Kronologi dari Masa Kolonial Inggris ke masa Kolonial Belanda.
Masa Kolonial Inggris.
Sultan Bagindo Martio Lelo bersama Jhon Abraham Moschel (Residen Nias) selaku pemegang kuasa dan bertindak atas nama Serikat Dagang Hindia Timur, melakukan perjanjian. Kalimat perjanjian tertanggal 7 Maret 1760 itu menyebutkan, Sutan Martia Lelo bersumpah berdasarkan Al Qur'an menyerahkan benteng Natal kepada Moschel.
Tahun 1785 – 1824, Inggris mendirikan pusat perdagangan di Tapian Nauli (Sibolga).
Tahun 1821 – 1833, panglima Paderi Tuanku Lelo dijadikan calon sultan di Angkola oleh Inggris.
Tahun 1823, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles membuat kebijakan untuk membentuk suku Kristen, yang berada di antara Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, yaitu di pedalaman Barus yang kala itu menjadi bawahan Kesultanan Aceh.
Dalam Bahasa Belanda, kebijakan itu berbunyi, "Een wig te drijen tusschen het mohamedaansche Atjeh en het eveneens mohammadansche Sumatra's West Kust. Een wig in de vorm van de Bataklanden.(Aceh yang Islam serta Minangkabau (Pantai Barat Sumatra) yang Islam, dipisah dengan blok Batak (Barus Tanah Kristen)."
Perintah ini meniru perintah Gubernur Jenderal Inggris di Calcutta, yang membentuk blok Karen yang Kristen, di antara Burma dan Siam yang beragama Buddha. Pelaksanaannya, tiga orang pendeta British Baptist Mission, yaitu Burton, Ward, dan Evans datang ke Kota Tapian Nauli, tempat Raffless beribu kota saat itu.
Tahun 1824, Inggris mengklaim Sumatra bagian utara merupakan wilayah kekuasaan Inggris. Pada tahun 1834 melalui Traktat London, Sumatra bagian utara ditukar oleh Belanda dengan Kalimantan Utara (Sarawak dan Sabah).
Kebijakan Raffles tentang suku Kristen (Batak) kemudian diteruskan oleh pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Cornelis Elout.
Masa Hindia Belanda.
Kehancuran Darul Islam Minangkabau dimulai sejak tahun 1832, yakni dengan keberhasilan Belanda menawan kepala negara Darul Islam Minangkabau Tuanku Pemasiangan yang mati digantung di Fort Guguk Gantang.
Tahun 1832, benteng Bonjol berhasil dihancurkan Belanda. Kolonel Elout menyebarkan isu, telah membeli seluruh alam Minangkabau untuk pemerintah Belanda dari Raja Alam Pagaruyung yang dikabarkan berada di Padang.
Tahun 1833, Belanda dan pemuka-pemuka adat Minangkabau mengadakan perjanjian Plakat Panjang, yang menyatakan Belanda tak mencampuri urusan adat di Minangkabau.
Dalam peristiwa ini, Raja Gadombang juga membuat perjanjian dengan Belanda, untuk mengusir Gerakan Paderi dari wilayah Mandailing Natal. Ia kemudian dinobatkan sebagai Regen Mandailing Vour Her Leven (pemangku adat Mandailing seumur hidup).
Pada tahun ini, Belanda hanya mengakui beberapa Raja Mandailing, yaitu Langgar Laut di Angkola, Baginda Raja di Maga, Sutan Parukunan di Singengu, Sutan Naparas di Tamiang, Sutan Mangkutur di Hutagodang, Sutan Naparas dan Sutan Guru di Pakantan, Patuan Gorga Tonga Hari Ulu (Yang Patuan di Lubuk Sikaping). Tetapi perjanjian ini dikhianati Belanda sendiri. Akibatnya Sutan Mangkutur, saudara dari Raja Gadombang dan Sutan Naparas dari Tamiang memberontak kepada pemerintah Belanda.
Tahun 1834, dua perwira Paderi, yakni Ja Mandatar Lubis dan Kali Rancak Lubis, dibaptis oleh pendeta Verhouven menjadi Kristen Calvinis. American Baptist Mission mengirim tiga orang pendeta, yaitu Lyman, Munson, dan Ellys untuk ditempatkan di Pakantan, guna membantu pendeta Verhouven.
Tahun 1834, Kolonel Elout berhasil menguasai Angkola tanpa perlawanan dari Inggris.
Tahun 1838, Belanda membentuk Residen Air Bangis dalam Gouvernemen Sumatra’s Westkust.
Pada Tahun 1840, Panyabungan menjadi ibu kota Asisten Residen Mandailing Natal dalam Gubernemen Sumatra's Westkust.
Tahun 1857, kawasan Mandailing, Angkola, dan Rao disatukan dalam Karesidenan Air Bangis.
Tahun 1861, pendeta-pendeta Jerman menggantikan pendeta-pendeta Belanda di Sipirok, yaitu pendeta Van Asselt dan Klammer.
Pada tahun 1863, Ludwig Ingwer Nommensen ditemani Ja Mandatar Lubis dan Kali Rancak Lubis, pindah dari Sipirok ke Silindung.
Tahun 1869, American Baptist Mission dan British Baptist Mission tidak mau mengongkosi pendeta di Pakantan, karena susah dikembangkan.
Kemudian Tahun 1869 – 1918, pendeta-pendeta Mennoniet dari Ukraina datang ke Pakantan. Mereka berhenti melakukan misi setelah Dinasti Romanov tumbang.
Tahun 1873, Silindung dimasukkan ke dalam Residensi Air Bangis, setelah berhasil ditaklukkan Belanda. Kaum muslimin di Silindung diusir dan masjid di Tarutung dibongkar.
Tahun 1881, daerah Batak Toba berhasil ditaklukkan Belanda, dan dilanjutkan dengan pengkristenan masyarakatnya. Hal ini membuat Wali Negeri Bakkara, Sisingamangaraja XII yang berada di bawah Kesultanan Aceh, melakukan perlawanan sengit dari tahun 1882 - 1884.
Tahun 1885, Karesidenan Mandailing Natal terbentuk dan beribu kota di Padangsidempuan.
Tahun 1906, pusat pemerintahan Residen Mandailing Natal dipindahkan dari Padangsidempuan ke Sibolga, dan berubah menjadi Karesidenan Tapanuli, yang termasuk di dalamnya Afdeeling Sibolga dan Bataklanden.