Ilustrasi foto: Pineterst |
Disalin dari kiriman FB Alam Ardiyansyah
INVASI KEDATUAN SRIWIJAYA KE PULAU JAWA DAN RAKYAN HAJI PANCAPANA PANAMKARAN (SAELENDRA VAMSATILAKA) ORANG PALEMBANG YG BERTAHTA DI BUMI JAWA...Pada thn 686 M Berangkatlah serombongan Armada militer kedatuan Sriwijaya yg dipimpin langsung oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga dari Pulau Bangka menuju Pulau Jawa (ini tertulis pada Prasasti Kota Kapur) yang hendak menghukum Pulau Jawa karena tidak mau tunduk pada Kedatuan Sriwijaya yang berpusat di Palembang.
Awalnya tujuan Armada tersebut berlabuh di Jawa Barat sekitar Jakarta karena hendak menyerang karajaan Taruma Negara yang berkedudukan di Bekasi.[1] Setelah berhasil menaklukan kerajaan Taruma Negara, Invasi kedatuan Sriwijaya berlanjut Kekerajaan Kalingga di Jawa Tengah, di Jateng (Wil batang) Dapunta Hyang Sri Jayanaga/ Dapunta Sailendra[2] membuat sebuah Prasasti yang dikenal Prasasti Sojomerto. Bukti bahwa Dapunta Saelendra adalah Dapunta Hyang Srijayanaga ialah Prasasti Sojomerto:
2. Gaya Penulisan dan huruf yang digunakan pada Prasasti Sojomerto khas Melayu Sriwijaya, sama dengan gaya dan huruf yang terdapat di Prasasti Kedukan Bukit, Telaga Batu, Talang Tuo. (Palembang)
3. Tahun pembuatan Prasasti Sojomerto sejaman dengan prasasti yang ada di Palembang dan Bangka. Dari keterangan pada Prasasti Sojomerto tersebut dapat disimpulkan bahwa Dapunta Saelendra adalah Dapunta Hyang Srijaya Naga sebagai pendiri Wangsa Saelendra.
Setelah berhasil menaklukan kerajaan Kalingga ekspansi Kedatuan Sriwijaya dilanjutkan ke wilayah/ Bumi Mdang (Jateng) yang dikuasai Kerajaan Mataram Kuno. Serangan Kedatuan Sriwijaya ke bumi / wilayah Mdang ini diperkirakan dari dua arah. Pertama lewat jalan darat dan kedua dari jalur laut. Dari jalur laut ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa situs perahu kuno Punjul Harjo. Di mana perahu kuno itu adalah sisa-sisa laskar Sriwijaya dalam usaha untuk menaklukan Kerajaan Mataram Kuno di bumi/wil Mdang (Jateng).
Bukti bahwa Situs Perahu Kuno Punjul Harjo milik laskar Sriwijaya adalah pada papan dan kayu yang hanya terdapat di Pulau Sumatera (Palembang) dan Bangka, serta tehnik pembuatan yang hanya di ikat pakai tali ijuk serta bentuk perahu tersebut adalah perahu khas Kedatuan Sriwijaya. Juga di dalamnya di temukan tengkorak manusia, tongkat komando, batok kelapa, tak dapat dipungkiri bahwa itu sisa-sisa perahu militer Kadatuan Sriwijaya.
Mendapat serangan dari arah yang tidak disangka-sangka Kerajaan Mataram Kuno kewalahan dan akhirnya Raja Mataram Kuno yaitu Raja Sanjaya[3] memerintahkan pasukannya untuk menyingkir dari Bumi Mdang (Jateng) ke wilayah Jawa Timur. Namun di perjalanan rombongan Raja Sanjaya dapat dikejar oleh Pangeran dari Kedatuan Sriwijaya yaitu Sri Indrawarman[4] dan terjadilah peperangan. Dalam peperangan tersebut, Sri Indrawarman dapat mengalahkan dan membunuh Raja Sanjaya. Keberhasilan Sri Indrawarman membunuh Raja Sanjaya inilah maka beliau mendapat gelar " Pembunuh pemimpin/kesatria musuh yang sombong sampai tak tersisa."(wairiwamahtana). Serta sekaligus mengakhiri kekuasaan Mataram Luno di Numi Mdang.
Selanjutnya yang berkuasa di bumi Mdang (Jateng) adalah Kedatuan Sriwijaya/ Wangsa Saelendra. Pada tahun 702 M, Dapunta Hyang Srijaya Nasa/ Dapunta Saelendra mangkat dan digantikan Anaknya yaitu Maha raja Sri Indrawarman/ Sri Indrawarman Dananjaya. Sri Indrawarman memiliki 2 (dua) orang putra. Yang pertama yaitu Sri Rudrawikraman dan putra kedua yaitu Pancapana Panamkaran. Dimana putra pertama menjadi Maha raja di kedatuan pusat Sriwijaya di Palembang dan putra ke dua dari maharaja Sri Indrawarman menjadi raja Vassal/ mandala di pulau Jawa.
Seperti kita ketahui maharaja Sri Indrawarman mangkat pada tahun 728 M. Kemudian digantikan oleh putra beliau yaitu Maharaja Rudrawikraman yang naik tahta di Kedatuan Sriwijaya (berita Cina) awal masa pemerintahannya Pulau jawa di pegang langsung olehnya seperti yg dilakukan ayah beliau yaitu Maharaja Sri Indrawarman yang mempunyai dua istana yaitu di Palembang dan juga di Jawa Tengah. Karena di Jawa Tengah Maharaja Sri Indrawarman memerintahkan pembangunan proyek besar pembangunan Candi Borobudur yang dibangun utk menghormati ayahanda yaitu Dapunta Hiyang Srijaya Naga (Dapunta Saelendra). Tapi sampai beliau mangkat Candi Borobudur belum selesai. Tugas ini juga dilanjutkan oleh Maharaja Rudrawikraman.
Tahun 745 M diperkirakan pembangunan Candi Borobudur sudah selesai. Maharaja Rudrawikraman menunjuk adiknya yaitu Pancapana Panamkaran (Saelendra Vamsatilaka) sebagai raja di Bumi Jawa. Panamkaran menikah dengan Dewi Tara anak Dharmasetu dari Wangsa Soma. Dalam Prasasti Kelurak nama Dharmasetu dipercaya untuk menjaga bangunan Suci Manjusri Candi Gumbung/ Sewu. Jadi sebenarnya Maharaja Sri Indrawarman berbesan dengan Dharmasetu. Dari hasil perkawinan Panamkaran dan Dewi Tara lahirlah sorang putra diberi nama BALAPUTRA DEWA yang kemudian hari menjadi raja di kemaharajaan SRIWIJAYA yang berpusat di Palembang pada tahun 770 M s/d 825
Catatan kaki oleh admin:
[1] Bekasi salah satu pusat kerajaan Tarumanegara, Klik DISINI
[2] Daputa Selendra/Sailendra merupakan nenek moyang dari Wangsa (Keluarga/Suku) Sailendera
[3] Tentang Raja Sanjaya klik DISINI, tentang Wangsa Sanjaya klik DISINI, tentang Sanjaya versi Mahabarata klik DISINI
[4] Tentang Sri Indrawarman, silahkan klik DISINI dan DISINI
Baca juga;