Perempuan-perempuan
tak berpenutup dada tak hanya di Papua saja di masa lalu, tapi di banyak daerah
di Indonesia. Di Jawa, kaum perempuan biasanya hanya menutup dadanya dengan
kemben yakni sebuah kain yang dililit di bagian dada. Baru setelah periode 1900-an,
perempuan di Jawa mulai mengenakan kebaya.
Baca
selengkapnya di artikel "Sejarah Kutang Nusantara", https://tirto.id/byuk
Kebaya diduga berasal dari bahasa
serapan Arab qaba yang berarti
pakaian yang kemungkinan berhubungan dengan kata abaya yang berarti jubah yang longgar. Kemudian kata ini mendapat
tempat melalui Bahasa Portugis cabaya.
Menurut sebagian sumber kebaya sudah ada semenjak zaman Majapahit yang lazim dipakai oleh perempuan bangsawan yang dipadukan dengan pakaian yang telah ada sebelumnya yakni kemben. Sebelumnya di Jawa juga telah dikenal istilah lain untuk pakaian perempuan seperti kulambi yang berarti baju, sarwul atau sruwai yang berarti celana, dan ken yang merujuk kepada kain panjang yang dililitkan ke pinggang.
Portugis mencatat bahwa rakyat di
Jawa telah menggunakan sejenis blus. Blus tersebut dirancang khusus dan dibuat
dari kain tipis (cenderung transparan). Dikenakan setelah kemben untuk menutupi
bagian belakang, bahu, dan lengan agar wanita Istana terlihat lebih sopan.
Sebelum tahun 1600an, kebaya di
Jawa dianggap pakaian khusus yang hanya dikenakan oleh wanita bangsawan. Ketika
itu wanita kebanyakan tidak memakai kain menutupi dada mereka (bertelanjang
dada) di depan umum.
Perihal Kebaya di Jawa menarik
kita dengar penjelasan Sastrawan Lekra, Pramoedya Ananta Toer:
Lima
tahun yang lalu, sidang para pedagang Islam telah menghadap Tuanku Penghulu
Negeri, memohon agar para wanita menutup buah dadanya. Sejak itu semua wanita
yang keluar dari rumah diharuskan mengenakan kemban. Maka sekarang mereka tak
bertelanjang dada lagi seperti halnya dengan kaum pria pribumi. (Arus Balik.
Hasta Mitra.Jakarta, 2002 [hal.22])
Melansir wikipedia, Adopsi busana
yang lebih sopan dikaitkan dengan pengaruh Islam di Nusantara. Aceh, Riau,
Johor, dan Sumatera Utara mengadopsi gaya kebaya Jawa sebagai sarana ekpresi
status sosial dengan penguasa Jawa yang lebih alus atau halus.
Salah satu sumber menyebutkan
bahwa Kebaya berasal dari Cina, berikut petikannya:
Diyakini, bahwa
kebaya berasal dari Cina ratusan tahun silam. Baru kemudian menyebar ke
Malaka, Jawa, Bali, Sumatra dan Sulawesi. Setelah proses penyerapan budaya yang
berlangsung selama berabad-abad, kebaya kemudian diterima sebagai norma
setempat.
Semenjak Indonesia Merdeka, kebaya tak hanya saja memainkan peran budayanya namun juga dimasukkan ke ranah politik. Apabila kita merujuk penjelasan Wikipedia, bukanlah merupakan suatu keanehan apabila kemudian para penguasa Indonesia modern menjadikan kebaya sebagai “Busana Nasional”. Dimana dalam setiap undangan dilampirkan kode berpakaian yang merujuk kepada busana nasional tersebut. Sehingga perlahan-lahan memori sebagian masyarakat yang berada diluar Jawa memandang kebudayaan sebagai warisan budaya mereka.
Selain itu, pengaruh kain batik
juga mengekspansi ke luar dari batas-batas budayanya. Bersamaan dengan Kebaya,
batik juga menjadi busana nasional dengan nama “Batik Nasional”. Sebagian
daerah berkebudayaan Melayupun menerima dan meanggap bahwa batik merupakan
warisan mereka pula. Tak mengherankan apabila kemudian di Minangkabau dikenal
apa yang dinamakan Batik Tanah Liat, atau yang terbaru Batik Bukittinggi.
Secara budaya (sejarah & adat
istiadat) Sumatera memiliki hubungan darah dengan Tanah Semenanjung. Tidak ada
ikatan apapun dengan Pulau Jawa kecuali pada beberapa Puak Melayu di bagian
selatan pulau ini. Karena pada masa dahulu pernah menjadi wilayah taklukan dari
salah satu kerajaan di pulau tersebut. Dan ikatan itu tampaknya yang hendak
dijalin dan dikukuhkan lebih dalam lagi, karena masing-masing daerah harus memiliki ikatan dan
keterkaitan dengan pusat. Maka muncullah konsep Budaya Nusantara yang gagah
gemilang dan gagap gempita itu.
Arba'a, 4 Rabiul Awal 1442
Bagindo Mantiko
foto: womantalk.com & pinterest.com
Bacaan:
Wikipedia
Sejarah Kutang - Tirto.id
Mengenal
sejarah kebaya dan filosofinya – kompasiana
Cara
berpakaian orang Jawa Kuno – Historia.id
Pramoedya Ananta Toer. Arus Balik. Hasta Mitra.Jakarta, 2002 [hal.22]