Gambar: Guru Pendidikan |
Perang Seratus Tahun dikenal oleh para sejarawan sejak awal abad kesembilan belas untuk menggambarkan konflik panjang antara kerajaan Prancis dan Inggris pada sekitar abad ke 14. Namun di Nusantara ada juga konflik serupa yang tidak kalah serunya antara Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya dan Kerajaan Medang di Pulau Jawa.
Dua faktor terletak pada asal mula konflik: pertama, status kepemilikan Bhumi Mataram beserta sejumlah situs bangunan suci di atasnya. Candi Borobudur dan Candi Sewu adalah dua Candi Buddha terbesar yang pernah ada, sebagaimana diketahui Kerajaan Sriwijaya adalah pelindung Agama Buddha. Meskipun milik raja-raja Sailendra, dinasti yang memerintah Kerajaan Sriwijaya, namun ia tetap menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Medang, dan raja-raja Sailendra menginginkan kepemilikan independen. Kedua, posisi pulau Jawa dan sejumlah pelabuhannya di pesisir utara yang strategis sebagai kontrol monopoli Jalur Rempah, sebuah komoditas yang bernilai tinggi di masa itu.
Secara teoritis, raja-raja Sriwijaya, yang memiliki sumber daya keuangan dan militer yang lebih baik. Namun faktor kedekatan, karena sebagian besar pertempuran terjadi di Pulau Jawa dan populasi paling padat penduduk, membuat Medang memiliki keunggulan atas Sriwijaya yang lebih kecil dan berpenduduk lebih jarang. Hal ini membuat Jawa bukan lawan yang mudah untuk ditaklukkan. Namun, pasukan ekspedisi Sriwijaya, yang disiplin dengan baik dan berhasil memanfaatkan persenjataan yang lebih unggul karena dukungan Kekaisaran Tiongkok Hal ini membuat mereka mampu bertahan untuk dalam jangka waktu yang lama umtuk tetap memiliki pijakandi Pulau Jawa. Perang berakhir dengan Mahapralaya Medang di tahun 1016 dan serbuan Rajendra Cola atas Sriwijaya di tahun 1030 mengakhiri riwayat kedua kerajaan ini.
908 :Prasasti Kubu-kubu Dyah Balitung menyatuan Kerajaan Medang dengan Kanjuruhan, Kerajaan Medang mulai membamgun Armada lautnya, terbukti ada komtak dengam Kerajaan Tondo, Prasasti Kubu Kubu disebitkan penaklulan Wantan, kudian ditafsirkan Banten , guna mengontrol akses Selat Sunda, namun ada pula yang menafsirkan Bali atau malah oenaklukkan Kerajaan Kenjuruhan.
913 : Prasasti Pilar Blanjong, Wangsa Warmadewa yang merupakan cabang Dinasti Sailndra mulai memerintah Bali menggantikan Wangsa Singamadala yang didirikan oleh Dewa Singha pemdiri Kerajaan Kanjuruhan . Tugu peringatan didirikan, juga disebut daerah lain nya diluar bali
929 : Prasasti Turyyan Akhir kekuasaan Dinasti Sanjaya di Bhumi Mataram, karena bencana letusan gunung merapi dan juga serangan Sriwijaya, Dyah Wawa beserta hampit seluruh keluarganya tewas. Pu Sindok mendirikan wangsa Isyana ibukota Medang dipindahkan dari Bumi Mataram Ke Jawa Timur, demgam Inukota sementara di Tamwlang, sekarang desa Tembalang, kemudian dipindahkan ke Watu galuh (Jombang) alasan pemindahan ini kuntuk menghindari serbuan Sriwijaya, ada
932 : Prasasti Kebon Kopi II, Kedaulatan Kerajaan Sunda dikembalikan, dimana raja Sunda dipulihkan kembali kedudukannya lepas dari pengaruh Sriwijaya.
937 : Prasasti Anjuk ladang, invasi Malayu (Sriwijaya) ke pulau Jawa dari kedua sisi barat dan timur, melalui Bali dan Lwaram, prasati anjuk ladang dibangun untuk memperingati hal ini, walau kemudian berhasil dihalau namun ibukota Watugaluh hancur, Medang kembali memindahkan ibukotanya ke Wwatan, Madiun
950 : Prasasti Gedangan II Pu Sindok turun tahta, kemudian digantikan oleh putrinya Sri Isyana Tunggawijaya yang dijodohkan demgan Sri Lokapala, seorang pangeran dari Wangsa Warmadewa dari Bali. Terjadi kesepahaman untuk tidak melanjutkan perang.
960 : Sri Udayaditya Warmadewa naik tahta, Sriwijaya lebih fokos kepada daerah intinya saja , ibukota dikembalikan ke Palembang, Sementara itu di Tiongkok, Dinasti Tang runtuh, digantikan dengam dinasti Song. dalam catatan Tiongkok , nama Sihh Li Fo Tsi diganti menjadi San Fo Tsi.
977 : Makutawangsawardhana naik tahta, Medang memulai kebijakan luar negri yang ekspansif, dan bersiap untuk memperluas pengaruhnya.
988 : Sri Cudamani Warmadewa naik tahta, Utusan Sriwijaya untuk Tiongkok tertahan di Campa karena diduga perairan sekitar Selat Malaka dan Selat Sunda sedang terjadi pertempuran Sriwijaya diinvasi Medang. Sementara itu di Bali Ratu Sriwijaya Mahadewi, ratu bali rerakhir yang beragama Buddha Mahayana digantikan oeleh Udayana Warmadewa. Terjadi perubahan arah politik di Bali dari sebelumnya pro Sriwjaya menjadi pro Medang (Jawa)
992 :Dharmawangsa Teguh naik tahta. Sejumlah prasasti di Jawa barat pada masa ini berbahasa Jawa Kuno, tidak jelas sejak kapan hal ini terjadi, Diduga melalui sejumlah pelabuham di sekitar selat sunda Medang menyerbu sumatra dan menduduki Palembang. ibukota Sriwijaya dipindahkan ke Kedah
997 : Prasasti Hujung Langit peringatan invasi Medang ke Sumatera , hingga ke pedalaman Lampung
1005 : Kerajaan Medang berhasil dipukul mundur sepenuhnya namun Sri Cudmani Warmadewa gugur dalam usahanya itu.
1016 : Mahapralaya di Medang, Wwatanmas dijarah, Dhaawangsa Teguh dan hampir seluruh anggota keluarganya tewas, serbuan dilakukam oleh Haji wurawari dan Wijayawarman dari Lwaram, diduga ada peran oleh Kerajaan Sriwijaya
1017 : Rajemdra Cola memulai agresi militernya , kedah dan lamuri diseranng, walau berhasil dilpukul mundur, namu Sri Mara Vijayottunggawaramn gigur , Sriwijaya memperketat oenjagaan di mulut selat malaka
1019 : Airlangga yang sedang mengasingkan diri di wanagiri diminta oleh rakyatnya untuk meneruskan akerajaan Medang, ia kemudiam memdirikan kerajaan Kahuripan
1025 : Chola menginvasi Sriwijaya melalui selat sunda , hal ini tidak diduga sebelnya, Palembang direbut nyaris tanpa perlawanan berarti, diduga sebagian besar pasukan yg seharusnya berada di sana terlibat dalam pemyerbuan ke jawa 7 tahun sebelumnya kemudian secara bertahap, merebut dan menghancurkan 11 kota utama dan pada Kerajaan Sriwinaya lumpuh total,
1030 : Prasasti Tanjore, kemenangan total Rajendra Cola. Sagrama Vijayittunggawarman ditangkan di Kedah, Kerajaan Sriwijaya dan Dinasti Sailendra runtuh, sememtara itu Sri Jayabhupati menjadi raja di Sunda
1042 : Airlangga mengundurkan diri ia kemudian membagi dua kerajaannya kahuripan untuk kedua orang putranya menjadi Janggala dan Panjalu
1044 : Rajendra Cola mangkat, ia membagi kerajaannya kepada kedua putranya Rajaraja Cola II dan Virarajendra Cola
1063 : Virarajendra Cola, putra Rajendra Cola dengam putri Onang Kiu dari Sriwijaya merebut tahta kerajaan cola dari saudaranya Rajaraja cola ii, menjadi raja cola sekaligus raja Sriwijaya, secara resmi Sriwijaya menjadi bagian dari kerajaan cola
Disalin dari kiriman FB Riff ben Dahl