Gambar: Quora |
Bahasa Melayu Kuno
FB: Riff ben Dahl
Wasiat tertua dari bahasa yang identik dengan bahasa Melayu modern dan merupakan keluarga rumpun bahasa Austronesia (Nusantara). Kegemilangannya dari abad ke-7 hingga abad ke-11 pada zaman kerajaan Sriwijaya. Sebagai lingua franca dan bahasa pentakbiran di awal era peradaban di kepulauan Nusantara. Dengan serapan dan penyebaran kosakata Sansekerta dan pengaruh agama-agama besar India. Prasasti The Dong Yen Chau diyakini berasal dari abad 4 Masehi, ditemukan di barat laut Tra Kieu, dekat Indrapura ibukota lama Champa, Vietnam Selatan. Namun sebagian ahli berpendapat lain, dianggap dalam bahasa Cham Tua daripada Melayu Kuno.
Spesimen tertua dari Melayu Kuno yang tidak adalah Prasasti Kedukan Bukit dari Sumatera Selatan dan beberapa prasasti lain yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-10 yang ditemukan di Sumatra. Prasasti tersebut dapat dibagi menjadi tiga deskripsi: mantra atau doa meminta keberhasilan dalam usaha keras, pemberitahuan kemenangan kerajaan dan sumpah pengabdian yang tampaknya dikenakan kepada kepala suku (datu) yang terkait dengan Sriwijaya, seperti Semenanjung Malaya, Jawa , pulau-pulau lain di kepulauan sunda besar hingga Luzon Filipina. Dari dua jenis prasasti yang terakhir inilah kita dapat memperoleh gambaran tentang sistem perdagangan dan pertukaran yang di atasnya Sriwijaya berdiri sebagai pelabuhan, dan sistem administrasinya bergantung.
Bahasa Melayu Kuno terdiri kosa kata serapan dari bahasa Sanskerta secara ekstensif. Prasasti dari akhir abad ke-7 yang terletak di wilayah Sumatera Baguan Selatan yang adalah bukti abadi paling awal dari bahasa Melayu. Istilah untuk konsep geografis menggunakan kata serapan dari bahasa Sanskerta dan aksaranya adalah Pallawa, tetapi istilah untuk otoritas dan hubungan politik adalah bahasa Melayu Kuno.
Kemudian diketahui bagaimana hubungan mandala / datu mungkin dilakukan berasal dari prasasti Sriwijaya. Prasasti ini layak untuk dijelaskan secara singkat. Mereka mulai berdiri pada akhir 7 Masehi, menggunakan bahasa Sanskerta dan Melayu Kuno. Sejumlah prasasti yang ditemukan di sekitar wilayah Palembang, Pulau Bangka, dan di lokasi yang jauh, termasuk hulu sungai di Sumatera. Prasasti dan artefak yang diikat dengan Sriwijaya, yang berasal dari antara abad ke-10 dan ke-12 telah ditemukan di Jawa Barat, pulau-pulau di Selat Melaka dan di Semenanjung Malaya, yang menunjukkan lingkup supremasi yang luas.
Semua prasasti Melayu Kuno ini menggunakan aksara yang berasal atau dipengaruhi India seperti aksara Nagari, Pallawa, dan aksara Kawi. Bahasa Melayu Kuno sangat dipengaruhi oleh kitab-kitab Sanskerta dalam hal fonem, morfem, kosa kata dan karakteristik keilmuan, terutama ketika kata-kata itu berkaitan erat dengan budaya India seperti puja , kesatria , maharaja dan raja , serta pada agama Hindu. agama -Buddhist seperti dosa, Pahala, Neraka, Syurga atau Surga, Puasa, Sami dan Biara, digunakan di Indonesia yang didasarkan pada bahasa Melayu dan berlangsung hingga hari ini.
Secara umum diklaim bahwa Melayu Kuno yang ditemukan dari prasasti Kedukan Bukit, Palembang Sumatera Selatan adalah permulaan Melayu Kuno. Namun, seperti dicatat oleh beberapa ahli bahasa, hubungan yang tepat antara keduanya, apakah leluhur atau tidak, bermasalah dan tetap tidak pasti. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah kekhasan morfologis dan sintaksis, dan afiks yang identik dengan bahasa Batak dan Jawa yang terkait tetapi tidak ditemukan bahkan dalam manuskrip tertua dari Bahasa Melayu Kuno. Bisa jadi bahasa prasasti Sriwijaya adalah kerabat dekat bahasa Melayu Kuno yang digunakan untuk kalangan Istana.
Dari sebaran prasasti tersebut dapat diketahui tentang bagaimana hubungan mandala / datu mungkin dilakukan berasal dari prasasti Sriwijaya. Prasasti ini layak untuk dijelaskan secara singkat. Mereka mulai terwujud pada akhir 7 Masehi, menggunakan bahasa Sanskerta dan Melayu Kuno, ditulis dalam aksara yang berasal dari India selatan. Mereka adalah wasiat tertua dari bahasa yang identik dengan bahasa Melayu modern. Sampai saat ini, ditemukan di Sumatera di wilayah Palembang, Lampung, Pulau Bangka, Jambi dan di lokasi yang jauh termasuk hulu Sungai Batang Hari.
Prasasti yang ditemukan di sekutar Palembang dapat dibagi menjadi tiga deskripsi: mantra atau doa meminta keberhasilan dalam usaha keras, pemberitahuan kemenangan kerajaan dan sumpah pengabdian yang tampaknya dikenakan kepada kepala suku yang terkait dengan Sriwijaya. Dari dua jenis prasasti yang terakhir inilah kita dapat memperoleh gambaran tentang sistem perdagangan dan pertukaran yang di atasnya Sriwijaya berdiri sebagai pelabuhan, dan sistem administrasinya saling terkait. Prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno telah ditemukan di luar Sumatra-tujuh di Jawa dan satu di Filipina selatan- dan berasal dari antara abad ke-8 dan awal abad ke-10. Keberadaan prasasti di luar Sumatera bagian Tenggara ini juga mengingatkan kita bahwa jaringan perdagangan sangat luas dan titik-titik di sepanjang jaringan tersebut saling berhubungan.
Prasasti berbahasa Melayu Kuno mengungkap budaya lokal yang berani mengekspresikan dirinya dalam istilah yang akrab bagi pengunjung asing dengan tetap mempertahankan identitasnya sendiri. Prasasti Melayu Kuno Sriwijaya memiliki gaya dan nada formal dan terbatas pada bisnis resmi kerajaan namun dapat dikenali terkait dengan bahasa Melayu modern standar. Jika kita membandingkan bahasa Inggris Chaucer dengan bahasa Inggris modern dan bahasa Melayu Kuno dengan bahasa Melayu modern, bahasa Melayu Kuno lebih mirip bahasa Inggris Chaucer daripada bahasa Melayu klasik yang mirip bahasa Inggris Modern.
Prasasti dan artefak yang ditemukan di Jawa Barat, pulau-pulau di Selat Melaka dan di Semenanjung Malaya, yang berasal dari antara abad ke-10 dan ke-14 menunjukkan lingkup supremasi yang luas. Kemudian dikaitkan dengan Sriwijaya ataupun Dharmasraya dan Dharmaraja sebagai penerusnya. Selain itu, meskipun bukti paling awal dari Bahasa Melayu Klasik telah ditemukan di semenanjung Malaya dari tahun 1303, Bahasa Melayu Kuno tetap digunakan sebagai bahasa tertulis di Sumatra sampai akhir abad ke-14, dibuktikan dari prasasti Bukit Gombak, 1356M dan manuskrip Tanjung Tanah era Adityavarman (1347–1375M).
Prasasti-prasasti berikut berbahasa Melayu, baik bahasa Melayu Kuno maupun Melayu Klasik (Pertengahan) :
1. Prasasti Dong Yen Chau, di Đông Yen Châu, Vietnam (dulu Champa), ~380M. (paling tua)
2. Prasasti Kedukan Bukit, Palembang, Sumatra Selatan, 16 Juni 682M.
3.Prasasti Talang Tuwo, Palembang, Sumatra Selatan, 23 Maret 684M.
4. Prasasti Karang Brahi, Karangberahi, Jambi, ~684M.
5. Prasasti Telaga Batu, Palembang, Sumatra Selatan, ~684M.
6. Prasasti Palas Pasemah, Palas, Lampung, ~684M.
7. Prasasti Kota Kapur, Kota Kapur, Bangka, 28 Februari 686M.
8. Prasasti Bukateja, Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah, ~700M.
9. Prasasti Sojomerto, Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Batang, Jawa Tengah, ~700M.
10. Prasasti Mañjuçrighra (Kelurak), Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, 2 November 792M.
11. Prasasti Raja Sankhara, Sragen, Jawa Tengah, ~800M (kini hilang).
12. Prasasti Kayumwungan, Karangtengah, Temanggung, Jawa Tengah (dwibahasa, Melayu Kuno dan Jawa Kuno), 824M.
13. Prasasti Gandasuli I dan II, Candi Gondosuli, Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah, 832M
14. Keping Tembaga Laguna, Manila, Filipina, 900M.
15. Prasasti Kebon Kopi II, Ciampea, Bogor, 932M.
16. Prasasti Dewa Drabya, Dieng, Jawa Tengah, ~950M.
17. Prasasti Hujung Langit, Hujung Langit, Lampung, 997M.
18. Prasasti Padang Roco, Dharmasraya, Sumatra Barat (dwibahasa, Melayu Kuno dan Sanskerta), 1286M.
19. Prasasti Rambatan, Rambatan, Tanah Datar, Sumatra Barat, 1291M.
20. Prasasti Sitopayan I, Sitopayan, Portibi, Sumatra Utara, (campuran bahasa Melayu Kuno dan Batak), ~1300M.
21. Prasasti Terengganu, Trengganu (Malaysia), 1303M.
22. Prasasti Akarendra, Suruaso, Sumatra Barat, (dwibahasa, Melayu Kuno dan Sanskerta) ~1316M.
23. Prasasti Pariangan, Pariangan, Tanah Datar, Sumatra Barat, ~1350M.
24. Prasasti Lubuk Layang, Rao Selatan, Sumatra Barat (bahasa campuran Melayu Kuno dan Jawa Kuno) ~1350M.
25. Prasasti Bukit Gombak, Pagaruyung, Sumatra Barat, (dwibahasa, Melayu Kuno dan Sanskerta), 1356M.
26. Prasasti Suruaso, Suruaso, Sumatra Barat (dwibahasa, Melayu Kuno dan Sanskerta), 1375M.
27. Prasasti Minyetujoh, Minye Tujuh, Aceh, 1380M.
____________________________________
Disalin dari kiriman FB: Riff ben Dahl
Pada 26 Oktober 2019