Ilustrasi Gambar: Scientheory |
Perang Bad'r Minangkabau 1803 - 1845 (Bagian Kedua)
Catatan Kecil
Yulfian Azrial
( Mak Yum )PADA postingan bagian pertama telah diungkapkan bagaimana dengan culas orientalis/missionaris mempelintir istilah PERANG BAD'R ini menjadi PERANG PADERI. Sebab Istilah Perang Bad'r tentu akan membuat ummat Islam sadar bahwa sejatinya yang mereka hadapi adalah para kaum Kafir Eropah bersatu, sehingga Ummat Islam akan tergerak untuk melakukan Perang Semesta ; Bersatu di seluruh dunia dalam rangka menjalankan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar melawan kafirun Eropah yang tengah gencar menjalankan Gerakan 3G (Gospel, Glory, Gold).
LATAR BELAKANG PENAKLUKAN PUSAT ALAM MINANGKABAU
Lalu apa latar belakangnya, atau kenapa penaklukan pusat Alam Minangkabau menjadi sangat penting artinya bagi bangsa penjarah Eropah? Tentu sangat banyak alasan lagi yang membuat bangsa penjarah dan penjajah Eropah ingin menaklukkan. Intinya antara lain :
1. Karena Pusat Alam Minangkabau adalah Home Land Of Malayu (Tempat berasalnya Bangsa Melayu). Hal ini sesuai dengan data spionase seperti yang terungkap dalam Catatan Tomas Diaz, Thomas Stanford Rafles, dll
2. Para pemimpin Alam Minangkabau di Luhak Nan Tigo saat itu masih menjadi tempat berlindung dan mengadu bagi suku-suku bangsa Melayu yang bertebaran di seluruh penjuru nusantara. Ini seperti tergambar dalam sejumlah buku yang ditulis Gravenhage, Martinus Nijhof, 1930. Adat Recthbundels Minangkabausch Gebied. Juga di dalam buku Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Pertalian Adat dan Syara’ yang terpakai di Alam Minangkabau Lareh nan Duo Luhak nan Tigo (Bukittinggi : tt.p, 1927)
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa Gerakan 3G dari kafir penjarah Eropah bersatu bertujuan untuk memaksakan syahwat mereka untuk menjajah dan menjarah kekayaan tarutama dari negeri-negeri Islam, menuntaskan dendam kekalahan mereka dalam perang salib dengan cara memurtadkan aqidah warga pribumi (liberalisasi/kristenisasi) serta untuk kemudian meraih kemenangan dengan cara menaklukkan, menunggangi dan atau menguasai kekuasaan.
Dalam buku 'Di Bawah Bayang-bayang Pedang (Ringkasan) Sejarah Politik Teluk Arab Sejak Peradaban Tertua Hingga Tahun 1971,' diungkapkan bagaimana bringas, dendam dan kebencian mereka (nenek moyang bangsa penjarah & koboy) ini pada ummat Islam :
“..... Dalam perjalanannya ke India pada tahun 1502. Dia (rombongan Vasco da Gama) menghentikan sebuah kapal jemaah haji membawa 700 Muslim dalam perjalanan mereka ke Mekkah di Teluk Oman dan membakar mereka hidup-hidup di atas kapal. Vasco Da Gama menghancurkan hampir 300 masjid di salah satu perang salibnya melawan Muslim Afrika Timur.
Ketika armadanya tiba di Mozambik, dia berkata: “Sekarang kami telah mengepung umat Islam dan (seperti membuka rajutan) kami hanya tinggal menarik benang”.
Vasco da Gama bertemu dengan kapal jemaah haji yang baru pulang dari Mekkah. Dia menjarah semua barang mereka, mengumpulkan 380 penumpang kapal dan membakarnya. Kapal membutuhkan waktu empat hari untuk tenggelam ke laut. Mereka, membunuh semua pria, wanita dan anak-anak.......” Begitu salah satu contoh pembantaian (genosida yang dilakukan mereka) selain yang dilakukan di Tanah Mulayu Indian (Amerika) dan Tanah Melayu Aborigin (Australia/Selandia Baru), dll.
Lalu bagaimana situasi dan kondisi Alam Minangkabau (Tampraparna) pada waktu itu? Maka sekitar abad 16 M-17 M kapal-kapal kaum penjajah dan penjarah dari Eropa itu seperti Bangsa Portugis, Belanda dan Inggris, akahirnya mulai berlayar mengitari Eks Pulau Ameh (Swarnabhumi ; Sumatera, Tanah Semenanjung, Borneo, Mindanao, Luzon, dll). Agar tak terlalu kentara, awalnya mereka berdagang secara wajar untuk mendapatkan hasil bumi Minangkabau yang bernilai tinggi di mancanegara.
Tapi kemudian meriam kapal-kapal mereka itu mulai di arahkan ke darat, mengancam keamanan masyarakat pribumi. Para pemimpin masyarakat di rantau segera melaporkan kondisi itu ke Pusat Alam Minangkabau (Melayu). Maka para pemimpin Minangkabau segera berkumpul untuk menyikapi. Mereka tak ingin kehadiran bangsa penjahat dan penjarah itu sampai mengganggu, terutama wilayah pusat Alam Minangkabau.
DIDIRIKANNYA PAGARUYUANG
Akhirnya untuk menyikapi hal ini para pemimpin di pusat Alam Minangkabau (Luhak Nan Tigo) seperti Datuak Bandaro Itam di Balai Godang (selaku rujukan untuk wilayah Rantau Pasaman, Singkuan, Mandailing, Aceh, Simalungun, Deli, Asahan, Padang Loweh, Rokan), Datuak Paduko Marajo di Balai Sitanang dan panglima tertingginya Datuak Rajo Dubalang di Muaro Takuh (selaku rujukan wilayah rantau Kampar, Jambi, Sungai Loweh (Musi), Semenanjung dan Tanah Tapi (Kalimantan hingga Luzon) ; pusek jalo Alam Minangkabau, Datuak Marajo Nan Rambayan di Balai Jariang, beserta para Datuak Luhak Nan Tigo lainnya. Akhirnya para pemimpin itu bersepakat untuk mendirikan PAGAR ALAM (benteng pertahanan keamanan yang kokoh). Di antaranya merumuskan konsep pertahanan keamanan Alam Minangkabau yang kemudian dikenal sebagai Undang Luhak jo Rantau dan Undang Nagari.* (Tentang rumusan ini baca Catatan Kaki)
Selanjutnya dalam sejumlah referensi seperti buku-buku yang kita sebutkan sebelumnya, telah dijelaskan pula bahwa selain itu tujuannya juga untuk menjaga pertahanan keamanan ke arah luar, dari pusat Alam Minangkabau diberi pagar pula ; PAGA NAN KOKOH (pagar yang kuat) yang dikenal dengan istilah atau symbol PAGARUYUANG.
Jadi sejak waktu itu, RUYUANG DIPANCANGKAN pertama kali DI SEMBILAN TEMPAT STRATEGIS yang kemudian lazim juga disebut Rantau Alam Pagaruyuang Nan Partamo :
1. Alam Silauik - Indropuro (Silauik, Indropuro dan sekitarnya)
2. Alam Surambi - Sungai Pagu (Surambi, Sungai Pagu dan sekitarnya)
3. Alam Sitiuang - Koto Basa (Sitiuang, Koto Basa dan sekitarnya)
4. Alam Cati Nan Batigo (Pulau Punjung dan sekitarnya )
5. Alam Kurang Aso Duopuluah (Kuantan Singingi dan sekitarnya)
6. Alam Andiko Ampek-ampek (Kampar dan sekitarnya)
7. Alam Sontang - Padang Nunang (Sontang, P. Nunang sekitarnya)
8. Alam Kinali - Parik Batu (Kinali, Parik Batu dan sekitarnya)
9. Alam Tiku - Pariaman (Tiku, Pariaman dan sekitarnya)
Untuk memimpin pertahanan keamanan wilayah-wilayah Rantau ini diberikan mandat (daulat) kepada keturunan Adityawarman, yang kemudian lazim juga disebut DAULAT PAGARUYUANG yang dalam bekerja akan bekerjasama untuk urusan rantau dengan Datuak Bandaro Itam (kemudian dikenal dengan sebutan Rajo di Ranah), Datuak Paduko Marajo (kemudian dikenal dengan sebutan Rajo di Lareh). Lalu dengan Datuak Maharjo Indo nan Mamangun untuk urusan terkait Luhak (kemudian di kenal dengan sebutan Rajo di Luhak)
Menurut Asbir Dt. Rajo Mangkuto (penulis buku Direktori Minangkabau bersama kerabat Daulat Pagaruyung) mandat ini diberikan atas dasar pertimbangan karena pada waktu itu yang paling siap, punya kekuatan dan pengalaman militer di daerah-daerah tersebut adalah pasukan keturunan Aditya-warman. Apalagi mereka telah lama mendesak Pemimpin Luhak Nan Tigo agar didukung dan diakui pula sebagai raja.
Sama juga dengan yang tertuang dalam literasi-literasi tersebut sebelumnya, juga dijelaskan, bahwa untuk kepentingan pertahanan keamanan pusat Alam Minangkabau, terutama Luhak Nan Tigo sebagai tareh alam, diberi wewenang (mandat atau daulat) pada keturunan Adityawarman sebagai Koordinator Wilayah Rantau yang telah ditetapkan menjadi pos-pos keamanan utama pusat Alam Minangkabau, dengan berpedoman pada ketentuan adat yang lazim sejak lama, adat datang pusako mananti (adat datang pusaka menanti).
Yaitu dalam bertugas sebagai wakil daulat, tetap harus bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemimpin (penguasa pusako atau ulayat) di wilayah rantau tersebut dengan kedudukan setara. Itulah sebabnya kenapa di wilayah adat rantau itu umumnya ada dua jabatan. Pertama DAULAT (adat yang datang). Kedua NAN DIPATUAN (pusako yang menanti) atau dengan sebutan lain.
Sejak itu pertahanan keamanan Alam Minangkabau dengan Pagaruyuang-nya benar-benar efektif. Buktinya kekuatan tentara Portugis yang bahkan telah membangun benteng-bentengnya di pantai barat Sumatera dibabat habis nyaris tak bersisa. Bentengnya dihancurkan, tentaranya dilibas dan diusir. Hanya sebagian kecil yang berhasil menyalamatkan diri ke wilayah pedalaman untuk bersembunyi.
Kejadian ini tentu teramat memalukan, tidak hanya mempermalukan Portugis, tapi tentu juga Bangsa Penjarah Eropa pada umumnya. Akibatnya, peristiwa ini tentu menimbulkan sakit hati, dendam dan kasam yang teramat sangat luar biasa pada Bangsa Penjarah Eropah.
Buktinya, untuk menaklukkan Pusat Alam Minangkabau mereka kemudian bersatu bahu membahu. Terutama dalam menghimpun data spionase guna merumuskan strategi perang dalam upaya penaklukan pusat Alam Minangklabau.
Di antaranya Laporan spionase dari Thomas Diaz 1684 (seperti ditulis Barnard, Timothy P., Multiple Centres of Authority. Society and environment in Siak and eastern Sumatra, 1674-1827. Leiden: KITLV Press, 2003), dan laporan spionase ulang yang dilakukan oleh Thomas Stamford Raffles yang bekerja memata-matai Pusat Alam Minangkabau sejak 1811 sampai 1818, yang dilakukan sebelum Bangsa Eropah (dalam hal ini Belanda) turun langsung dalam perang yang sedang berkecamuk…..
Artinya sebelum terjadinya perang, mereka benar-benar telah melakukan kajian yang matang dan persiapan-persiapan dengan menggunakan konsep-konsep yang telah melewati proses rumusan yang panjang. Tentunya dengan berbagai pertimbangan secara multidimensi. Sebab yang mereka hadapi kali ini adalah Para Pemimpin Pusat Alam Minangkabau, yang di dalam Catatan Thomas Diaz disebut sebagai 'SAUDARA DARI KHALIFAH TURKI USTMANI' ...
BERSAMBUNG.
(Bagian ini saya sajikan agar kita semua memahami latar belakang secara fundamental, kenapa KAFIR EROPA kemudian sampai memanfaatkan PARA PREMAN untuk memprovokasi masyarakat Minangkabau (dan Ulamanya) lewat Operasi Intelijen dalam rangka menjalankan Politik Devide et Impera (pecah belah dan adu domba), sehingga berkobarlah perang terbesar dan terlama di bumi nusantara yang oleh masyarakat kita dahulunya disebut PERANG BAD’R MINANGKABAU, dan sekaligus kenapa DAULAT PAGARUYUANG harus ditaklukkan secara licik dengan menggunakan tangan saudaranya sendiri lewat politik pecah belah dan adu domba.
_______
Catatan Kaki :
* Undang Luhak jo Rantau bunyinya adalah Luhak bapangulu Rantau diagiah barajo. Jadi Luhak Nan Tigo sebagai Tareh (daerah inti) Alam Minangkabau tetap dipimpin para pangulu namun diperkuat dengan tatanan nagari yang semakin disempurnakan sebagai tertuang dalam Undang Nagari sebagai berikut:
Inggirih (penjajah) bakarek kuku (dipotong kukunya)
pangarek(nyo) pisau sirauik
kapangarek batuang tuo,
tuonyo elok ka lantai
Nagari Ba Kaampek Suku
Tiok suku babuah paruik
kampuang ba nan tuo,
Jadi pada prinsipnya, Undang Nagari dirumuskan dengan tujuan untuk menjaga pertahanan kemanan nagari-nagari di Minangkabau dari ancaman penjajah dengan cara membenahi tatanan masyarakat nagari, atau menyempurnakan format limbago nagari agar software-nya makin akomodatif untuk ketahanan, keamanan dan kedaulatan nagari. Sehingga dengan begitu masyarakat menjadi lebih teratur, aktivitasnya berkembang dinamis dalam meningkatkan kemakmurannya.
Tulisan sebelumnya: Padri, antara Fakta & Khayal Orientalis
Tulisan berikutnya: 3. Tipu Daya & Fitnah di Alam Melayu
Disalin dari kiriman FB: Yulfian Azrial
Like & Follow Bukit Tinggi Salingka Agam Heritage