SEJARAH PASAR SERIKAT Tigo Baleh LAREH KOTA PAYAKUMBUH

 


Ciloteh Sejarah- Saya mendapat telpon dari Nurul JameeLa untuk dapat bertemu di Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Payakumbuh dan dia membawa temannya Bambang dari Damkar Kota Payakumbuh. Setelah saya tanyakan, apa topik ciloteh bila bertemu dengan saya ?.

Bercerita sekitar sejarah Kota Payakumbuh dan Pasar Serikat Tigo Baleh Lareh Kota Payakumbuh “ Jawab Nurul Jamela

Setelah kami bertemu di lantai 2 Kantor Arsip dan perpustakaan Kota Payakumbuh. Sayapun mulai berciloteh bahwa ibukota Limo Puluah Koto’s (Limapuluh Kota ) pada awalnya di Simalanggang – Payakumbuh (sampai sekarang masih Kecamatan Payakumbuh dari wilayah Kab. Limapuluh Kota), kemudian Payakumbuh ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 1 Desember 1888,[1] Atas perintah Gubernur Jenderal dari Hindia Belanda Nomor 1 dan dicatat pada Staatblad (Lembaran Negara) Nomor : 181 Tahun 1888), yang diterbitkan pada tanggal 7 Desember 1888, Oleh Sekretaris Jenderal, GALLOIS. Bahwa Pajakombo (Payakumbuh) ditetapkan sebagai ibukota Luhak Lima Puluh Kota wilayahnya hanya kecil sesuai dalam peta perkampungan Jawa dan Perkampungan Cina.[2]

Pada Bagian VIII dalam Lembaran Negara No.181 Tahun 1888 tersebut dituliskan batas batas Kota Payakumbuh, sebagai Berikut :

VIII. Untuk ibukota Pajakombo divisi L Kota :
ke utara: jalan pintas dari penanda A, berbatasan dengan pohon pinus tepi kiri Sungai Batang Agam, 20 meter dari tepi parit timur laut benteng militer, untuk berasosiasi dengan jalan utama menuju Sarilamak (marka B); lalu kemudian jalan menuju penanda C, ditempatkan pada arah barat laut membawa jalan setapak; selanjutnya jalur jalan itu melewati penanda D ke marka E pada jalan lingkar utama sekitar Gedung Pemerintah; lanjutkan sepanjang jalan lingkar ini ke penanda F dan akhirnya keluar kutub ini mula-mula ke arah utara, kemudian ke arah barat berjalan jalan setapak di atas penanda G, berdiri di jalan menuju Soeliki, sampai penanda H, berdiri 52 meter dari jalan tersebut;
ke Barat dan ke Selatan: yang terakhir tandai kelanjutan dari jalan setapak tersebut di atas,membentang di sepanjang tepi jalan Barat Laut Sawah Negeri Koto nan Ampek yang ditempatkan di kedua sisi jalan utama menuju Fort de Koek ditempatkan penanda batu; selanjutnya jalan setapak, melewati negri Koto nan Ampek ke pos penanda I yang letaknya 80 meter dari pos besar jauhnya; dari pos ini jalan setapak tersebut di sepanjang perbatasan selatan negeri Koto nan Ampek sampai dimana ini di tanda K yang besar jalan menuju Boea dan Lintau; dan akhirnya jalan ini menuju jembatan batu di atas sungai Agam
Tenggara: dari jembatan terakhir tepi kiri Sungai Agam sampai penanda A
Atas perintah Gubernur Jenderal
dari Hindia Belanda:
Sekretaris Jenderal,
GALLOIS.

Diterbitkan pada tanggal tujuh Desember 1888.
Sekretaris Jenderal,
GALLOIS.
Sementara untuk menjawab Sejarah Pasar Serikat 13 Lareh, Setelah Perang Kamang 1908 L.C. Westeneck di pindahkan ke Batu Sangkar dan pada tahun 1910 di angkat menjadi Asistsen Residen Limapuluh Kota kemudian L.C. Westeneck mengambil prakarsa untuk membangun pasar Payakumbuh yang direncanakan dalam pasar akan dibangun 6 buah los permanen berkerangka besi beratap seng. Letak los tersebut berhadap-hadapan, tiga sebelah kiri tanah milik orang Koto Nan Gadang dan Tiga sebelah kanan tanah milik orang Koto Nan Ampek pada jalan menuju arah Batang Agam
Dana pembangunan los tersebut di pinjam dari locale Fonda Resident Sumatera Weskuts sebesar f 36.000 ( tiga puluh enam ribu gulden) dalam jangka pinjaman 8 tahun. Bersamaan dengan pembangunan tersebut didirikan pula sebuah bangunan berlantai dua dan bergonjong lima (sekitar toko Hizra sekarang dan pada tanggal 23 Desember 1948 di Bom Belanda saat memasuki Kota Payakumbuh agresi Belanda ke-2.
, yang kemudiannya terkenal dengan sebutan “gonjong limo”, dan ada lagunya :

Payakumbuh sungguh indah permai,
Gonjonglimo dipingirnya balai,
Kota indah penduduknya ramai,
Pemudanya banyak rukun dan damai.
Peresmian dari 6 petak los serta Gonjong Limo tersebut adalah pada tanggal 12-12-1912 dengan dimeriahkan oleh pasar malam 7 hari. Untuk pengelolaan pasar dibentuk badan pasar (pasar Fonds) yang berada dibawah aisten residen.
Untuk keamanan pasar Payakumbuh Etnis Tionghoa dalam Institusi Pemerintahan sebagai Polisi Keamanan Kapiten Cina . Merujuk dalam Regeerings Almanak Hindia Belanda. Tahun 1931 Luitenant der Chinezen Pajakoemboeh adalah Tjoa Kong Bie atau dipanggil Kapiten Cina. Tjoa Kong Bie adalah kapitein Tionghoa pertama di Pajakoemboeh diangkat 12 Oktober 1918. dan 26 Juli 1938 Tjoa Kong Bie dilantik menjadi anggota Minangkabau-Raad oleh A.J. Spits Gouverneur van Sumatera. Jabatan sebagai Kapiten Cina di Pajakoemboeh digantikan oleh Tjon Seng Lian untuk memangku jabatan Luitenant der Chinezen Pajakoemboeh sejak 19 Maret 1939. Sementara merujuk Regeering Almanaak tahun 1942) tercatat nama Tjoa Sin Soe menjadi anggota Minangkabau Raad.
Sejak tahun 1912 tersebut berkembanglah pasar dengan sangat pesat karena Asistsen Residen L.C. Westeneck mengambil kebijakan disamping diramaikan oleh pedagang dari etnis Tionghoa dan India keling dia mengundang melalui Tuanku Lareh dari Luhak Agam (Sionok, guguak dll , dari Luhak Tanah Datar ( Rao ) , Pariaman dan Pasaman serta untuk meramaikan pasar Payakumbuh awalnya, mereka menetap terlebih dahulu membangun surau (asrama perantau). Surau tersebut sekarang sudah menjadi Masjid.
Mereka dipersilakan membangun pusat pertokaan sekitar dekat pasar los yang enam , maka sejak (anno) 1915 -1935 di sekitar pasar Payakumbuh sudah banyak dibangun rumah-rumah kediaman dan took-toko semi permanen yang mula-mula dibangun dekat pasat oleh orang cina ada tiga buah, yaitu :
1. Sebuah took yang terletak di rumah makan asia sekarang untuk menampung hasil bumi yang datang dari Koto Nan Ampek.
2. Sebuah took yang terletak di rumah makan gumarang (depan Kantor Pos) digunakan untuk menampung hasil bumi yang datang dari arah Koto Nan Gadang.
3. Sebuah toko terletak di jalan Batang Agam sekarang disebut Toko Kong Yek (mekar) untuk menampung hasil bumi arah selatan.
Mengingat rumah kediaman Tuanku Lareh berjauahan, maka untuk peristirahatannya apabila pergi ke Payakumbuh di banguna rumah Tuanku 13 Lareh, lokasinya dulu terminal sago atau pasar penampungan sekarang berbatasan dengan tembok SMPNI Sekarang masing-masing rumah tuanku lareh berukuran 8 x 10 meter yang dibelakangnya ada dapur, sumur dan kandang kuda dan tempat bendi bogi.
Rumah Tuanku Lareh tersebut selesai dibangun tahun 19001, yang susunannya berderet memanjang dari jutara ke selatan dengan urutan sebagai berikut :
1. Rumah Gadang Lareh Koto Nan Ampek Lutan Dt. Bagindo Marajo.
2. Rumah Gadang Lareh Koto Nan Gadang Rajo Angkek Bagindo Arab.
3. Rumah Gadang Lareh Guguak Nindih Dt. Pangulu Bagindo Basa
4. Rumah Gadang Lareh Mungka cnabi Ullah Dt.Sinaro Gamuak
5. Rumah Gadang Lareh Batu Hampar Rasyad Dt. Pangulu Basa Nan Kuniang
6. Rumah Gadang Lareh Lubuak Batingkok Kawi Dt.Rajo Pangulu
7. Rumah Gadang Lareh Sungai Baringin Abdullah Dt. Paduko Tuan
8. Rumah Gadang Lareh Sarilamak Rasyad Dt.Dt Kuniang Nan Hitam
9. Rumah Gadang Lareh Payobasuang Lutan Dt. Mulia Nan Kuniang
10. Rumah Gadang LarehTaram Sutan Pamuncak Dt. Pangulu Karuik
11. Rumah Gadang Lareh Limbukan Abdul Rahman Dt. Tumangguang Nan Hitam
12. Rumah Gadang Lareh Situjuah Sutan Nan Kawai Dt. Indo Marajo.
13. Rumah Gadang Lareh Halaban Nabi Dt.Bagindo Simarajo
Gagasan Pendirian Kota Payakumbuh
Panitia desentralisasi pembentukan Propinsi Sumatera Tengah yang ditulis dalam notulen rapatnya rapatnya Nopember 1948-18 Desember 1948 dimana Kabupaten Lima Puluh Kota bernama Kabupaten Sinamar, sementara panitia desentralisasi menerimanya untuk pembentukan enam (6) Kota di Sumatera Barat , yaitu :
1. Kota Padang, luasnya Gemeente Padang yang lama ditambah Teluk Bayur.
2. Kota Bukittinggi, seluruh Nagari Kurai di tambah Gadut.
3. Kota Sawahlunto, luasnya sama dengan kota sekarang.
4. Kota Pajakombo, luasnya Koto Nan IV, Koto Nan Gadang dan ditambah Nagari Tiakar.
5. Kota Padang Pandjang, luasnya seluruh Nagari Gunuang ditambah Silaiang dan Bukit Surungan.
6. Kota Solok, luas nagari Solok. Dengan catatan apabila Solok menjadi tempat kedudukan Bupati sebagai ibu Kabupaten
Yang menurut rencana di mulai terhitung 1 Januari 1949 akan diresmikan. Berhubung terjadi agresi Belanda II 19 Desember 1948 maka rencana Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah ini tidak jadi terealisasi.
Setelah tertunda sekian lama rencana pembentukan dan pendirian Kotamadya Pajakombo, yang menjalani beberapa fase sejarah dan berbagai peristiwa mulai Agresi Belanda kedua tahun 1948 s/ 1949, dan lahirnya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ) yang berakhir dengan diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI oleh Belanda.
Kemudian sejarah mencatatnya , gagasan untuk menjadikan Pajakumbuah menjadi daerah otonom dan berhak mengatur diri sendiri tahun 1950 kembali mengapung. Dimana pada waktu itu Bupati Lima Puluah Koto adalah H. Darwis Dt.Toemangguang dengan Sekdanya H. Anwar ZA yang didukung oleh tokoh masyarakat Koto Nan Gadang Noer Basyar Dt. Mamangun nan Hitam dan tokoh masyarakat Koto Nan Ampek Biran Marajo Alam
Melalui sidang Pleno II DPRD tanggal 27 April sampai 2 Mai 1950 secara prinsip menyetujui pembentukan Kota kecil Payakumbuh. Wacana ini dilanjutkan dengan melaksanakan pertemuan antara tokoh masyarakat Kewedanaan Payakumbuh dengan Pemerintah pada tanggal 28 Juli 1950 bertempat di gedung Perguruan Mahad Islamy. Dan juga pada konperensi kerja Pamong Praja pada tanggal 26 Agustus 1950 serta pada tanggal 16 Septemmber 1950 bertempat di sekolah Muhammadiyah Bunian , masyarakat sangat mendukung keingginan ini.
Namun karena adanya perubahan politik yakni Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil kesepakatan Meja Bundar di Denhag yang mana Sumatera Barat dengan sebagaian daerah lainnya di Sumatera tetap bagian Republik Indonesia. Maka keinginan ini belum terealisasi .
Pada tahun 1954 H.Darwis Darwis Dt.Toemangguang Bupati Kepala Daerah Kabupaten 50 Kota membuat Peraturan Daerah (Perda) tanggal 7 September 1954 Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pengangkatan Wali Pasar Payakumbuh yang berkedudukan sama dengan Kepala Nagari Koto Nan Ampek dan Koto Nan Gadang , dan ini mendapat tantangan dari penduduk dari kedua Kenagarian itu. Kantor Kepala Pasar Payakumbuh berada pada Dinas Pemadam Kebakaran (DAMKAR) sekarang. (catatan nama-nama Wali pasar sejak 1954-1970 belum bertemu catatannya)
Hal itu berjalan terus dengan segala proses pertumbuhan dan perkembangan dari masyarakat banyak.
Kemudian semangat ini bangkit kembali, dengan keluarnya UU No.8 tahun 1956, tanggal 24 Februari tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil, dimana pada pasal 1 huruf e berbunyi : Pajakumbuh dengan nama Kota Kecil Pajakumbuh dengan batas-batasnya ditetapkan dengan peraturan Menteri.
Undang-undang ini disambut hangat oleh masyarakat yang ada dikewedanaan Pajakumbuh sehingga atas prakarsa Wali Nagari Koto Nan Ampek diadakanlah musyawarah Nagari yang bertempat di Mahad Islamy pada tanggal 24 Maret 1956. Dan dilanjutkan dengan pertemuan dengan pemerintah pada tanggal 8 November 1956.
Untuk memenuhi pembuatan Peraturan Menteri dalam hal batas Kota Kecil, maka konsep Peraturan yang menurut konsep yang akan dijadikan Kota Kecil Pajakumbuh ialah sekitar daerah yang padat penduduknya dan rapat perumahannya, yaitu kesebelah barat sampai ke Tonggak Bendera, kesebelah timur sampai ke Simpang Benteng, sebelah utara sampai ke Bunian dan sebelah selatan sampai ke Labuah Basilang. Makanya dibuatlah tugu Batas Kota Kecil di tongak bendera seperti yang masih ada berdiri sampai sekarang.
Dalam perkembangannya, dalam catatan C.Israr yang saya baca masalah batas adalah turut menimbulkan kesulitan untuk merealisisr Kodya Payakumbuh. Masyarakat Koto Nan Gadang dan Koto Nan Ampek tidak mau menerima konsep batas-batas tersebut karena dapat memotong dan membelah-belah kedua nagari dan akan memecah kesatuan hukum adat nagari dan konsep luas Kota Payakumbuh perlu di musawarahkan kembali , dan konsep tersebut tidak berkembang karena terkendala dengan adanya peristiwa Pemerintah Revolusioiner Republik Indonesia (PRRI)
Setelah daerah aman, dan pada tahun 1970 rencana untuk menjadikan Pajakumbuh menjadi Kota kembali menghangat sehingga lahirlah Keputusan Gubernur nomor 95/GSB/1970 dan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Bupati Nomor KPTS 16/BLK/1970 tanggal 1 Agutus 1970 tentang pembentukan Panitia Realisasi Kotamadya Payakumbuh dengan Ketuanya C.Israr
Panitia bekerja keras untuk mempersiapkan data-data darinagari yang akan bergabung menjadi Kota Madya Payakumbuh. Dengan berorientasi ke masa depan yang jauh, mengingat kecerdesan masyarakat dan perkembangan penduduk, serta pertalian adat dan kebudayaan, sosial ekonomi, maka tujuh kenagarian menyatakan sikap siap bergabung dengan daerah otonom Kota Payakumbuh, yaitu : kenagarian Koto nan Empat, Koto nan Gadang, Lampasi, Tiakar, Payobasuang, Air Tabik dan Limbukan Aur Kuniang.
Berkat kerja keras dari seluruh panitia dengan didukung oleh berbagai unsur yang ada di Payakumbuh maka lahirlah suatu keputusan bersama tentang 7 (tujuh) nagari dan 73 jorong yang bergabung dan disatukan dalam Kotamadya Payakumbuh. Ketujuh nagari tersebut adalah : Koto Nan Gadang ( 25 jorong), Koto Nan Ampek (22 jorong ), Lampasi (3 jorong), Tiakar (3 jorong), Payobasuang (3 jorong), Aia Tabik( 8 jorong), dan Limbukan (9 jorong ). Luas wilayah yang termasuk wilayah Kotamadya Payakumbuh 7.908 ha, atau ± 80 km2.
Untuk menentukan batas yang akan dituangkan oleh Menteri Dalam negeri dalam Peraturan Pemerintah, maka pada tanggal 12 Nopember 1970 , diadakan musyawarah yang dihadiri oleh Pemda Lima Puluh Kota, Panitia realisasi, Camat Pajakumbuh, camat Harau, Camat Luhak dan 15 orang wali nagari dari nagai sepadan. Dalam musyawarah inilah ditentukan batas-batas Kotamadya Pajakumbuh sesuai dengan barih balabeh masing-masing nagari yang diwarisi semanjak dahulu, dengan titik 0 di sepakati stasiun kereta api (Toko Budiman Sekarang, Catatan sekarang ada tiga titik 0 selain di depan Toko Budiman Stasiun, yakni dekat Sate atau kantor Pajak dulu, da nada di SMPN I Payakumbuh yang dapat berubah titik tapal batas dan rawan menimbulkan konflik tapal batas)
Adapun tapal batas yang disepakati di tahun 1970 yaitu ;
Batas jalan jurusan Piladang/ Bukit Tinggi, ialah di Aie Taganang atau Kuciang Dapek (cucian mobil sekarang ).
Batas jalan jurusan Tanjung Pati/ Pekan Baru, ialah di Padang Gantiang ada tali Bandar kecil.
Batas jalan jurusan Suliki, ialah sebelah utara jembatan Lampasi
Batas jalan jurusan Taram, ialah tungua jua, sebelah timur jembatan batang Sikali.
Batas jurusan Batang tabik, ialah kincie Cino atau disebut juga Kubu Kacang.
Batas jalan arah ke Situjuah, ialah di Limau Kapeh.
Dan pada hari itu juga dilanjutkan pemancangan tapal batas Kotamadya Pajakumbuh yang disaksikan oleh masyarakat dan tokoh masyarakat dari nagari yang sepadan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 8/1970 tanggal 17 Desember 1970 yang menetapkan Kota Pajakumbuh sebagai Kotamadya Pajakumbuh. Sedangkan radiogram Mendagri nomor SDP.9/6/181 menegaskan, hari peresmian Kota Pajakumbuh dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 1970 dengan walikota pertama Drs. Soetan Oesman setelah Kota Solok diresmikan. Dengan di ketua oleh A.Syahdin ( Bupati Limapuluh Kota) maka peresmian dilaksanakan oleh Amir Machmud, yang diiringi dengan dentuman meriam pusako 7 (tujuh) kali yang diikuti dengan pemukulan beduk, maka ditetapkanlah tanggal 17 Desember sebagai “ Hari jadi Kotamadya Pajakumbuh dan sekarang bernama Payakumbuh” yang terus diperingati setiap tahunnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1982 tentang Pembentukan Kecamatan Padang Panjang Timur, Kecamatan Padang Panjang Barat di Kotamadya Daerah Tingkat II Padang Panjang, Kecamatan Sawahlunto Utara, Kecamatan Sawahlunto Selatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kecamatan Tanjung Harapan di Kotamadya Daerah Tingkat II Solok, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kecamatan Payakumbuh Barat dan Kecamatan Payakumbuh Timur di Kotamadya Daerah Tingkat II Payakumbuh Dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, maka 7 nagari yang masuk ke Kota Payakumbuh Administrasinya menjadi Kelurahan.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka penggunaan istilah "Kotamadya" diubah dengan istilah "Kota" sehingga secara resmi kemudian sebutan "Kotamadya Payakumbuh" diganti menjadi "Kota Payakumbuh".
Pemerintahan
Saya menulis karena berpikir,
Saya berpikir karena membaca,
Saya membaca untuk menjawab pertanyaan para sahabat.
Ditulis kembali oleh Saiful Guci diLapau Kasiah Bundo, 4 Juni 2025

=========

Catatan Kaki:

[1] Mungkin maksudnya Afdeeling Lima Puluh Kota, karena pada masa Belanda tidak dikenal 'Kabupaten' di Sumatera Barat. 

[2] Maksudnya wilayah Kota Payakumbuh sekarang tidak sama dengan wilayah Kota Payakumbuh masa Kolonial Belanda. Tidak hanya Payakumbuh, kota lain di Sumatera Barat juga demikian, contohnya Bukit Tinggi, silahkan lihat Peta Bukit Tinggi DISINI.

Mengurai Jejak Kolonialisme: Peranan Belanda dalam Merusak Tatanan Adat Minangkabau



Oleh: Muhammad Jamil, S.Ag. Lb. Sampono  
Studi Kasus Perjanjian Plakat Panjang 1833 dan Perjanjian Bukittinggi 1865

-----
Disalin dari media online Pasbana | Diterbitkan tanggal 17 November 2024
-----

Pasbana | Pada 25 Oktober 1833, sebuah perjanjian bersejarah ditandatangani di Padang antara pemerintah kolonial Belanda dan masyarakat Minangkabau. Perjanjian ini dikenal dengan nama Plakat Panjang

Dalam dokumen tersebut, Belanda menetapkan sejumlah aturan, di antaranya:  

1. Larangan peperangan di wilayah Minangkabau, termasuk konflik adat.  
2. Pembatasan pejabat Belanda agar tidak mencampuri pemerintahan nagari.  
3. Pengangkatan penghulu sebagai wakil pemerintah Belanda dengan imbalan gaji.  
4. Janji perlindungan dari pemerintah Belanda kepada masyarakat Minangkabau.  
5. Larangan pemungutan pajak tradisional dengan syarat perluasan penanaman kopi.  

Lirik Lagu Minangkabau & 9 Jenis Roh Manusia

 

Gambar: e-ir

Ciloteh Tanpa Suara #157 | Saat saya duduk bercerita dengan sahabat saya Muhammad Ikbal terdengar lantunan lagu minang di radio yang melantunkan lagu “Minangkabau”. Kemudian Muhammad Ikbal langsung berseru ”Mendengar Lagu Minangkabau ini mengingatkan saya kepada datuk saya, yang berkisah ada hubungannya dengan 9 jenis roh yang terdapat dalam tubuh manusia“.
Lirik lagu “minangkabau, tanah nan den cinto, pusako bundo, nan dahulunyo” mengambarkan manusia yang diciptakan oleh Allah SWT dari tanah yang kemudian ditiupkan Roh (nyawa) kedalamnya dan lahir ke dunia melalui rahim seorang perempuan (bundo).
Kemudian lirik lagu “rumah gadang” gambaran tubuh (jasad) manusia yang paling indah diciptakan oleh Allah yang mempunya 9 roh didalamnya “nan sambilan ruang” dengan perlu dijaga dari godaan hawa nafsu di luar tubuhnya “rangkiang baririk, dihalamannyo."

GUNDIK BELANDA DI ACEH

 

Pict: Lintas Babel


FB Jhon Lee | Catatan mengenai wanita Aceh yang dijadikan Gundik oleh para Perwira Belanda tercatat dalam buku Karya Zentgraf yang berjudul " De Atjeh", dalam bukunya ia mencatat, bahwa ketika hubungan Sosial Belanda dan Pribumi Aceh kian meningkat seiring ekspedisi Belanda yang menjangkau pedalaman untuk menumpas para Pejuang, para Perwira Belanda banyak menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya.
Menariknya, dalam buku tersebut juga dikisahkan mengenai tujuan mereka menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya, adapun tujuannya salah satunya adalah "Mempelajari Bahasa dan Budaya Aceh" sementara tujuan puncak dari Praktek Pergundikan.

Lokasi Habil Dibunuh

 

Pict: Masjid Sri Bengkal

Rabbanians | Al-Imam Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya, As-Suddi menyebutkan dari beberapa orang sahabat diantaranya Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas bahwa Nabi Adam memiliki anak laki-laki yang diselingi anak perempuan setiap kehamilan Hawa. Ketika Habil ingin menikahi saudari Qabil dan dia lebih tua dari Habil sementara saudari Qabil adalah seorang wanita rupawan, maka Qabil ingin bertukar dengan saudaranya itu, sedangkan Nabi Adam memerintahkan Habil untuk menikahi saudari Qabil.

Diriwayatkan bahwa Habil dibunuh Qabil dengan cara dipukul kepalanya dengan besi hingga tewas. Ada pula yang meriwayatkan bahwa Qabil membunuhnya dengan tombak yang ia lemparkan ke kepala Habil ketika ia sedang tidur. Dan yang lain mengatakan Qabil mencekik Habil dengan cekikan yang sangat kuat dan menggigitnya sebagaimana yang dilakukan hewan buas hingga Habil tewas seketika. Allahu a’lam. Redaksi Al-Qur’an tidak menceritakan bagaimana detil pembunuhan, oleh karena itu hendaknya kita batasi pada apa yang difirmankan oleh Allah Ta’ala saja. Ahli kitab meriwayatkan bahwa pembunuhan terjadi di Gunung Qasiyun yang terletak di sebelah utara Damaskus, disebut juga sebagai gua darah. Menurut mereka di tempat inilah Qabil membunuh saudaranya, Habil, Allahu a’lam, ini adalah kabar Israiliyat.[1]

Undang-Undang Nan Salapan

 

OLEH:
Puti Reno Raudha Thaib
Tuanku Gadih Pagaruyuang
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat

MantagismeDalam mengatur ketertiban kehidupan masyarakat, Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang telah menyusun suatu perundang-undangan guna memeriksa tiap-tiap bentuk pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan seseorang  yang disebut dengan Undang-Undang Nan Duo Puluah.

Sedangkan Undang-undang Nan Salapan merupakan bahagian dari Undang-Undang nan duopuluah. Bahagian lainnya adalah Undang-Undang Nan Duo Baleh. Undang-undang Nan Salapan memuat keterangan tentang jenis kejahatan, tertuju kepada fiil. Sedangkan Undang-undang nan Duobaleh tertuju pada cemo (citraan) dan tuduh. Setiap pasal kejahatan mengandung dua jenis kejahatan yang hampir sama tetapi ukuran atau takarannya berbeda, seperti berikut;

Dago dagi mambari malu, Sumbang salah laku parangai, Samun saka tagak di bateh, Umbuak umbai budi marangkak, Curi maliang taluak dindiang, Upeh racun sayak batabuang, Sia baka puntuang suluah, Tikam bunuah padang badarah [1]

"𝑵𝒂𝒋𝒊𝒔𝒏𝒚𝒂" 𝑨𝒏𝒋𝒊𝒏𝒈 𝑫𝒂𝒍𝒂𝒎 𝑨𝒈𝒂𝒎𝒂 𝑯𝒊𝒏𝒅



Rabbanians | Tidak hanya Islam, Hindu ternyata juga melarang mememlihara anjing dan emamsukkannya didalam rumah karena ketidaksucian dan kebersihannya. Dalam Śrīmad-Bhāgavatam disebutkan:

जीवा: श्रेष्ठा ह्यजीवानां तत: प्राणभृत: शुभे ।
त: सचित्ता: प्रवरास्ततश्चेन्द्रियवृत्तय: ॥ २८ ॥

"Makhluk hidup lebih unggul dibandingkan benda mati, wahai ibu yang terberkati, dan di antara makhluk hidup, mereka yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan lebih baik. Hewan yang memiliki kesadaran lebih baik dari itu, dan lebih baik lagi adalah mereka yang sudah memiliki kemampuan indra, seperti bisa merasakan, melihat, atau mendengar." (Śrīmad-Bhāgavatam 3.29.28)

Mengenai ayat ini, maka diberikan penejalsan sebagai berikut: Dalam ajaran Veda, anjing dianggap sebagai makhluk yang tidak bersih, sehingga tidak boleh masuk ke dalam rumah orang yang terhormat. Biasanya, anjing dilatih untuk tetap berada di luar rumah. Namun, kepala keluarga yang baik akan tetap memberi makanan prasāda kepada anjing dan kucing. Mereka akan makan di luar dan pergi. Jadi, meskipun kita memperlakukan makhluk hidup dengan belas kasihan, perlakuan kita harus sesuai dengan tingkatannya. Anjing tidak diperlakukan seperti manusia, tetapi tetap harus mendapatkan perhatian dan kasih sayang dengan cara yang sesuai. (cek https://vedabase.io/en/library/sb/3/29/28/)

𝑺𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑼𝒍𝒂𝒎𝒂 𝑴𝒆𝒏𝒖𝒕𝒖𝒑𝒊 𝑨𝒊𝒃 𝑾𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂



Rabbanians | Dulu, ada seorang ulama dan ahli hadits yang bernama Ahmad bin Mahdi bin Rustam. Dia tidak hanya terkenal sebagai perawi hadits yang terpercaya, tetapi juga dikenal karena kekayaannya yang melimpah. Dikisahkan, dia pernah menafkahi para ulama di zamannya dengan jumlah mencapai 300 ribu dirham.

Pada suatu hari, seorang perempuan mendatangi ulama tersebut, dengan keadaan sangat putus asa. Perempuan itu mengaku telah diperkosa dan mengandung sebagai akibatnya. Dalam kebingungannya, ia mengklaim kepada orang-orang bahwa Ahmad bin Mahdi adalah suaminya, memintanya untuk tidak membuka aibnya. Sang ulama, mendengarkan cerita itu, terdiam.

Beberapa hari kemudian, kepala desa dan para tetangga datang untuk mengucapkan selamat atas kehamilan wanita tersebut. Sang ulama menyambut mereka dengan rasa gembira dan mengirimkan dua dinar sebagai nafkah untuk wanita itu setiap bulan. Pemberian ini terus berlanjut hingga anak tersebut berusia dua tahun, namun sayangnya, anak itu meninggal dunia. Saat itu, banyak orang datang memberikan ucapan belasungkawa, dan Ahmad bin Mahdi menunjukkan kesedihan serta kepasrahan kepada Allah.

Beberapa hari setelah kematian anak itu, wanita tersebut kembali datang dengan membawa emas, mengatakan, “Semoga Allah menutupi aib Anda, ambillah emas Anda.” Namun, dengan hati yang lapang, sang ulama berkata kepadanya, “Dinar-dinar ini adalah pemberianku untuk si kecil, dan sekarang engkaulah yang berhak mewarisinya.”

Kisah ini menunjukkan akhlak mulia sang ulama, yang tidak hanya menutupi aib wanita yang telah mencemarkan namanya, tetapi juga mendukungnya melalui masa-masa sulit. Sikap ini membawa pertanyaan besar tentang bagaimana kita seharusnya bersikap terhadap mereka yang sedang menghadapi cobaan, terutama di kalangan yang aktif dalam dakwah dan ilmu, yang sering kali menjadi sasaran penyebaran aib oleh beberapa kalangan.

------

Bagikan Cerita ini & Join grup telegram kami https://t.me/rabbanians

--------

Gambar: tabung waqaf

Bismillah; di Masa Jahiliyah


Rabbanians | Bila kita baca kisah Perjanjian Hudaibiyah, pasti akan terjumpa berkenaan isu perkataan bismillah, apabila wakil Quraisy Suhail bin Amr telah membantah ketika Rasulullah s.a.w memerintahkan Ali bin Abi Talib untuk menulis بسم الله الرحمن الرحيم pada awal text perjanjian tu, kerana dia tidak pernah dengar atau tahu tentang perkataan itu sebelum ini. Sebaliknya dia meminta untuk ditulis Bismik Allāhumma بسمك اللهم dan Rasulullah s.a.w kemudiannya bersetuju.

Dari episod kecil ini kita boleh faham bahawa frasa بسم الله الرحمن الرحيم tidak digunakan oleh orang Arab pada zaman sebelum Islam. Kebelakangan ini beberapa bukti fizikal dalam bentuk ukiran dalam tulisan Paleo-Arabic(tulisan Arab pra Islam) telah menguatkan kisah yang dicatatkan ini. Terjemahan kandungan tulisan-tulisan yang dijumpai di sekitar Tabuk dan Ta'if itu adalah seperti berikut : 1. Bismik Rabbanā(dengan nama tuhan kami) saya Ḥanẓalah ibn ʻAbd ʻAmr, saya menyeru agar bertaqwa kepada Allah(أوصي ببر الله ) 2. Bismik Rabbanā saya ʻAbd Al-'Uzza ibn Sufyān,saya menyeru agar bertaqwa kepada Allah(أوصي ببر الله ). 3. Bismik Allāhumma,  saya ʻAbd Shams ibn al-Mughīrah, memohon keampunan untuk dosanya. 4. Bismik Allāhumma, saya Ḥabīb ibn ʻAwf. Seperti yang boleh dilihat, tiada satu pun menggunakan frasa بسم الله الرحمن الرحيم., dan nama-nama penulis kebanyakannya nama-nama jahiliah (ʻAbd Shams, ʻAbd ʻAmr, ʻAbd Al-'Uzza) Inskripsi no 1 tu agak menarik, ianya berkemungkinan ditulis oleh sahabat Nabi, Hanzalah ibn Abi 'Amir, yang masyhur dengan kisahnya syahid di medan Uhud dalam keadaan tidak sempat mandi junub dan jenazahnya dimandikan oleh malaikat. Disebabkan pada inskripsi tu ditulis Hanzalah ibn ʻAbd ʻAmr(ʻAbd ʻAmr merupakan nama jahiliyyah) instead of Abi Amir iaitu laqab nya, pakar-pakar epigraphy berpendapat yang ianya ditulis sebelum Hanzalah memeluk Islam. Menarik betul bila ikut perkembangan epigraphy ni. Terutamanya bila ada penemuan-penemuan yang menguatkan sumber-sumber bertulis tradisional. Oleh: Abdullah Ashraf R




Tulisan Alam Malaikat

 


Aksara Mal'Achim (tulisan malaikat) adalah jenis skrip huruf yang dikembangkan oleh kaum mistikus Yahudi dalam praktik ghaib mereka. Tak ayal aksara ini ditiru oleh orang-orang Islam dengan sebutan "Tulisan Alam Malaikat".

Pembahasannya disini: https://youtu.be/zOdRcDR2qyE

_________
Dukung channel ini untuk dapat terus berbagi!